Kata Pakar soal Tingginya Angka Golput di Pilkada Jakarta 2024: Paslon Tak Wakili Aspirasi Masyarakat
Kamis, 12 Desember 2024 | 22:00 WIB
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Pakar Kepemiluan dari Univeritas Indonesia (UI) Titi Anggraeni menyoroti fenomena tingginya angka golput (golongan putih) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 yang mencapai 3.489.614 orang atau setara 42,48 persen, berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU.
Titi mengungkapkan bahwa angka golput yang tinggi di Pilkada Jakarta terjadi karena masyarakat merasa tak terwakili aspirasinya oleh calon-calon yang tersedia.
"(Penyebab golput) paling dominan adalah soal calon atau pasangan calon yang diusung oleh partai yang dianggap tidak merefleksikan atau mewakili aspirasi masyarakat," kata Titi, melalui tayangan di akun Youtube pribadinya, dikutip NU Online, pada Kamis (12/12/2024).
Titi menegaskan, angka golput ini tidak hanya berasal dari mereka yang apatis tetapi juga dari kelompok yang merasa kecewa dengan calon yang diusung oleh partai politik. Para paslon yang diusung dinilai tidak mencerminkan aspirasi politik mereka.
"Jadi terjadi keterputusan aspirasi antara apa yang menjadi kehendak masyarakat atau aspirasi masyarakat dengan keputusan atau kebijakan yang dibuat oleh para elit politik," ujarnya.
Titi mengungkapkan bahwa masyarakat di Jakarta pada umumnya masih mendukung Gubernur Jakarta sebelumnya, yaitu Anies Rasyid Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Di Jakarta, aspirasi masyarakat mengerucut pada tokoh-tokoh yang memang elektabilitasnya tinggi, yaitu Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama dan Anis Baswedan, tapi ternyata justru partai politik mencalonkan figur yang lain," katanya.
Hal itu menjadi salah satu penyebab masyarakat terputus aspirasinya terhadap sosok yang sebenarnya ingin dipilih tapi tidak diusung oleh partai politik.
"Karena adanya keterputusan aspirasi dan harapan masyarakat terhadap tokoh-tokoh politik yang ingin mereka pilih, akhirnya mereka merasa tidak terwakili dan itu yang membuat mereka menjadi enggan untuk menggunakan hak pilih," jelasnya.
Tingginya surat suara yang rusak
Selain itu, Titi menyayangkan tingginya jumlah surat suara yang dirusak atau tidak sah. Di Jakarta, jumlahnya mencapai 7,7 persen atau lebih dari 300.000 pemilih.
"Di Jakarta itu 7,7 persen lebih dari 300.000 pemilih Jakarta yang datang ke TPS tapi suaranya tidak bisa dihitung karena masuk kategori suara tidak sah. Mereka datang menggunakan hak pilih tapi dengan cara membuat suaranya menjadi rusak atau tidak sah dan tidak bisa dihitung 7,7 persen, itu angka yang sangat tinggi," terangnya.
Terpopuler
1
Ustadz Maulana di PBNU: Saya Terharu dan Berasa Pulang ke Rumah
2
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
3
Khutbah Jumat: Menggapai Ridha Allah dengan Berbuat Baik Kepada Sesama
4
Puluhan Alumni Ma’had Aly Lolos Seleksi CPNS 2024
5
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
6
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
Terkini
Lihat Semua