Jakarta, NU Online
Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta kepada pemerintah untuk merespon perkembangan inovasi produksi tembakau alternatif. Respon pemerintah penting untuk memfasilitasi proses produksi tembakau sehingga memberikan manfaat bagi seluruh pihak.
“Pemerintah belum memberi jaminan hukum yang memadai baik untuk kepentingan perlindungan publik maupun dunia usaha yang memproduksi inovasi produk tembakau alternatif,” kata Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad seperti rilis yang diterima NU Online, Rabu (17/7).
Pernyataan itu kata Rumadi sebagai tindak lanjut dari Musyawarah Nasional (Munas) ALim Ulama dan Konferensi Besar NU pada akhir Februari 2019 lalu mengenai produk tembakau alternatif.
“Produk tembakau alternatif merupakan hasil pengembangan dari inovasi teknologi di industri hasil tembakau (IHT). Produk ini, menurut riset ilmiah di negara maju, berpotensi mengurangi zat kimia berbahaya hingga 95 persen dibandingkan rokok konvensional,” tuturnya.
PBNU menurut Rumadi mendukung penuh jika hal itu akan memunculkan kebermanfaatan untuk masyarakat. Dalam konteks fikih Islam, lanjut Rumadi, mengembangkan ilmu pengetahuan melalui inovasi teknologi yang memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat sangat dianjurkan.
Jika terjadi tarik menarik antar pemangku kepentingan, Lakpesdam berharap pemerintah tidak ragu sebab regulasinya sudah tertuang melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 156 Tahun 2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Dosen di Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini meyakini produk tembakau alternatif lebih banyak memberikan manfaat ketimbang keburukan (mudaratnya). Dalam hal ini PBNU tidak sembarangan, sebelumnya Lakpesdam telah melakukan kajian mendalam itu bisa digali dari hasil kajian Lakpesdam melalui buku berjudul FikihTembakau – Kebijakan Produk Tembakau Alternatif di Indonesia.
”Dari aspek ekonomi, hasil kajian juga menunjukkan bahwa kehadiran produk inovasi tersebut berpotensi mendorong pertumbuhan industri tembakau, terutama petani-petani dari kalangan NU,” tuturnya.
Intinya, pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya belum menanggapi serius terhadap produk tembakau alternatif. Hal ini terbukti dengan masih minimnya kajian-kajian ilmiah dan pusat-pusat penelitian.
Perspektif pemerintah sampai saat ini masih terkait cukai dan kesehatan. Tetapi, paradigma untuk mengurangi risiko orang terhadap bahaya merokok belum juga dilakukan.
“Oleh karena itu NU memandang penting riset-riset mengenai produk tembakau ini perlu dilakukan. Kedua, memastikan bahwa kalau dikembangkan produk tembakau alternatif ini perlu perlindungan yang kuat, serta diperlukan aturan yang mengatur penggunaan dan promosi hanya untuk perokok di atas usia 18 tahun, hal ini penting untuk melindungi generasi muda," ujar Rumadi. (Abdul Rahman Ahdori/Abdullah Alawi)