Nasional JELANG MUKTAMAR KE-33 NU

Dalam Ahwa, Rais Aam Terpilih Berwenang Penuh atas Calon Ketum

Rabu, 17 Juni 2015 | 03:01 WIB

Jakarta, NU Online
Pemilihan melalui Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) pada Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, yang dihelat pada 1-5 Agustus 2015 hanya berlaku untuk Rais Aam Syuriah PBNU. Pasalnya, Rais Aam memiliki kewenangan penuh untuk menentukan siapa calon Ketua Umum.
<>
Demikian dikatakan Ketua PBNU H Imam Aziz saat ditemui usai pembukaan lokakarya “Penguatan Jaringan Anti-Radikalisme di Dunia Maya untuk Ulama Muda” di Hotel Acacia Jakarta, Senin (15/6) malam. Ia merujuk pada kesepakatan Munas NU 2015.

Ditanya soal lemahnya legitimasi Rais Aam Syuriah yang dipilih oleh Ahwa, Imam Aziz yang juga Ketua Organizing Commitee (OC) Muktamar menegaskan, tidak ada persoalan. Sebab, aturannya memungkinkan untuk itu.

“Ya enggak dong. Justru aturan yang masih tersisa adalah, calon ketua umum harus mendapat restu dari syuriah terpilih. Itu masih ada kok di AD/ART PBNU. Itu aja yang kita pertahankan,” tegas pria kelahiran Pati ini.

Aturan yang lama, lanjut Imam, justru memberi ruang yang lebih luas kepada syuriah. “Aturannya masih memungkinkan untuk kewenangan syuriah itu kuat. Ini yang jarang dipahami,” tukasnya.

Imam Aziz menambahkan, ide awal Ahwa adalah penguatan jajaran syuriah. “Dengan dipilih oleh Ahwa yang beranggotakan para kiai sepuh, syuriah lebih bersih dan elegan. Jadi, metode pemilihan ini ya dalam rangka itu,” tandasnya.

Dengan terpilihnya Rais Aam oleh anggota Ahwa, maka Rais Aam memiliki kekuatan yang sangat besar untuk menentukan calon Ketua Umum dan pengurus yang lain. Disinggung soal simulasi Ahwa, Imam mengatakan sudah cukup di forum Munas ke-3 yang digelar di PBNU.

“Simulasi sudah cukup di situ. Jadi, pengurus cabang melakukan rapat untuk memilih sembilan orang. Baik dari lokal maupun dari luar. Kemudian dibawa ke Muktamar. Intinya, pengurus cabang punya kewenangan yang cukup besar untuk memilih Ahwa,” ujarnya.

Imam Aziz berharap nama-nama kiai dari cabang bisa masuk sebelum muktamar. Hal ini dilakukan agar panitia bisa melakukan tabulasi, input data, nama, sekaligus membuat ranking sembilan besar. Sebab, diasumsikan akan masuk ribuan nama kiai. “Nama-nama tersebut kemudian di-floor-kan kepada muktamirin. Setelah ditabulasi jadi ketahuan, ini lho kiai A, mendapat suara sekian. Jadi, ini tidak mengurangi apapun,” pungkasnya.

Munas Alim Ulama yang digelar pada 2014 dan 2015 menyepakati Ahwa atau sistem pemilihan tidak langsung sebagai pertimbangan kuat untuk direalisasikan di Muktamar ke-33 NU nanti. Meski demikian, penerapannya secara konkret menunggu kesepakatan muktamirin lantaran penyangkut perubahan AD/ART NU. (Musthofa Asrori/Mahbib)