Kisah Penyintas Covid-19: Doa dan Dukungan Jadi Suplemen Terbaik
Ahad, 8 November 2020 | 11:00 WIB
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Muhammad Nur Huda, salah seorang penyintas Covid-19. Ia bercerita banyak soal pengalamannya dalam berjuang menghadapi virus mematikan ini. Berbagai gejala telah ia rasakan sejak pertengahan September lalu.
Dalam sebuah webinar yang ditayangkan di Kanal Youtube Satgas NU Peduli Covid-19, Huda menyampaikan soal kronologis hingga ia dinyatakan positif oleh medis. Hal itu bermula pada 16-18 September 2020, ia mengikuti kegiatan yang digelar Kementerian Agama RI di salah satu hotel di Jakarta.
"Saya mewakili FKDMI (Forum Komunikasi Dai Muda Indonesia) untuk mengikuti kegiatan itu," ungkap pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat FKDMI ini.
Ia mengakui bahwa pada kegiatan tersebut, protokol kesehatan sudah sangat ketat dilakukan dan memenuhi standar aturan yang ditetapkan pemerintah. Bahkan sebelum kegiatan dimulai, dilakukan terlebih dulu rapid-test.
Usai menjalani rapid-test, Huda dinyatakan nonreaktif sehingga bisa langsung mengikuti kegiatan hingga selesai. Namun, gejala Covid-19 mulai dirasakan pada Sabtu (19/9) dan Ahad (20/9) saat ia sudah berada di rumah.
"Di dua hari itu banyak gejala yang saya alami. Mulai dari penciuman yang hilang sama sekali, tidak bisa ada rasa, dan bahkan makan tidak terasa. Kemudian badan juga tidak enak," ungkapnya.
Saat mengetahui bahwa yang dirasakan itu merupakan gejala Covid-19, ia meminta izin kantor untuk beristirahat selama satu pekan. Tetapi setelah menjalani isolasi selama satu pekan, belum ada tanda-tanda perubahan.
"Kemudian saya minta izin kantor lagi selama satu pekan untuk isolasi mandiri di rumah Ciputat. Kebetulan memang di sana, saya sedang sendiri. Keluarga ada di Pulau Seribu," katanya.
"Saya berani untuk isolasi di rumah sendiri karena memang saya yakin di rumah (Ciputat) tidak ada keluarga dan tidak akan berdampak pada siapa pun," imbuh Huda.
Selama menjalani isolasi mandiri itu, kondisinya sudah semakin membaik dan ia yakin dalam keadaan sehat. Lalu pada Ahad (11/10), ia izin untuk bisa kembali masuk kerja pada Senin (12/10).
Namun, ia mendapat arahan dari pihak kantor untuk terlebih dulu menjalankan tes swab. Hal tersebut untuk memastikan kondisi tubuh Huda yang dirasa sudah membaik. Soal biaya, ditanggung kantor.
Sesuai arahan dari pihak kantor itu, Huda lantas mendaftar tes swab secara online di RS Sari Asih yang lokasinya berdekatan dengan Kantor NU Peduli Tangerang Selatan, pada 12 Oktober 2020.
Lalu dua hari berikutnya, Rabu (14/10) Huda mendapat kiriman surat elektronik dari pihak rumah sakit terkait hasil tes swab yang sudah dilakukannya. Dari situlah, ia mendapat informasi bahwa telah dinyatakan positif Covid-19.
"Kemudian saya melapor ke kantor, karena bagaimana pun saya punya tanggung jawab untuk ini. Saya disarankan untuk isolasi mandiri di rumah, selama satu pekan sejak 14 Oktober itu," katanya.
"Padahal, kalau secara fisik, saya sudah lebih fit daripada sebelum saya melakukan swab. Tapi kan itu hasil medis, kita tidak tahu. Tetapi kalau saya secara pribadi, merasa lebih fit setelah swab ketimbang sebelumnya. Tapi karena tes swab dinyatakan positif, maka saya langsung mengisolasi diri," imbuhnya.
Mulai saat itu, Huda melakukan isolasi penuh selama satu pekan hingga 21 Oktober. Di hari terakhir, ia berkeinginan untuk kembali menjalani tes swab untuk membuktikan isolasi yang telah dilakukannya itu berhasil.
"Tapi sebenarnya sebelum tanggal 21 Oktober, saya masih merasa sesak dan merasakan gejala-gejala yang lain. Akhirnya berdasarkan saran dari berbagai pihak, saya menjalankan perawatan secara medis dan maksimal. Saya dibawa ke RS Fatmawati. Tentu dengan beragam usaha yang dilakukan berbagai pihak. Termasuk NU Peduli Tangsel," tutur Huda.
Ia diantar menggunakan mobil ambulan NU Peduli Tangsel pada 21 Oktober 2020. Tiba di RS Fatmawati, pada sore. Lalu malam harinya, ia masuk ke ruang Unit Gawat Darurat (UGD) terlebih dulu sekitar satu hingga dua jam.
Setelah menunggu, Huda diperkenankan masuk ke dalam ruang perawatan khusus di lantai 3, di ruang Anggrek. Mulanya, di dalam kamar ia hanya seorang diri. Tetapi pada empat hari setelahnya, diisi oleh dua orang lain yang juga terkonfirmasi positif Covid-19.
