Nasional

Hati-hati, Teroris Telah Berubah Penampilan untuk Mengelabui

Kamis, 24 Mei 2018 | 16:33 WIB

Hati-hati, Teroris Telah Berubah Penampilan untuk Mengelabui

foto: merdeka.com

Jakarta, NU Online
Terorisme terus berevolusi. Pelaku tidak berhenti mengembangkan aksinya. Berupaya mengelabui petugas keamanan, teroris mengubah penampilannya. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Intelejen Negara Daerah (Kabinda) DKI Jakarta Neno Hamriyano pada pada Focus Group Discussion (FGD) di Kantor PWNU DKI Jakarta, Utan Kayu, Jakarta, Kamis (24/5).

Ia menceritakan bahwa pelaku teror di Thamrin merupakan seorang sopir angkot. Setelah memarkirkan angkotnya, ia tidak balik lagi. Di situlah ia mengubah penampilannya dengan menggunakan celana jeans dan topi dengan membawa ransel seperti petugas.

"Semenjak bom Thamrin, mereka sudah mengubah penampilan. Mereka berupaya mengelabui petugas," ujarnya.

Selain perubahan penampilan, teroris kali ini juga tidak memikirkan dampak peristiwanya. Mereka, katanya, tidak peduli dengan jumlah korban yang disasar. Hal terpenting bagi pelaku teror, menurutnya, adalah pesan terornya. Hal ini terbukti dengan penyerangan di Mapolda Riau yang hanya menggunakan peralatan seadanya. Rangkaian bom di Surabaya juga jangkauan ledakan bomnya tidak sebesar teror pada tahun-tahun sebelumnya.

"Bukan korban, tapi pesan teror yang ingin mereka sampaikan," kata Neno.

Akar Teror
Sementara itu, Wakil Sekretaris PWNU Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta KH Mulawarman Hannase menuturkan bahwa akar radikalisme adalah salafisme. Setidaknya, katanya, salafisme itu ada dua, yakni Wahabi dan Ikhwani.

"Yang paling bertanggung jawab terhadap lahirnya teorrisme adalah salafisme," ujarnya.

Lebih lanjut, dosen Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (PTIQ) Jakarta itu menguraikan sejak kemunculan pemikiran Hasan Al-Banna (1906-1949) yang memiliki slogan Islam sebagai solusi. Hal itu diperparah dengan kritik Sayyid Qutb (1906-1966) atas ulama-ulama terdahulu yang menegasikan jihad dalam buku-bukunya. Pemikirannya itu melahirkan salafi jihadis.

"Ini akan melahirkan salafi jihadis," tuturnya.

Abdullah Azzam (1941-1989) melengkapi pemikiran tersebut. Jika dua tokoh sebelumnya hanya berhenti pada pemikiran, tokoh terakhir ini bahkan turut melancarkan aksinya.

Lahir di Palestina saat tanah airnya itu mulai dijajah Israel, gelora perjuangannya, kata Kiai Mulawarman, membara. Sebagai doktor usul fiqih lulusan Al-Azhar, ia pernah mengajar di Jordania dan Jeddah. Di kota terakhir itu, ujarnya, ia menempa Ossama bin Laden menjadi seorang jihadis.

Mendengar berita perang Soviet dan Afghanistan, ia pun bertekad terjun ke medan peperangan. Ia masuk melalui negara tetangganya, Pakistan. "Di situlah dia menyerukan jihad," ucapnya.

Belum sempat mencabut fatwanya itu, ia meninggal. Para pengikutnya terus menggelorakan jihad itu ke berbagai negara termasuk di Indonesia.

Diskusi yang dipandu oleh pengajar Institut PTIQ Jakarta Jamaluddin Junaid itu juga menghadirkan Kabag Analis Direktorat Intelkam Polda Metro Jaya Rudi Suryadi dan Danrem Wijayakarta Kol. Inf. Bobby Rinal. (Syakir NF/Abdullah Alawi)