Nasional

KSP: Pemberantasan Terorisme Harus Dilakukan Bersama-sama

Jumat, 29 Maret 2019 | 17:55 WIB

Jakarta, NU Online

Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden Republik Indonesia Sylvana Maria Apituley mengatakan bahwa tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan meningkatnya aksi intoleransi, radikalisme kekerasan yang berbuntut pada aksi terorisme.

Maka dari itu tidak ada resep pasti yang tunggal tentang cara pemberantasan ketiga masalah tersebut. Sehingga berbagai upaya dan pendekatan perlu dilakukan mulai dari pendekatan sosial, program peningkatan kesejahteraan dan tentunya penegakan hukum atau law enforcement.

Selain itu sejumlah kerja sama juga dilakukan pemerintah baik antara lembaga dalam pemerintah sendiri, antar pemerintah dan lembaga non-pemerintahan, pemerintah dan masyarakat, dan seterusnya. Ia juga menyebut bahwa BNPT sebagai leading sector penanggulangan aksi terorisme telah mengajukan Rencana Aksi Nasional tentang penanggulangan aksi terorisme.

“Sinergi antar lembaga perlu dilakukan baik antara pemerintahan maupun dengan NGO dan masyarakat secara langsung, juga kerja sama dengan lembaga luar negeri,” kata Sylvana Maria Apituley seminar publik bertajuk; “Radikalisme dan Ekstremisme di Asia; Pengalaman, Analisis dan Strategi untuk Mencegahnya” yang digelar Organisasi Non-Pemerintahan INFID di Jakarta, Kamis (28/3).

Sehingga bentuk penguatan kerja sama antara negara sangat penting untuk dilakukan mengingat kawasan perbatasan kerap dijadikan ‘pintu belakang’ oleh kawanan teroris untuk keluar masuk menuju dan dari sebuah negara seperti yang dilakukan kelompok Abu Sayyaf dari perairan Indonesia dan Filipina.

Diskusi ini sendiri menghadirkan empat pembicara dari background yang berbeda. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pengalaman dan strategi yang berbeda untuk menanggulangi aksi radikalisme kekerasan yang berujung pada terorisme.

Ada empat dari lima pembicara yang hadir dalam acara tersebut, yakni: Franco Joseph Raymond Silva (RSIS-NTU) Singapura, Muhammad Amir Rana (Pak Institute for Peace Studies) Pakistan, Rafia Bhulai (Strong Cities Network) dan Yuyun Wahyuningrum dari Indonesia rep for AICHR dengan moderator Dina Zaman dari IMAN Research. (Ahmad Rozali)