Jakarta, NU Online
Ketokohan KH Muhammad Maftuh Basyuni, demikian panggilan akrab pria kelahiran Rembang 4 Nopember 1939 ini dapat dikatakan melejit secara alamiah sepanjang kepemimpinan lima presiden yang berbeda. Mulai dari Presiden Republik Indonesia ke-2, HM Soeharto sampai dengan masa kepemimpinan Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, Maftuh terus mendapat kepercayaan tanpa ikut jatuh bangun seiring pergantian pemerintahan.
Pada tahun-tahun terakhir masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Maftuh dipercaya sebagai pejabat istana, mulai dari Kepala Biro Protokol Kepresidenan hingga Kepala Rumah Tangga Kepresidenan. Pada zaman Presiden BJ Habibie, Dia dipercaya menjadi Duta Besar RI di Kuwait. Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ia dipanggil pulang ke Tanah Air dan diangkat menjadi Menteri Sekretaris Negara.
Pada saat Presiden Megawati menggantikan Gus Dur, pamor Maftuh tidak pudar, ia diangkat menjadi Duta Besar di Arab Saudi dan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Maftuh ditarik pulang lagi ke Tanah Air dan diangkat menjadi Menteri Agama RI yang ke-20.
Muhammad Maftuh Basyuni bertugas sebagai Menteri Agama (Menag) mulai dari Oktober 2004-Oktober 2009. Selama kurun waktu lima tahun, banyak pemikiran, kebijakan dan prestasi kinerjanya yang patut diapresiasi.
Tentu saja, kebijakannya tidak terlepas dari kebijakan yang telah dirintis oleh Menag sebelumnya. Ada kebijakan lama yang disempurnakan, akan tetapi ada pula terobosan kebijakan baru yang dilakukan sesuai kontrak kinerja yang telah ditandatangani ketika diangkat sebagai Menag oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Sudah sekian lama image tak sedap selalu lekat dengan Kementerian Agama. Di mata masyarakat luas seolah kementerian ini identik dengan berbagai predikat negatif, yang justru bertolak belakang dengan nama yang disandang. Dalam kalimat yang lugas, mantan Presiden Abdurrahman Wahid pernah menyebut Kemenag sebagai "pasar".
Seorang penulis buku M Akbar Linggaprana mengungkapkan bahwa ketika mendapat amanah menjadi Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Bersatu jilid I, Muhammad Maftuh Basyuni harus berhadapan dengan kenyataan bahwa ekspektasi terhadap dirinya sedemikian tinggi.
Ekspektasi pertama adalah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menghendaki agar dilakukan perubahan dan pembenahan mendasar di Kemenag. Kehendak ini sejalan dengan semangat reformasi yang menjadi ruh pemerintahan SBY-JK.
Kedua adalah ekspektasi publik. Masyarakat menaruh harapan yang amat tinggi terhadap jajaran Kabinet Indonesia Bersatu jilid I bahwa kabinet ini diharapkan bisa membawa era baru yang menghadirkan perbaikan dan pembenahan di berbagai bidang.
Masyarakat sangat berharap, inilah era yang akan menghadirkan pemerintahan yang bersih, terpercaya, profesional dan mampu memecahkan berbagai problema yang selama ini membelit kehidupan mereka.
Sementara pada sisi internal, Maftuh Basyuni harus berhadapan dengan kenyataan bahwa situasi yang ada tidak sepenuhnya mampu mendukung terpenuhinya ekspektasi dari dua arah itu. Birokrasi, termasuk manusia yang ada di dalamnya, pada saat Maftuh menjabat masih berada pada paradigma lama dan belum seratus persen sejalan dengan semangat reformasi.
Gebrakan
Di hadapkan pada tantangan yang tidak ringan itu Muhammad Maftuh Basyuni menggulirkan paradigma baru, yang bertumpu pada semangat reformasi. Serangkaian gebrakan dan kebijakan baru ditetapkan, disertai sanksi tegas bagi mereka yang melanggar.
"Good governance" diterjemahkan dalam pola-pola kinerja yang lebih praktis dan membumi. Tidak ada kompromi bagi mereka yang melakukan KKN dan yang terpenting Maftuh Basyuni telah mau dan mampu memberikan keteladanan untuk semua idealismenya itu.
Tujuh gebrakan besar Kementerian Agama di bawah kepemimpinan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, pada penghujung masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu I periode 2004-2009 dapat dilihat dalam pencapaian kinerjanya.
Yaitu: 1. Penciptaan Pemerintahan Yang Bersih. 2. Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama. 3. Penyelenggaraan Ibadah Haji. 4. Mangatasi Katering di Arafah dan Mina. 5. Pemanfaatan Dana Abadi Umat. 6. Kebijakan Pembangunan Rumah Ibadah. 7. Peringatan Kepada Warga Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Kondisi kerukunan antarumat beragama di Tanah Air, selama 5 tahun selama dijabat Maftuh, memperlihatkan situasi yang jauh lebih kondusif dan lebih baik. Konflik antarumat beragama terkait pendirian tempat ibadah beberapa tahun terakhir, jauh berkurang, berkat lahirnya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9/2006 dan Nomor 8/2006 tanggal 21 Maret 2006.
Penyelenggaraan ibadah haji yang selama ini banyak mendapat sorotan masyarakat, merupakan program prioritas yang dibenahi Menag Muhammad Maftuh Basyuni.
Berbagai kebijakan strategis dan program terobosan dilakukan dengan tangan dingin dan mengutamakan kepentingan jemaah haji. UIN Jakarta menganugerahkan gelar doktor kehormatan kepada Menag Muhammad Maftuh Basyuni, karena dinilai berhasil mengembangkan paradima baru menuju pelaksanaan ibadah haji yang profesional, transparan, akuntabel dan berorientasi pada kepentingan jemaah haji.
Isu sensitif ini berhasil dibenahi secara serius dan menyeluruh. Mulai dari proses pendaftaran calon jamaah haji di Tanah Air, hingga kepulangan dari Tanah Suci. Untuk itu, Maftuh Basyuni kerap kali harus berada dalam posisi berseberangan dan tidak populer, karena harus berhadapan dengan berbagai pihak yang selama ini menikmati situasi dan kondisi lama.
Baik di parlemen, para penyelenggara ibadah haji, rekanan, muassasah ataupun dari kalangan pers. Akan tetapi mantan Dubes di Arab Saudi ini nampaknya memiliki komitmen untuk maju terus pantang mundur dan siap untuk menjadi tokoh yang tidak populer.
Berubah
Atas idealisme, kebijakan dan gebrakan tersebut, Kemenag relatif berubah ke arah yang lebih baik. Tolok ukur yang paling sederhana adalah adanya apresiasi positif dari berbagai kalangan terhadap penyelenggaraan ibadah haji pada masa ia menjabat sebagai Menteri Agama.
Mulai dari Presiden, kalangan DPR/MPR, hingga pemerhati masalah haji menyebut penyelenggaraan haji sebagai yang terbaik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bahkan pihak otoritas haji Arab Saudi sampai menggunakan kata mumtaz jiddan untuk menggambarkan betapa penyelenggaraan haji Indonesia pada masa itu sudah amat baik.
Walaupun di tengah perjalanan tersandung peristiwa "catering" yang hampir menghancurkan reputasinya dalam upaya memperbaiki sistem penyelenggaraan ibadah haji. Berbagai rangkaian kebijakan dan gebrakan itu mendorong sebuah harian nasional menganugerahkan gelar Tokoh Perubahan 2007 kepada Muhammad Maftuh Basyuni.
Sebuah gelar yang tidak mengada-ada, untuk memberi apresiasi atas kerja keras dan kerja cerdas Muhammad Maftuh Basyuni dalam membenahi dan mendorong perubahan manajerial di Kementerian Agama. Ia berani melakukan semua itu karena merasa tidak tahu. Bisa jadi pernyataan apa adanya ini benar, akan tetapi dengan menyimak isi buku ini, sidang pembaca diharapkan bisa lebih baik menangkap fakta bahwa berbagai perubahan yang telah dilakukan.
Muhammad Maftuh Basyuni tidak lahir secara kebetulan, tidak asal berubah dan bukan tanpa arah maupun tujuan, dan yang pasti bukan merupakan cerminan dari ketidaktahuannya, seperti yang ia katakan. Kini mantan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni (77 tahun) itu telah meninggalkan kita, ia menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Subroto Selata petang, sekitar Pukul 18.30 WIB, setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit tersebut.
Putranya, Irvan Basyuni melalui telepon kepada Antara mengatakan, Maftuh sempat dirawat di salah satu rumah sakit di Malaysia. Di rumah sakit tersebut, Maftuh sempat menjalani penyinaran untuk penyakit kankernya di sekitar paru-paru. Pada Selasa petang, mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono bersama mantan beberapa menteri sempat membesuk Maftuh di rumah sakit tersebut.
Di rumah duka, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin menyatakan duka mendalam atas meninggalnya sosol Maftuh Basyuni. Almarhum telah memberikan teladan pada jajaran kemenag karena ia bekerja penuh integritas, berani dan bertanggung jawab. Rencananya, almarhum akan dishalatkan di Masjid Agung At Tin yang dipimpinnya beberapa tahun terakhir. Kemudian setelah itu akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. (Red: Fathoni)