Nasional

Kiai Said Jelaskan Nafsu Mempersulit Dikabulnya Doa

Selasa, 7 September 2021 | 02:30 WIB

Kiai Said Jelaskan Nafsu Mempersulit Dikabulnya Doa

Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj saat mengisi sebuah acara di Jakarta pada tahun 2019. (Foto: NU Online/Suwitno)

Cirebon, NU Online

Dalam diri setiap manusia terdapat nafsu. Sementara potensi nafsu itu sendiri adalah mengajak pada kemaksiatan yang menjadi sebab sulit dikabulkannya doa. Karena itu, kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil  Siroj, nafsu dapat membuat doa sulit dikabulkan.

 

"Karena ruh kita di dunia masih bersifat parsial, yaitu ruh yang masih terikat oleh jasad dan nafsu maka doa kita pun sulit dikabulkan," ungkap KH Said Aqil Siroj saat menghadiri tahlil dalam rangka Haul ke-32 KH Aqil Siroj dan Sesepuh Pondok Pesantren KH Aqil Siroj (KHAS), Cirebon, Jawa Barat, Senin (6/9/2021).

 

Menurut Kiai Said, untuk menyiasati supaya doa mudah dikabulkan adalah dengan berziarah dan bertawasul kepada ruh yang universal, yaitu ruh para ulama yang sudah wafat. Sebab, ruh mereka sudah tidak lagi terikat dengan jasad dan nafsu. 

 

"Untuk menghubungkan ruh kita dengan Sang Maha Absolut (abadi), kita harus mengistirahatkan nafsu dalam diri, melalui hubungan dengan ruh universal, yaitu ruh para ulama, syuhada, dan para shalihin," papar Kiai Said.

 

Dasar tawassul kepada ulama
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah itu juga menjelaskan, dasar bertawassul kepada para ulama memang tidak ada nash-nya. Tetapi harus diyakini, mereka termasuk orang-orang yang diizinkan oleh Allah memberi syafaat. Ini berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 255, "Mandzalladzî yasyfa’u ‘indahû illâ bi idznih". Artinya, tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.

 

"Berbeda dengan tawasul kepada Nabi Muhammad saw, nash-nya jelas," imbuhnya. 

 

Dijelaskan oleh Kiai Said, dalil bertawasul kepada Nabi Muhammad saw adalah Surat An-Nisa ayat 64 yang berbunyi "Walau annahum idz dzalamû angfusahum jâ’ûka fastaghfarullâha wastahgfaralahumurrasûlu lawajadullâha tawwâban rahîma."

 

Artinya, "Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

 

Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Kendi Setiawan