Nuriel Shiami Indiraphasa
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pendakwah milenial Habib Husein Ja’far Al Hadar, menjelaskan besarnya potensi dakwah digital di tengah masyarakat muda Indonesia, mengingat sebesar 76,3 persen masyarakat Indonesia sudah terhubung dengan dunia digital.
"Tahun 2019, dari 150 juta penduduk Indoneisa, 56 persennya sudah terintergrasi dengan digital, mencari informasi, mencari barang, melakukan semua aktivitasnya di digital. Tahun 2021, sudah masuk 73,6 persen tersambung dengan digital," jelas Habib Ja’far pada diskusi Cinta Manusia dan Semesta dalam Ajaran Tasawuf, Sabtu (18/9/2021).
Menurut Habib Ja'far, data tersebut menunjukkan betapa besarnya potensi penyebaran dakwah melalui ranah digital. Ia juga menyebutkan, konsumsi per hari masyarakat Indonesia terhadap gawai adalah selama 8,5 jam, 47 kali sehari membuka smartphone untuk sekadar mengecek, meski sama sekali tak ada notifikasi. Demikianlah, mengapa digitalisasi dakwah sangatlah penting, mengingat pengaruhnya yang sangat besar terhadap masyarakat Indonesia.
Kemudian ia menyebutkan bahwa rata-rata pengguna media sosial berada di rentang usia 18-34 tahun. Hal ini perlu dipertimbangkan, terlebih jika sasaran penyebaran dakwah yang diinginkan adalah kalangan muda.
Terkait platform digital yang cocok digunakan untuk berdakwah, Habib Ja’far menyebutkan bahwa YouTube merupakan platform yang paling sering 'ditrongkrongi' dan dijadikan sumber pencarian informasi maupun hukum (fiqih) bagi masyarakat Indonesia, terkhusus kalangan muda itu sendiri.
Disebutkannya berdasarkan data yang diperoleh dari Alvara Research pada tahun 2019, YouTube menduduki posisi nomor empat sebagai sumber yang paling dijadikan ‘mufti’ oleh umat Islam di Indonesia. Hal ini dirasanya kurang masuk akal. Karena, urutan posisi sumbernya adalah nomor satu ulama kampug. Hal ini masuk akal. Kedua, orangtua, dan ini lebih masuk akal lagi. Ketiga, guru agama, ini juga masuk akal.
"Tapi, tiba-tiba nongol yang namanya YouTube. Mempercayakan hukum, mempercayakan mufti kepada YouTube itu sangat tinggi, yaitu 24 persen. Artinya, seperempat dari pengguan media sosial kita mencari hukum sesuatu dari YouTube,” terang Habib berdarah Madura tersebut.
"Makanya sekarang mufti dan ulama. Itu kalau dulu ada ulama ‘kutubi’ dan ‘khitobi’ saja, yaitu ulama yang berdakwah dengan khutbah dan tulisan. Sekarang itu ada ulama dan mufti ‘Yutubi’ (YouTube-i). Jadi, ada ulama dan mufti yang memberikan hukumnya atau berkarya dan berdakwah dengan YouTube," imbuhnya.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Serangan Israel Kian Brutal, Tubuh Warga Palestina Terhempas ke Udara
2
Di Masa Orde Baru, Pendiri IPPNU Ditahan di Polsek Gegara Ceramah, Ditolong oleh Ayah Gus Baha
3
Santer Dikabarkan Mangkrak, Kini IKN Dijadikan Lokasi Wisata Libur Lebaran
4
Rupiah Makin Melemah, Bank Mulai Jual Dolar AS Dekati Rp17.000
5
Peringatan Haul Ke-219 Syekh Arsyad Al-Banjari Jadi Destinasi Religi saat Libur Lebaran
6
Unisma Buka Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Pesantren, Santri akan Dibina 24 Jam
Terkini
Lihat Semua