Jakarta, NU Online
Mustasyar PBNU KH Ma'ruf Amin meminta para santri tidak hanya belajar membaca Al-Qur’an dan kitab kuning. Namun belajar lebih luas lagi, yaitu soal situasi kehidupan sehingga bisa memberi jalan keluar bagi permasalahan bangsa.
"Santri sekarang harus melengkapi diri melawan isu-isu yang ada agar dapat menangkal berita miring dan hoax. Jadi, tidak hanya mampu membaca Al-Qur’an dan menulis serta membaca kitab kuning," katanya melalui siaran pers, Jumat, 19 Oktober 2018.
Kiai Ma'ruf mengungkapkan hal itu saat menghadiri peringatan Hari Santri bersama ulama se-Madura di Pondok Pesantren Hidayatulloh Al Muhajirin, Arosbaya, Bangkalan, Madura.
Sejak zaman dahulu, Kiai Ma'ruf menjelaskan, pondok pesantren bertugas menyiapkan generasi untuk membangun bangsa dan negara. Atas dasar itu, dia berharap para santri bisa membaca huruf-huruf Allah di dalam tata kehidupan sehingga bisa membaca situasi dan kondisi, problem-problem yang terjadi.
Beberapa waktu lalu, sekitar Februari, juga di Madura, menurut Kiai Ma’ruf, santri sekarang ini menghadapi tantangan dan tugas lebih berat, antara lain adalah memastikan kemandirian ekonomi sebagai tonggak dari pembangunan bangsa.
"Salah satu pemicu konflik suatu negara adalah kesenjangan ekonomi,” kata KH Ma’ruf Amin, Jumat (16/2).
Oleh sebab itu NU melalui pesantren sebagai basis utama umat harus mampu memberikan jawaban atas segala kebutuhan dan keresahan tersebut, lanjutnya.
Kiai Ma'ruf menegaskan bahwa kemajuan ekonomi harus mampu disikapi dengan baik oleh NU dan pesantren.
“Karena untuk memperkuat perekonomian nasional harus dimulai penguatan dari bawah," tandasnya.
Guru besar dalam bidang ilmu ekonomi syariah Universitas Islam Negeri Malang juga mengimbau masyarakat untuk tetap berpegang teguh terhadap NU dalam menghadapi dinamika sosial yang terus berkembang.
"NU telah mendunia, sebagaimana makna huruf dhad yang memanjang dalam lambangnya mengisyaratkan bahwa jam'iyah ini harus berperan aktif mencakup seluruh dunia,” jelas Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Pusat ini. (Abdullah Alawi)