Nasional

Museum Kebangkitan Nasional Kaji Pemikiran Kebangsan KH. Hasyim Asy’ari

Selasa, 24 Mei 2016 | 15:22 WIB

Museum Kebangkitan Nasional Kaji Pemikiran Kebangsan KH. Hasyim Asy’ari

Kaji Pemikiran KH. Hasyim Asy'ari: nampak KH. Salahudin Wahid, dr. Umar Wahid, dan Sekjen PBNU HA Helmy Faishal Zaini

Jakarta, NU Online
Ketokohan dan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari diakui sangat penting untuk memupuk semangat kabangkitan nasional Indonesia saat ini. Pemikiran Rais Akbar NU tersebut, terutama yang menyangkut dengan pemikiran kebangsaan harus menjadi referensi utama dalam bingkai menggali semangat kebangkitan nasional.

Hal tersebut disampaikan oleh Sekjen PBNU HA. Helmy Faishal Zaini saat menjadi keynote speaker di seminar tokoh “KH. Hasyim Asy’ari” yang dihelat di Museum Kebangkitan Nasional Jakarta, Selasa (24/5).

Dalam pidatonya, Sekjen menyampaikan bahwa  KH. Hasyim Asy’ari adalah ulama yang memiliki visi nasionalisme yang tidak diragukan lagi. Pemikiran kebangsaan KH. Hasyim Asy’ari misalnya termanifestasikan dalam diktum terkenalnya “hubbul wathan minal iman” dan juga fatwa resolusi jihad yang menjadi bahan bakar utama penyemangat perlawanan terhadap penjajah.

Lebih jauh, sebagai seorang kiai, sosok pendiri NU tersebut bukan saja berhasil menjadi sosok yang berjuang mencerdaskan umat, namun lebih dari itu Kiai Hasyim juga merupakan sosok yang mumpuni dalam mengayomi rakyat. “Mbah Hasyim itu soko guru yang benar-benar bisa mengimplementasikan apa yang disebut sebagai usaha pencerdasan terhadap umat dalam hal beragama, dan lebih dari itu juga menjadi juru bimbing bagi masyarakat. Jadi peran ulama untuk yatafaqqahu fiddin (mencerdaskan umat) dan sekaligus yunzira qaumahum (membimbing umat) berimbang dan berjalan seiringan," jelas Helmy.

Sementara itu KH. Salahudin Wahid yang hadir sebagai pembicara mewakili pihak keluarga menyampaikan bahwa KH. Hasyim Asy’ari adalah teladan yang sangat relevan untuk kita anut, utamanya dalam konteks saat ini. Keteladanan yang patut ditiru itu bukan saja mengenai gagasan-gagasan besarnya, namun juga keseharian hidupnya.

“Beliau (KH. Hasyim Asy’ari) mencuci sendiri pakaian guru-gurunya saat guru-guru tersebut ikut ngaji puasanan (mengaji di bulan Ramadhan) di tebuireng. Ini adalah bentuk tawadhu yang luar biasa.” Ungkap Gus Salah.

Beberapa narasumber lain, Budayawan Agus Sunyoto, Erwiza Erman dari LIPI, dan Ahmad Zubaidi dari UNI Jakarta menyampaiakan pandangannya mengenai ketokohan KH. Hasyim Asy’ari melalui kacamata dan sudut pandangnya masing-masing dalam seminar tersebut. (Fariz Alniezar)