Nasional

Pemerintah Perlu Dorong Kedaulatan Pangan Berbasis Potensi Lokal

NU Online  ·  Kamis, 18 September 2025 | 09:00 WIB

Pemerintah Perlu Dorong Kedaulatan Pangan Berbasis Potensi Lokal

Ilustrasi menanam untuk kedaulatan pangan lokal. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

 

Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Benny Wijaya mengingatkan bahwa dalam lima tahun terakhir 2019–2024 terjadi penurunan luas baku sawah hingga 79 ribu hektare. 

 

Konversi lahan serta konflik agraria terus meningkat akibat pembangunan infrastruktur, perumahan, hingga ekspansi perkebunan sawit dan pertambangan.

 

Kondisi ini makin memperburuk nasib petani. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 62 persen petani Indonesia berstatus gurem dengan lahan di bawah setengah hektare. 

 

"Angka ini naik dalam satu dekade terakhir, dari 14,62 juta rumah tangga tani gurem pada 2013 menjadi 17,24 juta pada 2023," kata Benny dalam diskusi media jelang COP30 pada Rabu, (17/9/2025) di Jakarta.

 

Benny mengungkapkan ketergantungan berlebihan pada beras terbukti menciptakan kerentanan. Pangan lokal, laut, dan hutan seharusnya menjadi tumpuan baru. 

 

Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong kedaulatan pangan berbasis potensi lokal, bukan sekadar mengejar surplus beras di atas kertas.

 

"Kedaulatan pangan hanya bisa terwujud jika tanah kembali ke tangan petani, pangan lokal diberi tempat, dan kebijakan tidak lagi terpusat pada beras,”tegas Benny.

 

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan Indonesia menyimpan kekayaan pangan alternatif. 

 

Di Sulawesi, Kalimantan, dan Papua terdapat pangan lokal yang bisa menjadi substitusi beras. Sayangnya, karena kebijakan pangan terpusat, beras tetap menjadi penyumbang inflasi terbesar.

 

Sebanyak 23.472 desa punya potensi tinggi untuk menjadi basis produksi pangan restoratif, yaitu pangan yang memberi nilai tambah bagi masyarakat tanpa merusak alam. 

 

"Beberapa jenis pangan justru membutuhkan tanaman besar sebagai kanopi, sehingga hutan tidak perlu dibuka,” ungkap Bhima.

 

Alternatif lain, Indonesia memiliki 14,88 persen desa yang berbatasan dengan laut dan 24,11 persen desa berbatasan dengan kawasan hutan. Sumber daya ini dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk ikan, tanaman pangan, maupun obat-obatan.

 

"Jangan hanya karena resentralisasi kebijakan pangan di pusat, akhirnya salah arah dan berujung inflasi, kemiskinan, hingga ancaman ketahanan pangan,” tegas Bhima.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang