Nasional

KH Muhaimin Zen Imbau Para Penghafal Qur'an Kaji Hubungan Qiraat dan Rasam Utsmani

Ahad, 26 Januari 2025 | 20:30 WIB

KH Muhaimin Zen Imbau Para Penghafal Qur'an Kaji Hubungan Qiraat dan Rasam Utsmani

KH Muhaimin Zen saat menghadiri Haul Masyayikh Pondok Pesantren Madrasah Qur'an (MQ) Tebuireng dan Temu Alumni di Masjid Jami' Darul Muttaqin, Jatikramat, Jatiasih, Kota Bekasi, pada Sabtu (25/1/2025) malam. (Foto: dok. panitia)

Jakarta, NU Online

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Jam’iyyatul Qurra wal Huffaz Nahdlatul Ulama (JQHNU) 2002-2018 KH Muhaimin Zein mengimbau para penghafal Al-Qur'an agar melakukan kajian pemikiran terkait hubungan qiraat dan rasam utsmani. Menurutnya, langkah ini penting karena menjadi kebutuhan masyarakat dewasa ini.


"Lalu pengembangannya apa? Bagaimana sekarang 'alaqah-nya (kaitannya) qiraat dan rasam utsmani? Ini perlu dikaji," ujarnya saat menghadiri Haul Masyayikh Pondok Pesantren Madrasah Qur'an (MQ) Tebuireng dan Temu Alumni di Masjid Jami' Darul Muttaqin, Jatikramat, Jatiasih, Kota Bekasi, pada Sabtu (25/1/2025) malam.


Dilansir laman resmi UIN Sunan Kalijaga, hubungan rasam Al-Qur'an dengan qiraat dapat dilihat dari dua hal. Pertama, bahwa rasam mushaf utsmani menjadi salah satu syarat atau tolok ukur diterimanya suatu qiraat. Dua syarat lainnya adalah memiliki sanad yang shahih dan sesuai dengan kaidah-kaidah dalam bahasa Arab.


Kedua, terkait pada praktik bacaan, termasuk persoalan cara waqaf/berhenti pada suatu kata. Ulama qiraat menjelaskan bahwa qiraat yang diterima harus sesuai dengan salah satu rasam mushaf utsmani. Hal ini karena mushaf-mushaf yang ditulis di masa Utsman memiliki perbedaan.


Awal mula pelembagaan MQ Jombang

Kiai Muhaimin mengisahkan tentang awal mula pelembagaan MQ yang lahir dari rutinan tiap bulan di Masjid Agung Jombang. Rutinan setiap Jumat Legi yang disebut Mudarosah Al-Qur'an ini digiatkan sejak 1969.


Singkat cerita, rutinan ini melahirkan Madrasatul Quran di Jombang pada 1971, lalu selang tujuh tahun rutinan itu juga membuahkan Jam'iyah Mudarosah Qur'an (JMQ) di Jakarta atas usulan Nyai Solichah Wahid Hasyim.


"Mudarosah Al-Qur'an itu kalau di Jombang melahirkan (ponpes) Madrasatul Qur'an, kalau di Jakarta melahirkan Jamiyah Mudarosah Al-Qur'an," ungkap sekretaris Mudarosah Al-Qur'an yang diketuai langsung pengasuh MQ saat itu.


Sementara itu, Dewan Pengasuh Pesantren MQ KH Ahmad Musta'in Syafi'i berpandangan bahwa Al-Qur'an memiliki kata yang bermakna sama, tetapi memiliki isyarat yang berbeda.


Kiai Ta'in, begitu ia kerap disapa, menjelaskan bahwa untuk mengetahui awal surat apakah menggunakan frasa sabbaha atau yusabbihu maka perlu melihat nama suratnya.


"Kalau nama surah itu muhmalah, tidak bertitik, berarti (lafal) tasbihnya pasti tidak bertitik, sabbaha. Kalau nama surahnya itu awal hurufnya muljamah atau bertitik maka tasbihnya pasti fi'il mudhari', yusabbihu," terang kiai pakar ilmu Al-Qur'an itu.


Lebih lanjut, Kiai Ta'in menjelaskan perbedaan konteks dalam penggunaan rahmah dengan ta' marbuthah dan rahmat dengan ta' mabsuthah. Menurutnya, setiap lafal rahmat dalam Al-Qur'an yang ditulis dengan ta' mabsuthah menunjukkan rahmat yang berasal dari Allah.


Lalu, rahmat ini mengandung semangat al-hulul, yakni proses penyelesaian problematika yang terjadi. Hal ini sebagaimana kasus Nabi Zakaria yang tak punya anak, yang terekam dalam Surat Maryam ayat 2.


"Setiap rahmat yang tulisannya (menggunakan ta') itu biasa langsung diidhafahkan dengan Allah. Lalu rahmat ini adalah al-hulul. Hulul itu penyelesaian dari problem yang ada," jelasnya.


Sebagai informasi, acara ini juga dihadiri oleh Ketua Ikatan Alumni Madrasatul Quran (IAMQ) Jabodetabek KH Zaenal Arifin, Pengasuh Pesantren Mambaul Khoirot Jombang sekaligus alumni sepuh KH Fauzan Kamal, serta puluhan alumni dan jamaah lainnya.