Nasional

Kematian Santri di Sukoharjo Akibat Kekerasan Senior Harus Ditindak Tegas dan Serius

Kamis, 19 September 2024 | 17:30 WIB

Kematian Santri di Sukoharjo Akibat Kekerasan Senior Harus Ditindak Tegas dan Serius

Ilustrasi kekerasan. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono menyesalkan berulangnya tindak kekerasan terhadap anak di lingkungan pondok pesantren yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Menurutnya, kasus ini harus ditindak tegas dan serius.

 

Korban, seorang santri berinisial AKP (13), meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh kakak kelas atau seniornya, MG (15). Insiden terjadi pada 16 September 2024, kurang lebih pukul 11.00 WIB, di kamar 23 gedung asrama putra, pada salah satu pesantren di Sukoharjo, Jawa Tengah.


"KPAI menyampaikan duka mendalam kepada keluarga korban. Korban meninggal adalah santri berinisial AKP (13), akibat kekerasan yang dilakukan kakak kelas berinisial MG (15)," kata Komisioner KPAI Aris Adi Leksono, Kamis (19/8/2024).


KPAI telah menerima laporan kasus tersebut dan melakukan koordinasi dengan pihak keluarga korban, dan Kementerian Agama, guna mendapatkan informasi kronologis kejadian, upaya penanganan, dan langkah lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan keadilan bagi korban, dan pertanggungjawaban terduga pelaku, serta kemungkinan pihak lain yang terlibat.


"Hasil koordinasi didapati data dan informasi terkait kronologis kejadian kekerasan yang berakibat kematian," tutur Aris.

 

Kejadian bermula terduga pelaku meminta uang dengan paksa kepada korban, tapi karena korban tidak memberi dan menyampaikan tidak punya uang, hingga akhirnya terjadi pukulan kepada bagian perut, dada, dan uluhati korban. Lalu korban tidak sadarkan diri, karena tidak tertangani dengan cepat akhirnya korban meninggal dunia.


KPAI menilai tingginya angka kekerasan yang terjadi di pesantren adalah masalah serius, apalagi hingga berdampak kematian. 


"Pesantren harusnya menjadi rumah yang aman, nyaman, dan menyenangkan buat anak, ironisnya justru praktik kekerasan banyak terjadi," tegasnya.


KPAI menegaskan bahwa kekerasan terhadap AKP (13) yang berujung kematian merupakan pelanggaran terhadap UU RI No. 35 Tahun 2014 perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka proses hukum harus berjalan sesuai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.


KPAI berpandangan penanganan kasus ini harus cepat, sebagai bentuk menerapkan upaya perlindungan khusus bagi anak sebagaimana Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 59A yakni Perlindungan Khusus bagi Anak dilakukan melalui upaya: 

 

a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; 

b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; 

c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.


KPAI mendesak agar kepolisian Resort Sukoharjo mengusut secara tuntas kasus kekerasan yang berakibat kematian AKP (13) yang terjadi Pada Pesantren di Sukoharjo dan memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.


Dalam memproses hukum kasus ini, sambungnya, Kepolisian Resort Sukoharjo harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 


"Bahwa Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas: perlindungan; keadilan; nondiskriminasi; kepentingan terbaik bagi Anak; kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; pembinaan dan pembimbingan Anak; perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan," 


Kementerian Agama bersama Dinas Pengendalian Peduduk, KB, dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sukoharjo agar memastikan terpenuhinya hak keluarga korban diantaranya, pendampingan psikologi, pendampingan hukum, pemulihan dan lainnya. 


Kementerian Agama bersama Dinas Pengendalian Peduduk, KB, dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sukoharjo agar memberikan pendampingan dan pemulihan dalam bentuk trauma healing atau lainnya pada santri pesantren, terutama pada anak yang melihat, menyaksikan dan berinteraksi langsung dengan korban.


Kementerian Agama dan Dinas Pengendalian Peduduk, KB, dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sukoharjo, secara intensif dan konsisten, mendampingi pondok pesantren se Kabupaten Sukoharjo melakukan berbagai upaya untuk mencapai standard Pesantren Ramah Anak; melakukan edukasi tentang UU RI No. 35 Tahun 2014 perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya terkait anti kekerasan di lingkungan pesantren.


Kementerian Agama RI bersama Kanwil dan Kemenag Kabupaten/Kota agar melakukan langkah akselerasi dan inovatif terhadap upaya mencegah kekerasan pada lembaga pendidikan pesantren. Salah satunya dengan membentuk Satgas/Tim Khusus yang memiliki keterampilan dalam perlindungan anak.


"Masyarakat memainkan peran utamanya dalam mencegah dan menangani kekerasan terhadap dan atau oleh anak, dengan cara memperkuat pengetahuan dan ketrampilan warga masyarakat dalam mengenali hak-hak anak dan dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan," imbuhnya.


KPAI mendorong semua pihak terkait di Kabupaten Sukoharjo untuk menjadikan kasus ini sebagai pelajaran serius; dan agar tidak mentolerir sedikitpun budaya kekerasan di kalangan anak, termasuk di lingkungan pondok pesantren dan lembaga pendidikan lainnya, baik yang formal, informal maupun non-formal, dengan tahap awal fokus pada edukasi hak-hak anak sebagaimana diatur dalam UU RI No. 35 Tahun 2014 perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.