"Karena memang di lantai 3 itu diperuntukkan bagi pasien Covid-19 yang agak ringan. Berbeda dengan yang ada di lantai 6. Di sana itu pasien yang agak berat," ucapnya.
Masih di hari yang sama, ia kembali dites swab oleh dokter di RS Fatmawati. Dua hari berikutnya, 23 Oktober 2020, ia juga dites swab. Bersyukurnya, hasil dari kedua swab itu menyatakan bahwa ia sudah negatif Covid-19.
"Tetapi karena saya masih ada keluhan sesak dan batuk maka saya disarankan dokter untuk tetap melakukan perawatan pemulihan di rumah sakit. Saya juga sangat setuju. Keluarga juga sudah diinformasikan, karena lebih aman dalam hal pengawasan secara medis," tuturnya.
Lantaran sudah dinyatakan negatif Covid-19 sejak 23 Oktober ditambah pula dengan taat mengikuti proses atau alur medis yang telah ditetapkan, maka pada 29 Oktober 2020 ia dipersilakan untuk keluar dari rumah sakit.
"Meskipun sudah dinyatakan negatif, tapi saya tetap menjalankan perawatan pemulihan. Karena nafas saya sesak dan terkadang harus memakai alat bantu oksigen untuk bernafas. Itu saya lakukan sampai 29 Oktober," jelas Huda.
Setelah dinyatakan negatif dan diperkenankan pulang pada 29 Oktober, ia kemudian kembali melakukan isolasi mandiri di rumah selama satu pekan. Setelah itu, ia baru bisa dan boleh menemui keluarga di Pulau Seribu.
"Bahkan ketika saya ke pulau pun, tidak langsung bisa ketemu keluarga. Saya harus melakukan isolasi secara khusus di penginapan sehingga saya awal-awal datang belum bisa bertemu dengan anak dan istri," katanya.
"Saya harus mengatur pola isolasi. Saya konsultasi dengan dokter di kantor Kemkominfo terkait dengan alur yang harus saya lakukan. Lalu saya diberikan arahan. Alhamdulillah per kemarin (6 November 2020), saya sudah bisa ketemu dengan keluarga secara utuh sampai hari ini," imbuh Huda.
Rencananya, mulai Rabu (11/11) mendatang, ia sudah bisa beraktivitas kembali. Ia juga sudah diperkenankan masuk kantor. Namun tentu harus dengan mematuhi protokol kesehatan secara ketat. Menurutnya, protokol kesehatan itulah yang semestinya dilakukan oleh semua pihak.
Selama menjalani masa isolasi, perawatan, hingga dinyatakan negative Covid-19, Huda mengakui dirinya sudah melakukan berbagai macam usaha. Ia berterima kasih pula kepada teman-teman kantor yang sudah terlebih dulu merasakan apa yang dirasakan Huda.
"Pada Agustus lalu ada yang positif sehingga mereka (teman-teman di kantor) membuat grup khsusus mantan pengidap Covid-19. Saya dimasukkan. Di situlah motivasi masuk setiap hari karena mereka termasuk bagian dari kita juga," katanya.
Menurut Huda, dukungan dari teman-teman dan keluarga di saat-saat sulit seperti yang ketika itu dihadapinya sangat berharga. Itu pula yang ia dapatkan selama menjalani masa isolasi mandiri di rumah.
Lebih jauh ia mengungkapkan bahwa edukasi kepada masyarakat mengenai Covid-19 ini sangat penting dilakukan. Masyarakat perlu tahu bahwa jika ada orang terdekatnya terkena Covid-19, jangan lantas dihakimi dan dijauhi secara moral. Sebab, pasien Covid-19 membutuhkan motivasi dalam berjuang untuk bisa sembuh.
Salah satu suplemen terbaik yang harus diberikan kepada pasien Covid-19 adalah dukungan dari berbagai pihak. Itulah yang disebut Huda sebagai suplemen secara mental. Namun di samping itu, pasien Covid-19 juga tetap harus mengonsumsi vitamin dan obat-obatan sesuai anjuran dokter.
Huda sendiri, selama masa isolasi dan dinyatakan positif Covid-19 itu sudah sangat sering mengonsumsi berbagai macam obat. Tak hanya itu, ia juga dibawakan madu, buah-buahan, dan bahkan obat herbal oleh teman-temannya.
"Semua itu saya konsumsi. Mulai dari obat herbal sampai madu. Tapi saya konsultasikan juga ke dokter. Selama ini, saya sudah menghabiskan hampir 6 atau 7 botol. Botolnya masih saya simpan untuk kenang-kenangan," katanya.
Selain itu, obat yang paling ampuh saat terkena musibah (positif Covid-19) adalah berdoa serta bertawakkal kepada Allah. Kemudian ditambah dengan banyak membaca shalawat dan Al-Qur'an. Baginya, spiritualitas di masa-masa sulit memang harus selalu ditingkatkan.
"Itu yang saya lakukan. Namun. siapa pun orang beragama, tentunya harus selalu juga berdoa. harus selalu kita lakukan. Doa dari teman-teman juga jadi semacam suplemen untuk saya," pungkas Huda.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua