Dosen Gugat UU Parpol ke Mahkamah Konstitusi, Minta Pembatasan Masa Jabatan Ketum
Selasa, 11 Maret 2025 | 09:00 WIB
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Dosen Hukum Tata Negara Universitas Udayana Edward Thomas Lamury Hadjon resmi mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 22/PUU-XXIII/2025 untuk membahas ulang Undang-Undang Partai Politik soal pembatasan masa jabatan ketua umum (Ketum) partai politik (Parpol).
"Bahwa dari seluruh dalil-dalil yang diuraikan di atas dan bukti-bukti terlampir, dengan ini PEMOHON mohon kepada para Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk kiranya berkenan memberikan putusan," tulis permohonan tersebut dalam nomor perkara 22/PUU-XXIII/2025 yang diakses NU Online melalui situsweb MKRI pada Senin (10/3/2025).
Dalam petitumnya, Edward mengatakan bahwa pasal 23 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945
"Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Pergantian Kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART dengan syarat untuk pimpinan Partai Politik memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam masa jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut," tulis Edward.
Lebih lanjut, Edward menyatakan, dalam Pasal 239 ayat 2 huruf d UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568 bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai.
“Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali,” katanya.
Tak hanya itu, Edward menyebut selama ini tidak ada pembatasan masa jabatan ketum parpol. Hal itu berbanding terbalik dengan parpol sebagai pilar demokrasi. Sehingga, prinsip-prinsip demokrasi harus dihidupkan sampai pada lingkup internal.
"Ketiadaan batasan masa jabatan pimpinan partai politik menyebabkan kekuasaan yang terpusat pada orang atau figur tertentu dan terciptanya otoritarianisme dan dinasti dalam tubuh partai politik," ujarnya.
Edward kemudian menyebut nama-nama ketua umum partai yang menjabat lebih dari 5 tahun:
- Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (1999-2024 atau 25 tahun)
- Ketua Umum NasDem Surya Paloh (2013-2029 atau 17 tahun)
- Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (2004-2029 atau 25 tahun)
- Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto (2014-2025 atau 11 tahun)
- Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (Ketum Demokrat 2013-2020 atau 7 tahun dan Ketua Majelis Tinggi sejak 2020)
- Yusril Ihza Mahendra (Menjabat Ketum PBB sejak 1998-2005 dan 2015-2024 atau 17 tahun)
- Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (2015-2029 atau 14 tahun).
"Berdasarkan uraian di atas pengaturan mengenai masa jabatan yang didelegasikan melalui AD dan ART menyebabkan keleluasaan bagi pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk melanggengkan kekuasaan," terangnya.
Terpopuler
1
Kemenhub Sediakan Mudik Gratis via Jalur Darat dan Laut, Berangkat 26-28 Maret 2025
2
Masih Dibuka, 10 Program Mudik Gratis Lebaran Idul Fitri 2025
3
Penangkapan KH Zainal Musthafa, Ansor Ciamis, dan Hak Interpelasi Oto Iskandar di Nata
4
Kultum Ramadhan: Cara Beribadah Tanpa Riya’, Menjaga Keikhlasan dalam Setiap Amalan
5
Nyai Sinta Nuriyah Jadi Ibu Negara Pertama RI yang Konsisten Bahas Kesetaraan Gender, Ini Alasannya
6
Tuan Gobée dan Sepatunya yang Hilang di Muktamar NU
Terkini
Lihat Semua