Nasional

Cerita Korban dan Kisah Penyesalan Pelaku Aksi Terorisme Bisa jadi Penawar

Rabu, 17 Juni 2020 | 19:30 WIB

Cerita Korban dan Kisah Penyesalan Pelaku Aksi Terorisme Bisa jadi Penawar

Ilustrasi terorisme

Jakarta, NU Online

Cerita duka kelompok yang menjadi korban kekejaman aksi teror dan cerita penyesalan kelompok pelaku teror dipercaya dapat menjadi senjata ampuh untuk mengeliminasi potensi gerakan terorisme di masa mendatang.

 

Kepala BNPT Boy Rafli Amar secara khusus meminta kelompok penyintas atau korban aksi terorisme untuk membantu pemerintah dalam menghalau intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Sebab keterlibatan kelompok korban dinilai sangat penting, baik dalam pemberantasan terorisme di masa mendatang, dan sekaligus untuk menghilangkan trauma atas apa yang dialami.

 

“Pesan kami kepada rekan-rekan penyintas semua adalah terus menjaga semangat persaudaraan dan semangat persatuan. Dengan semangat kebersamaan ini kita gelorakan agar sikap intoleransi maupun watak radikalisme yang berlebihan itu dapat terkikis. Karena kita tidak ingin ada korban-korban dari aksi terorisme yang lainnya,” ujar Boy Rafli Amar, dalam acara Silaturahmi Bersama Para Penyintas Korban Terorisme Wilayah Jabodetabek, Bali dan Surabaya, Selasa (16/6).

 

Secara khusus, Boy Rafli mengatakan pentingnya menyampaikan pesan persatuan kepada kelompok muda agar tidak terpengaruh pada iming-iming yang kerap disampaikan kelompok teror. “Dan Kita bersama upayakan agar generasi-generasi muda Indonesia dapat terselamatkan dari kejahatan-kejahatan terorisme di masa yang akan datang,” ucapnya.

 

Pesan mengenai pentingnya menjaga kelompok muda dari bujuk rayu gerakan radikalisme-terorisme sangat penting dilakukan. Sebab kejadian tersebut pernah dialami Nurshadrina Khaira Dhania saat berusia 16 tahun yang tertarik bergabung dengan ISIS pada tahun 2015, karena iming-iming keindahan hidup di bawah ISIS. Dania bahkan mengajak keluarganya hijrah ke Suriah dan hidup dalam naungan ISIS.

 

“Saat itu ada kegalauan anak muda, melihat korupsi dan ketidakadilan di Indonesia. Saya tertarik bergabung ke Suriah karena dijanjikan kehidupan seperti jaman nabi, ada khilafah, ada fasilitas gratis, dan lain-lain,” kata Dania (22) dalam talkshow “Peci dan Kopi’ 164 Channel beberapa hari lalu. 

 

Dania menuturkan, informasi yang dia ketahui didapatkan dari salah satu sanak familinya dan kemudian ditelusuri lebih lanjut di internet melalui platform di facebook, tumbler, dan twitter. Di internet tersebut keyakinannya pada ISIS makin mantap lantaran ia mendapati banyaknya pesan di internet yang mendukung ISIS kala itu.

 

“Mereka menggambarkan khilafah akhir jaman Nabi, keutamaan berhijrah, pahala berhijrah, dan seterusnya. Kalaupun hijrah ini gagal, pasti dapat surga. Pokoknya dalil-dalil dan kondisi di sana seperti surga. Seperti sekolah yang gratis, dan kehidupan yang ukhuwah Islamiah,” lanjutnya.

 

Di saat demikian, ia mengaku tidak memperdulikan bantahan keluarganya. Sebab ia menganggap keluarganya tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai agama dan khilafah Islam. “Saya gak dengerin orang tua karena saya anggap mereka gak tau apa-apa. Saya juga tidak cross-check kebenaran (kampanye ISIS). Gak mungkin berdusta, karena mereka pakai dalil agama. Saya pikir begitu waktu itu,” kata Dania.

 

Barulah setelah sampai di Suriah, ia mendapati kehidupan di Suriah tidak seperti yang dijanjikan dalam kampanye ISIS. “Pertama penting bagi anak muda untuk memiliki tameng berupa dasar agama agar tidak tertipu bujuk rayu ISIS. Karena mereka pakai agama. Kedua harus tabayyun, karena kita harus check and re-check. Karena anak muda cenderung aktif dan kadang mencari pelarian di media sosial,” pungkasnya.

 

Editor: Ahmad Rozali