Nasional HARLAH KE-91 NU

NU Selamat Hadapi Rintangan Berat dan Masa yang Pedih

Jumat, 16 Mei 2014 | 15:00 WIB

Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama pada 16 Rajab ini telah berusia 91 tahun, dan berhasil melalui berbagai rintangan berat dan masa yang pedih dalam perjalanan hidupnya.
<>
Demikian dikatakan oleh Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam pidato hari lahir ke-91 NU yang diselenggarakan di gedung PBNU, Jum’at (16/5).

Didirikan pada zaman penjajahan, NU turut merasakan pedihnya kehidupan masa penjajahan, dan para ulama NU melakukan politik oposisi terhadap penjajahan dengan mengharapkan peniruan terhadap segala sesuatu yang berbau penjajah. 

“Pesantren Tebuireng sempat dibakar Belanda, bahkan ketika penjajahan Jepang, NU telah dibubarkan, ujian berat bisa dilalui selamat, masa pedih dilalui dengan baik,” tegasnya.

Tetapi dengan kemampuan kemampuan berdiplomasi yang baik, Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari diangkat menjadi pemimpin Sumubu atau kementerian agama masa Jepang sekaligus pemimpin tertinggi ormas Islam terbesar, yaitu Masyumi.

Kesempatan tersebut digunakan untuk mempersiapkan pasukan Hizbullah dan Sabilillah, yang berhasil mengusir tentara Belanda. Kerjasama dengan Jepang tersebut digunakan untuk mempersiapan pendirian Indonesia, seperti BPUPKI dan PPKI.

Selanjutnya, ketika era kemerdekaan, NU mendapat tantangan dari PKI yang membantai para pemimpin pesantren pada 1948 dan DI TII, juga menyerang fasilitas NU, yang digolongkan kafir karena setia pada Pancasila

Pada masa Orde Baru, NU nyaris lenyap dalam lebur dalam fusi partai PPP, NU bisa bertahan karena kekuatan para ulama, hanya aspirasi politiknya yang disalurkan di partai tersebut.

Selanjutnya, NU kembali ke khittahnya menjadi organisasi massa Islam pada 1984 untuk mengawal kebangsaan.

“Betapapun besar resikonya, NKRI harus dijaga, Bagi Islam “jenggotan”, yang penting allahu akbar. Kita boleh mengkritik pemerintah, tetapi tidak boleh melawan negara,” tandasnya.

Ia mencontohkan, tidak banyak organisasi yang selamat, kuat dan dipimpin para teknokrat, tetapi gagal karena tantangan zaman, hancur karena para pemimpin salah dalam melakukan manuver, NU bisa eksis dan berjaya. 

Ditegaskannya, para pemimpin  NU di darah tidak terlalu pintar, tetapi memiliki komitmen. 

“Ini sebagai rasa syukur diberi umur yang panjang, atas kesehatan dan kekompakan, ketika sejawatnya, organisasi Islam lain sudah tiada atau mengalami kelelahan, ada yang pecah jadi tiga sampai empat. Alhamdulillah, setiap ada yang mau memisah dari NU, kalah sendiri. Ini barokahnya para syuriah dan mustasyarin. (mukafi niam)