Nasional

PBNU Tegaskan Sidang Isbat Tetap Perlu Diadakan, Ini Alasannya

Sabtu, 9 Maret 2024 | 13:00 WIB

PBNU Tegaskan Sidang Isbat Tetap Perlu Diadakan, Ini Alasannya

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Nahdlatul Ulama (NU) menilai bahwa sidang itsbat penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah yang rutin digelar oleh pemerintah melalui Kementerian Agama Republik Indonesia setiap tahun tetap penting diselenggarakan. Penegasan tersebut disampaikan PBNU seiring berkembangnya wacana bahwa sidang isbat hanya buang-buang waktu dan anggaran.


Lembaga Falakiyah PBNU menyampaikan dua alasan mendasar mengapa sidang isbat tetap perlu diselenggarakan Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 025/LF-PBNU/III/2024 terkait Pandangan Nahdlatul Ulama tentang Sidang Itsbat Penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah, ditandatangani Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa dan Sekretaris LF PBNU Asmui Mansur.


"Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa sidang isbat tetap perlu diselenggarakan. Ada sekurangnya dua alasan yang mendasarinya," demikian bunyi pernyataan resmi, Jumat (8/3/2024).


Pertama, sidang isbat merupakan bentuk akomodasi dan fasilitas dari negara terhadap kegiatan keagamaan, terutama Islam. Meskipun pemerintah memiliki kapasitas untuk memutuskan sendiri penetapan tanggal-tanggal tersebut, tetapi sidang isbat tetap dianggap sebagai langkah yang inklusif dan memungkinkan beragam pendapat dari ormas Islam untuk disampaikan.


"Dengan akomodasi dan fasilitasi tersebut, maka negara tidak memonopoli keputusan penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijjah," terangnya.


Kedua, dalam perspektif fiqih, sidang isbat diperlukan untuk menghasilkan keputusan yang mengikat bagi umat Islam serta sebagai titik temu dari beragam pendapat terkait penentuan awal bulan Hijriah. Tanpa sidang isbat, tidak akan ada keputusan yang mengikat secara fiqih terkait awal bulan-bulan tersebut.


"Tanpa sidang isbat, maka tidak ada keputusan penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 1 Dzulhijah yang mengikat secara fiqih. Ketiadaan tersebut akan membawa pada konsekuensi bahwa negara tidak hadir dalam menjaga kehidupan keberagamaan termasuk bagi Umat Islam," paparnya.


Pendapat Imam Ibnu 'Aqil (Abu Wafa al–Wali ibn 'Uqail al–Baghdadi) dari abad ke-6 Hijriah:


یسلا ةسا ام ناك لاعف نوكی ھعم سانلا برقا ىلا حلاصلا دعباو نع داسفلا ناو مل ھعضی لوسرلا لاو لزن ھب يحو
( نبا لیقع ىلبنحلا


Selain itu, secara organisatoris, sidang isbat merupakan rujukan dalam pengumuman PBNU tentang awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah bagi Nahdliyin. Meskipun hak penetapan sidang isbat berada pada pemerintah, NU memiliki peran penting dalam mengumumkan keputusan tersebut kepada masyarakat.


Meskipun saat ini sidang isbat belum memiliki landasan legal formal dalam kerangka hukum positif Indonesia, sidang ini telah menjadi bagian dari sejarah Indonesia sejak masa awal kemerdekaan.

 

Oleh karena itu, NU mendorong pemerintah untuk mengusahakan terbentuknya landasan legal formal bagi sidang isbat melalui koridor legal yang tersedia dengan melibatkan partisipasi dari ormas Islam.


"Mengingat urgensi fiqih-nya dan faktor historisnya, alangkah baiknya apabila pemerintah dapat mengusahakan terbentuknya landasan legal formal bagi sidang isbat. Upaya tersebut harus dilakukan melalui koridor legal yang tersedia dengan tetap melibatkan partisipasi dari ormas-ormas Islam," tulisnya.