Nasional

Interaksi Akun Garis Lucu Lintas Agama: Mengemas Kerukunan secara Riang di Medsos

Kamis, 27 Oktober 2022 | 22:45 WIB

Interaksi Akun Garis Lucu Lintas Agama: Mengemas Kerukunan secara Riang di Medsos

Tangkapan layar akun-akun garis lucu di twitter. (Foto: twitter)

Jakarta, NU Online

Memahami kian meningkatnya akses atas penggunaan media sosial dalam konteks masyarakat, di beberapa titik dengan hadirnya ruang virtual, keadaan ini dipahami tidak selamanya menjanjikan bentuk keadaan yang lebih baik—progress (kemajuan) di tengah masyarakat. 


Akan tetapi, di saat yang bersamaan kemunculannya juga memicu hadirnya bentuk regress (perubahan kearah kemunduran), di mana dalam tataran digital juga muncul konflik, perpecahan, serta kesalahpahaman, terlebih ihwal identitas. 


Ketika jagat ruang virtual cukup rentan memicu konflik, terlebih identitas, fenomena kemunculan akun-akun dengan penggunaan kata GL atau Garis Lucu dipandang cukup memberi suasana yang berbeda. 


Dalam konteks perbincangan soal identitas di ruang virtual, para akun GL tampak mampu menjadikan pembahasan terkait identitas hadir dengan perbincangan yang riang gembira sehingga menjadi semacam oase dalam merayakan keberagaman.


Kemunculan akun-akun GL di ruang virtual menyajikan interaksi yang luwes sehingga banyak memantik atensi publik, khususnya di kalangan akademisi. Publik menganggap cara mereka membangun jembatan dialog di ruang virtual menjadi insklusif. Misalnya, replikasi meme yang dipelopori oleh NU Garis Lucu dipandang menampilkan model dakwah inklusifitas.


Hal itu juga dapat dijumpai di akun-akun GL lain, seperti Komunitas Katolik Garis Lucu, Budhis GL, Hindu GL, dan akun GL lainnya. Cara akun-akun tersebut menyajikan diksi melalui utas di laman twitter, misalnya, setidaknya meminimalisir hadirnya bentuk ketegangan antar identitas.


Munculnya fenomena akun-akun garis lucu dalam konteks media sosial dipahami sebagai salah satu usaha dalam menampilkan bentuk upaya preventif dalam mengelola ruang virtual. Kemunculan akun garis lucu dipelopori oleh NU Garis Lucu, kemudian diikuti oleh akun-akun garis lucu lainnya, termasuk Muhammadiyah Garis Lucu.


Melalui sisipan interaksi humor dan bentuk jenaka, beberapa bentuk interaksi ini pada gilirannya tidak hanya memantik perhatian dari pengguna internet (warganet), tapi juga dapat membangun interaksi multikultural yang terjadi setelahnya. Seperti dalam konteks interaksi yang dimunculkan akun GL di bawah ini.


Bentuk interaksi saling berbalas Tweet dimuka dipandang cukup menarik perhatian di antara warganet. Hal ini melihat bagaimana wujud respons yang terjadi setelah hadirnya Tweet ini. 


Merebaknya fenomena akun-akun GL memang tidak hadir dalam konteks yang hampa, akan tetapi berkenaan karena sirkulasi yang diakibatkan oleh persoalan identitas buah dari acara pilpres 2014 dan berlanjut pada tahun 2019, di mana eskalasi konflik politik identitas juga merambah pada tataran digital, dalam wujud polarisasi ditengah masyarakat. 


Kemunculan akun-akun GL dengan penamaan yang beragam pun hadir dengan suasana yang baru, di mana tiap akun dengan penamaan yang cukup variatif mencoba menampilkan personal akun dengan membingkainya dengan sisipan humor di setiap interaksi humor baik.


Profiling kreatif nan menarik

Selain soal bagaimana identiknya humor bila membincangkan akun GL, akan tetapi dalam beberapa hal, bentuk interaksi yang ditampilkan bahkan tidak menampikan unsur humor sama sekali. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh akun Komunitas Katolik GL. 


Bila berkunjung ke laman fanspage akun Twitter Katolik Garis Lucu, maka akan ditemukan biografi dengan redaksi kalimat “LUCU Love-Unity-Compassion-Universality.–Jangan lupakan Gus Dur-Hanya akun guyon Guyon Yang dikelola domba tersesat, tidak mewakili pandangan gereja Katolik”


Melihat biografi personal page di muka, bisa dipahami jika hadirnya akun Katolik GL merupakan inisiasi pribadi pengguna dalam menampilkan bentuk personal Katolik, dan tidak terikat pada otoritas keagamaan Katolik secara umum. 


Gambaran ini pun bisa dilihat menampilkan sisi yang cukup berbeda bila menyandingkan dengan eksistensi akun GL lain misal NU GL dan Muhammadiyah GL. Jika dalam konteks keduanya, NU dan Muhammadiyah GL memiliki keterhubungan otoritas dengan lembaga keagamaan baik Nahdlatul Ulama maupun Muhammadiyah. 


Merujuk pada konteks kemunculannya, akun Katolik GL setidaknya dipahami hadir sekitar pertengahan April 2019. Mengacu pada jumlah pengikut yang tampak masih kalah jauh dari apa yang dimiliki oleh akun-akun GL sebelumnya misal NU dan Muhammadiyah GL.


Bila melihat beberapa bentuk aktivitas yang dimunculkan di lini masanya, akun Katolik GL juga memiliki karakteristik tersendiri. Karena menggunakan penamaan akun dengan @katolikG maka beberapa—dan hampir kebanyakan status bentuk interaki yang dimunculkan adalah menyoal kekristenan. 


Namun, status yang dimunculkan juga tidak selamanya menyoal persoalan kekristenan semata, sesekali dalam tweetannya juga ditemukan wujud interaksi lain, baik dengan @NUgarislucu, @MuhammadiyahGL, maupun para akun agama lain, misal, @BuddhisGL, maupun @GlHindu.


Wal hasil, kehadiran akun-akun GL di ruang virtual dapat dibilang sebagai pintu masuk dalam merespons keberagaman identitas dengan cara luwes dan santai. 


Penulis: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad

 

===================

Liputan ini hasil kerja sama dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI