Nasional

Di Hadapan Ibu-Ibu Muslimat NU, Mendes Minta Masyarakat Tidak Tinggalkan Desa

Jumat, 14 Februari 2025 | 16:00 WIB

Di Hadapan Ibu-Ibu Muslimat NU, Mendes Minta Masyarakat Tidak Tinggalkan Desa

Menteri Desa dan PDT, Yandri Susanto. (Foto: dok. panitia Kongre Ke-18 Muslimat NU)

Surabaya, NU Online

Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Yandri Susanto mengatakan, desa di Indonesia jumlahnya sekitar 75.000 lebih. Pihaknya tidak mau kejadian seperti Jepang saat ini. Jepang detik ini sedang mengalami persoalan urbanisasi ekstrem, yaitu 93 persen penduduk Jepang meninggalkan desa. 


Hal itu dikatakannya saat Sidang Pleno XI Kongres Ke-18 Muslimat NU di hadapan puluhan ribu Muslimat NU se-Indonesia di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis (13/2/2025).


Menurutnya, desa-desa di Jepang sekarang sudah kosong, mereka semua bergerak ke kota, di kota terlalu padat, kehidupan ekonomi semakin sulit, interaksi sosial semakin rumit. Maka Jepang sekarang mengalami minus 2 pertumbuhan ekonominya, dan Jepang menawarkan kepada penduduk lokal untuk kembali ke desa dengan iming-iming Rp500 juta per orang.


“Rumah-rumah mewah dulu kalau rame desa itu yang digambarkan kalau di rupiahkan Rp 20 miliar, sekarang dijual Rp 5 juta tidak laku. Jepang adalah desa-desa yang kosong, maka saya mengajak keluarga besar Muslimat NU mari kita bangun desa dan tagline hari ini di kementerian desa, bangun desa, bangun Indonesia, desa terdepan untuk Indonesia,” ujarnya.


Pihaknya menyebut, jikalau membangun desa, otomatis sudah membangun Indonesia, karena jumlah penduduk Indonesia hari ini 73 persen masih bertahan di desa. Anak-anak muda tidak mau tinggal di desa karena malu dan tidak mempunyai pekerjaan di desa, akibatnya sarjana-sarjana pada meninggalkan desa.


“Maka melalui kerja sama ini kita akan menahan laju urbanisasi ke kota. Apalagi kami sudah menetapkan 12 aksi kementerian desa,” terangnya.


Ia mencontohkan juga seperti di Korea Selatan hari ini 83 persen penduduknya meninggalkan desa, dan sekarang pemerintahannya sedang guncang karena menahan laju urbanisasi tidak bisa. Mereka ke kota-kota besar meninggalkan desa sebagai sumber ekonomi, sumber penghidupan yang ada selama ini. 


“Maka cukuplah contoh Korea Selatan dan Jepang ini menjadi perhatian kita. Melalui kerja sama ini mudah-mudahan tragedi Jepang dan Korea Selatan yang desanya kosong insya Allah tidak terjadi di desa-desa Indonesia. Kuncinya tergantung ibu-ibu Muslimat NU di Indonesia. Banyak yang bisa kita lakukan, nanti kita wajibkan untuk anak muda Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) satu desa satu, direkturnya ada, dan bagian keuangannya ada,” ungkapnya.


Pihaknya menjelaskan, ada satu desa di Kalimantan Timur mempunyai BUMDes pendapatan per tahunnya Rp 28 miliar. Barangkali nanti ibu-ibu Muslimat bisa bekerja sama dengan BUMDes untuk perihal bisnis. 


“Saya diminta atau tidak diminta Ibu Khofifah, saya tetap punya kewajiban untuk bekerja sama dengan keluarga besar Muslimat NU di seluruh Indonesia. 


Lebih lanjut, dari 12 aksi itu mari dipilih mana yang mau di kerja samakan, ada BUMDes, ada Swasembada Pangan, kemudian juga sudah bekerja sama dengan Menteri Pertanian ada 1000 desa ayam petelur. Di bidang ekonomi ada swasembada air, desa ekspor, desa wisata, desa ramah ibu dan anak, desa bebas sampah itu semua saya yakin kalau di sentuh oleh ibu-ibu Muslimat runningnya akan kencang dan cepat. 


“Kita juga ingin menyukseskan program Bapak Presiden Prabowo Subianto yakni makan siang bergizi gratis, jadi BUMDes milik desa itu akan menyuplai bahan baku makan siang bergizi ada dana desa sebesar Rp 16 triliun rupiah,” tandasnya.


Sementara itu, Sekretaris Pimpinan Cabang (PC) Muslimat NU Situbondo, Siti Rizqiyyah merespons bahwa banyak generasi sekarang yang tidak mau membangun desa, contohnya tadi di Jepang banyak desa yang mati, dan lebih memilih hidup di kota.


"Ini jangan sampai terjadi di kita, sebagai ibu-ibu Muslimat kita harus benar-benar menghadirkan generasi yang mencintai desa, membangun desa dan tentunya membuat ekonomi desa lebih kreatif dan berkelas, bahkan bisa setara dengan kota," tambahnya.


Kontributor: Yulia Novita Hanum