Nasional

Ramai-Ramai Dukung Gerakan Pesantren Ramah Anak, Hapus Budaya Kekerasan

Sabtu, 26 Oktober 2024 | 21:00 WIB

Ramai-Ramai Dukung Gerakan Pesantren Ramah Anak, Hapus Budaya Kekerasan

Webinar tentang membangun gerakan pesantren ramah anak, Sabtu (26/10/2024). (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Memperingati Hari Santri 2024, Duta Santri Nasional mengangkat bahasan tentang Pesantren Ramah Anak: Menghapus Kekerasan, Mewujudkan Kedamaian yang dilaksanakan secara daring. Acara tersebut dihadiri para santri dan masyarakat umum yang dipandu oleh Duta Santri Nasional 2023 Alaikin Nabilah.


Hadir juga Sekretaris Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) Nyai Hindun Anisah yang menyampaikan bahwa pesantren di Indonesia merupakan Lembaga pendidikan agama Islam yang dicontoh oleh dunia, maka segala bentuk kekerasan harus dihapuskan sehingga menciptakan lingkungan pesantren yang aman dan nyaman.


Pemateri pertama yakni Muyassarotul Hafidzoh, penulis buku panduan Pencegahan Kekerasan Seksual untuk Remaja. Ia mengajak untuk jangan menjadi korban apalagi jadi pelaku kekerasan selama menempuh pendidikan.


“Pada dasarnya hakikat manusia diciptakan itu sebagai hamba Allah, manusia terbaik, termulia yang bertakwa hal itu tertulis dalam Al-Quran Surah Adz-Dzariyah ayat 56 dan manusia itu sebagai khalifah atau pemimpin di bumi hal itu tertulis dalam Surah Al-Baqarah ayat 30,” ujar Muyassarotul Hafidzoh, Sabtu (26/10/2024).


Lalu pemateri kedua adalah Rindang Farihah yang merupakan Pengurus Yayasan Bumi Aswaja Yogyakarta. Ia menekankan bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 1262 tentang Petunjuk Teknis Pengasuhan Ramah Anak di Pesantren sudah diterbitkan.


"Maka kita sebagai pengasuh, tenaga pendidik, santri, dan masyarakat harus menerapkan peraturan tersebut di lingkungan pesantren,” ungkapnya.


Ia menambahkan cakupan pesantren ramah anak harus ada kebijakan, kurikulum, manajemen, peraturan pesantren, kepemimpinan anak, sumber daya manusia, sarana prasarana, lingkungan, dan relasi sehari-hari antar-pemangku kepentingan sehingga dapat mencetak santri yang unggul.


“Santri inikan kader-kader ulama yang mampu mendidik, berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan masyarakat, dan negara yang sesuai dengan kompetensi keilmuan yang dimiliki,” ujar Rindang.


Pemateri terakhir yaitu Margaret Aliyatul Maimunah yang merupakan komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), juga Ketua Umum PP Fatayat NU. Ia menjelaskan mengenai Undang-undang Nomor 23 tahun 2002, perlindungan anak adalah kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.


”Upaya pencegahan dan penanganan perlindungan khusus anak di lingkungan pesantren yaitu kita terapkan dan terus galakan pesantren ramah anak dan menerapkan pengasuhan yang berkualitas, pesantren juga membentuk satgas yang melibatkan stakeholder dari berbagai unsur seperti polisi, KPAI, dan yang lainnya,” pungkasnya.


Ia juga menambahkan bahwa tim satgas menurut KPAI bisa beranggotakan pimpinan yayasan, kepala sekolah, tenaga pendidik, peserta didik (santri), wali santri, alumni, fasilitas pelayanan kesehatan, lembaga psikolog tersertifikasi, lembaga bantuan hukum, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak setempat, serta Kemenag setempat.