Serang, NU Online
Seorang santri biasanya hobinya hampir dapat dibaca. Sebagai penerus perjuangan ulama, santri memiliki kualitas yang baik dalam mengaji dan melantunkan ayat-ayat Al-Qur;an termasuk bershalawat.
Namun, bagaimana jika ada santri yang justru hobi dengan sastra, terutama membaca puisi? Jawabannya bisa dilihat di ajang SantriFest 2019. Puluhan santri dari berbagai pondok pesantren di SantriFest 2019 berlomba-lomba mencari perhatian dewan juri, agar pembacaan puisi tersebut mendapatkan nilai maksimal.
Puisi yang dibacakan santri sontak mendapat sambutan yang luar biasa dari para penonton yang hadir. Mungkin tidak ada yang menyangka, para santri ternyata lebih dari bisa membaca dan memainkan gimik berpuisi dalam ilmu sastra.
Seperti santri asal Pondok Pesantren Darul Ulum, Cisait Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Nuroh. Perempuan yang saat lomba mengenakan kerudung hitam ini menyuguguhkan puisi Dalam Dekapan Ukhwah, karya Salim Alfillah.
"Saya mengambil tema ini karena memang tema SantriFest juga tentang ukuwah. Dalan puisi yang saya baca, memberikan pesan agar umat selalu menjaga persatuan dan kekeluargaan. Seperti wasiat Sang Nabi, kita tetap bersaudara," ujarnya kepada NU Online, Sabtu (23/3).
Untuk membaca puisi, kata dia, karakter dan pribadi pembaca harus dihilangkan karena harus menyesuaikan dengan apa yang dipesankan dalam puisi. Termasuk harus menggunakan tekhnik berteater agar semua emosi dapat tersalurkan berdasarkan bait bait puisi.
"Ilmu puisi tidak mungkin tanpa ilmu teater, puisi tanpa teater nol persen," ungkapnya.
Lomba baca puisi merupakan salah satu rangkaian SantriFest 2019. Hadir pada kegiatan itu, penulis novel Ayat-ayat Cinta, Habiburahman El Sirazy sebagai dewan juri utama. (Abdul Rahman Ahdori/Kendi Setiawan)