Nasional

NU Bisa Menjadi Katalisator Peradaban Indonesia

Senin, 1 Juli 2019 | 21:00 WIB

NU Bisa Menjadi Katalisator Peradaban Indonesia

Katib 'Aam PBNU, KH yahya Cholil Staquf

Jakarta, NU Online
Katib 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf atau biasa disapa Gus Yahya ikut mengucapkan selamat atas ditetapkannya H Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024. 

Untuk membangun bangsa dan negara, NU berkomitmen mengawal implementasi visi misi yang dijalankan. Untuk menjalankan program pemerintah, kata Gus Yahya, mustahil jika tidak melibatkan masyarakat sebagai warga negara. "Dan NU merupakan organisasi yang memiliki kapasitas instrument paling besar untuk melakukan mobilisasi," ujar Gus Yahya kepada NU Online, Senin (1/7).  

Untuk itu, secara kelembagaan NU akan melakukan konsolidasi dan bekerja keras untuk membangkitkan kinerja organisasi. Sehingga mampu secara efektif berfungsi sebagai katalisator bagi gerak maju bangsa dan negara.

"Pemerintah tidak mungkin meraih capaian-capaian yang dicanangkan tanpa partisipasi masyarakat, sedangkan NU merupakan organisasi yang punya kapasitas instrumental paling besar untuk memobilisasikan partisipasi," ungkapnya.

Ia menegaskan, ukuran sosial NU yang raksasa berpotensi menjadi katalisator peradaban Indonesia seperti membangun tradisi berdemokrasi yang lebih sehat, mendorong terciptanya struktur ekonomi yang lebih adil sekaligus lebih besar secara vitalitas.

"Kemudian mengokohkan bangunan budaya sebagai cermin keperibadian bangsa dan lain seterusnya," tuturnya.  

Masa depan Indonesia, ujar Kiai yang menjabat Dewan Pertimbangan Presiden ini, sangat mungkin ditentukan oleh NU. Selama visi misi yang dibangun oleh NU berkaitan penuh dengan nilai peradaban Indonesia.

"Selanjutnya diharapkan agar dalam menyusun formasi kabinet tidak hanya bertumpu pada pertimbangan representasi partai-partai atau kelompok-kelompok pendukung, tapi lebih mengedepankan terwujudnya pengelolaan pemerintahan yang koheren sesuai dengan visi-misi yang dijanjikan," ujarnya.

Ia mengungkapkan, susunan Kabinet adalah gambaran awal tentang sejauh mana presiden berkehendak memenuhi janji-janji visi dan misinya.

"Tentu visi-misi akan terus menjadi dasar penilaian terhadap kinerja pemerintah, sampai dengan paling tidak tengah periode. Sesudah itu akan ada wacana menimbang visi-misi yang dijalankan, apakah benar-benar sesuai dengan kebutuhan nyata bangsa dan negara," pungkasnya. (Abdul Rahman Ahdori/Muiz)