Nasional 1 ABAD NU

Masjid Al-Abror, Berdiri Sejak 1678, Erat dengan Penyebaran Islam dan Berdirinya Sidoarjo

Senin, 6 Februari 2023 | 17:15 WIB

Masjid Al-Abror, Berdiri Sejak 1678, Erat dengan Penyebaran Islam dan Berdirinya Sidoarjo

Masjid Al-Abror erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Sidoarjo dan titik awal penyebaran Islam di Kota Delta yang saat itu masih bernama Kabupaten Sidokare. Masjid ini menjadi salah satu tempat transit jamaah puncak 1 Abad NU pada 7 Februari 2023 di Gelora Delta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Sidoarjo, NU Online

Kauman menjadi salah satu tempat bersejarah di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Di kampung ini terdapat Masjid yang ramai dikunjungi oleh masyarakat luar Sidoarjo, bernama Masjid Jami Al-Abror. Masjid Al-Abror erat kaitannya dengan sejarah berdirinya Sidoarjo dan titik awal penyebaran Islam di Kota Delta yang saat itu masih bernama Kabupaten Sidokare.


Berdasarkan dokumen sejarah yang disusun takmir masjid Al-Abror tahun 2022, masjid ini didirikan oleh ulama ternama bernama Kiai Muljadi atau masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Mbah Muljadi tahun 1678 masehi. Dengan demikian, saat ini masjid tersebut berusia lebih dari 345 tahun.


Dalam catatan berjudul “Sejarah Masjid Al-Abror Kauman, Sidoarjo” tersebut disebutkan bahwa KH Muljadi merupakan ulama asal Mataram yang menyelamatkan diri dari pembantaian di Plered, Yogyakarta sekitar tahun 1600-an lantaran ada pemberontakan Trunojoyo. Saat itu, 5.000 lebih ulama dikumpulkan oleh Raja Amangkurat I atau dikenal dengan Sunan Amarat I putra Sultan Agung. 


Raja Amangkurat I mengira para kiai turut membantu adiknya dalam upaya kudeta terhadap dirinya. Dia pun marah berapi-api kepada para ulama tersebut dan bermaksud untuk membunuhnya. Namun, para ulama melakukan perlawanan dan melarikan diri ke tempat-tempat yang aman untuk keselamatan jiwanya.


Meskipun peristiwa itu juga memberikan kabar yang buruk karena 5000 ulama dikabarkan wafat terbunuh. Sedangkan beberapa ulama lainnya berhasil kabur dan melarikan diri, salah satunya yaitu KH Muljadi yang bersembunyi di Desa Suko, Sidoarjo.


Akhirnya, di tempat inilah Mbah Muljadi tinggal dan meneruskan perjuangan keulamaannya dengan berdakwah dari satu tempat ke tempat lain serta berdagang di pasar. 


“Mbah Muljadi dulu mondar-mandir ke Desa Suko menggunakan perahu untuk berdakwah dan berdagang. Akhirnya dulu di daerah pasar ini, ada bekas bangunan kosong, terus oleh Mbah Muljadi dibersihkan,” kata Muhammad Alfan, pengurus takmir Masjid Al-Abror, ditemui NU Online di masjid Al-Abror di Jalan Kauman, Pekauman, Kecamatan Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (6/2/2023). 


Ia menambahkan, bekas pondasi bangunan kosong tersebut tidak dirobohkan tetapi digunakan sebagai pondasi lagi untuk membangun sebuah bangunan yang sederhana. Jadilah masjid yang masih sederhana tetapi oleh masyarakat dinilai cukup layak untuk dijadikan tempat shalat dan berkumpul bagi masyarakat sekitar pasar. 


“Masjid sederhana ini akhirnya digunakan masyarakat untuk mengaji, berdakwah dan dijadikan masyarakat tempat pelatihan membatik,” tutur Alfan. 


Alfan mengatakan, dalam mendirikan masjid bersejarah tersebut KH Muljadi dibantu oleh kiai lain yaitu Mbah Muso dan istrinya bernama Mbah Badrijah dari Madura serta Mbah Sayyid Salim dari Cirebon.


Kehadiran Masjid Al-Abror menjadi penggerak peradaban masyarakat Desa Suko, Sidoarjo karena sejak itulah pergerakan perekonomian masyarakat dan aktivitas keagamaan masyarakat setempat terlihat cukup aktif hingga sekarang. 


“Sejak didirikan masjid ini baru mengalami dua kali renovasi yaitu pada tahun 2006 dan tahun 2009. Tetapi hampir 90 persen bangunan diubah total, sehingga wujud asli bangunan ini sudah tidak terlihat lagi,” ujarnya. 


Alfan mengungkapkan bahwa tersisa 3 bangunan asli yang menjadi bukti sejarah, yaitu sumur, gerbang pintu masjid dan makam para pendiri masjid yang berada di paling belakang. Masjid berusia ratusan tahun tersebut, lanjut Alfan, masih menggunakan sumur yang dibuat oleh Mbah Muljadi. 


“Air di sumur yang berusia ratusan tahun itu masih deras dan bisa digunakan untuk minum, mandi dan berwudhu,” ucap dia. 


Kini, masjid yang sudah menjadi situs budaya tersebut dikelola oleh masyarakat setempat melalui takmir masjid yang berisi para pengurus Nahdlatul Ulama Kabupaten Sidoarjo. Setiap hari masjid itu ramai dikunjungi oleh masyarakat yang berasal dari Sidoarjo dan luar Sidoarjo, sekadar untuk shalat dan istirahat sekaligus melihat masjid bersejarah itu. 


“Sekarang masjid ini kami jadikan sebagai pusat kegiatan keagamaan antara lain pengajian kitab kuning dan kegiatan sekolah Madrasah Diniyah Awaliyah bagi anak-anak,” kata Alfan. 


Jadi Tempat istirahat jamaah puncak 1 Abad NU


Alfan mengatakan pada agenda resepsi puncak satu abad NU, Masjid Al-Abror dijadikan sebagai tempat istirahat bagi warga NU yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia. Pihaknya telah menyiapkan segala kebutuhan nahdliyin seperti MCK dan ruangan untuk rebahan. 


“Iya kami berharap peserta resepsi 1 abad NU bisa istirahat di masjid ini, sudah kami persiapkan segala kebutuhan untuk jamaah,” tuturnya. 


Pantauan NU Online di lapangan, menjelang perayaan resepsi puncak satu abad NU, masyarakat dan pemerintah Sidoarjo dari mulai Pemerintah Kabupaten Sidoarjo hingga pemerintah kelurahan, berbondong-bondong membantu pelaksanaan acara satu abad NU. 


Hal ini dilakukan masyarakat dan pemerintah dengan menyediakan parkiran gratis, makanan, snack, rumah, masjid, toilet dan segala macam kebutuhan peserta satu abad NU. Masyarakat dan pemerintah terlihat antusias menyambut para tamu dan peserta satu abad NU yang datang dari luar Sidoarjo.


Kontributor: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Fathoni Ahmad