Munas-Konbes NU 2021 Soroti Kerapuhan Sistem Kesehatan Nasional
Kamis, 23 September 2021 | 07:00 WIB
Pemerintah harus segera menyelesaikan target vaksinasi minimal 70 persen populasi atau setara dengan 182 juta penduduk Indonesia.
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) pada 25-26 September 2021 di Jakarta akan membahas persoalan penting di tengah pandemi Covid-19 ini. Salah satu pembahasan itu mengenai rapuhnya sistem kesehatan nasional yang kemudian akan disusun poin-poin rekomendasi untuk disampaikan kepada para pemangku kebijakan.
Berbagai kebijakan pemerintah mulai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dinilai belum sepenuhnya efektif menurunkan tingkat penularan. Problem ini kemudian diurai menjadi tiga level yakni di hulu, tengah, dan hilir.
“Kalau di sisi hulu, kan memang bagaimana agar rantai penularan bisa diputus. Artinya disiplin protokol kesehatan (prokes) itu menjadi pilar utama dalam melakukan kegiatan pribadi maupun organisasi, sehingga kalau prokes ini diabaikan sisi hilirnya akan rentan sekali jebol,” jelas Sekretaris Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2021 M Kholid Syeirazi kepada NU Online, Kamis (23/9/2021) siang.
Selain itu, persoalan penanganan kesehatan di masa pandemi ini diangkat karena sebagian masyarakat yang terpengaruh oleh berita hoaks, tidak percaya adanya Covid-19, dan mengembangkan berbagai teori konspirasi tentang pandemi. Rendahnya literasi masyarakat pun dipandang sebagai faktor yang mempersulit proses penanganan.
Di sisi hulu, kata Kholid, persoalan prokes sangat penting agar penanganan di sisi hilir tidak jebol. “Disiplin prokes tidak boleh diabaikan termasuk jam’iyah NU tidak boleh mengabaikan faktor prokes dalam menggerakkan roda organisasi,” katanya.
Kemudian di sisi tengah ada program vaksinasi. Kholid mengatakan, pemerintah harus segera mempercepat atau menyelesaikan target vaksinasi minimal 70 persen populasi atau setara dengan 182 juta penduduk Indonesia. Namun, kalau proses vaksinasi berjalan lama maka herd immunity (kekebalan kelompok) sulit tercapai.
“Karena pembentukan antibodi inilah yang akan menciptakan kekebalan komunitas. Misalnya seseorang sudah divaksin yang kedua itu usianya sudah lebih dari 6 bulan, sementara ada yang belum divaksin, itu artinya tidak mungkin terjadi antibodi, tidak mungkin terjadi herd immunity. Itu sisi tengah,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) itu.
Sementara itu, persoalan yang terjadi di sisi hilir dalam penanganan kesehatan di masa Covid-19 dan menjadi sorotan penting adalah soal ketimpangan fasilitas serta tenaga kesehatan. Dikatakan Kholid, rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang andal hanya berada di kota-kota.
“Tapi faskes dan nakes di daerah-daerah belum sesuai standar WHO, sehingga mau tidak mau harus diupayakan oleh pemerintah,” katanya.
Selain itu, Kholid menjelaskan bahwa yang menjadi sorotan mengenai sisi hilir ini adalah mengenai produk-produk alat kesehatan yang sebagian besar berasal dari luar negeri alias impor.
“Itu sesuai keterangan pemerintah ada 94 persen alat kesehatan kita itu produk impor. Jadi ini menandai rapuhnya sistem kesehatan nasional,” pungkas Kholid.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Alhafiz Kurniawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua