Jakarta, NU Online
Ketua PBNU KH Imam Azis mengimbau para pengurus NU dan banom serta lembaganya untuk memperkuat lembaga hukum. Tujuannya membela kaum yang lemah untuk mendapatkan keadilan, tidak hanya warga NU, tetapi warga negara Indonesia secara umum.
Menurut Kiai Imam, NU harus berada di garis depan membela kaum lemah karena mereka rentan mendapatka ketidakadilan hukum ketika menghadapi kasus-kasus yang dialaminya. Juga, karena salah satu tujuan NU didirikan adalah untuk membela mereka.
Ia sekali lagi dengan tegas meminta kepada para pengurus NU di berbagai tingkatan jangan sampai menutup mata dan pura-pura tidak tahu jika ada kasus hukum yang menimpa warga.
“Urgen sekali memperkuat lembaga hukum dan membela kaum yang dilemahkan,” tegasnya, di Gedung PBNU, Jakarta, Rabu (25/4).
Salah satu upaya NU membela yang dilemahkan di mata hukum adalah pembelaan terhadap nasib petani Surokontowetan, Kendal, Jawa Tengah. Dua di antara petani itu, kini harus mendekam di dalam penjara karena vonis 8 tahun.
NU bersama lembaga-lembaga lain berupaya mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Yasonna Hamonangan Laoly hari ini karena kasus yang menimpa dua petani tidak memenuhi rasa keadilan dan kemanusiaan.
Menurut Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur kedua petani atas nama Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin adalah petani miskin di Surokonto Wetan. Ia saat ini telah divonis penjara 8 (delapan) dan denda Rp. 10 miliar.
Padahal kata Isnur, kedua petani itu memperjuangkan hak atas tanah yang dikelola oleh masyarakat sejak tahun 1970.
“Kami akan mengajukan Permohonan grasi Kepada Presiden Republik Indonesia, putusan tersebut tidak adil dan tidak berperikemanusiaan,” tegasnya, di Gedung PBNU, Jakarta.
Menurut Isnur, kedua Petani tersebut dituduh merambah hutan dengan Pasal 94 ayat (1) huruf a UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan di wilayah yang awalnya adalah wilayah garapan masyarakat Desa Surokontowetan, tetapi dijadikan hutan karena tukar guling dengan wilayah pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang – Jawa Tengah.
“Perbuatan tersebut tidak berdasar dan tidak terdapat alat bukti yang cukup,” katanya. (Abdullah Alawi)