Nasional

Pencabutan TAP MPR Tentang Pemakzulan Presiden Gus Dur Bawa Perbaikan Konstitusional

Sabtu, 14 Desember 2024 | 11:00 WIB

Pencabutan TAP MPR Tentang Pemakzulan Presiden Gus Dur Bawa Perbaikan Konstitusional

KH Abdurrahman Wahid. (Foto: istimewa)

Tangerang Selatan, NU Online

Belum genap satu periode masa kepemimpinan, Presiden Keempat RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)mengalami pemakzulan dengan disahkannya TAP/II/MPR tahun 2001. Pada September 2024 lalu, MPR mencabut Tap MPR itu. Hal tersebut menunjukkan tuduhan terhadap Gus Dur melanggar konstitusi terbantahkan secara hukum.


Peneliti Wahid Foundation Libasut Taqwa menyampaikan hal itu saat Diskusi bertajuk Gus Dur Tak Pernah Bersalah dalam sebuah diskusi yang digelar Islami.co di Outlier Cafe, Ciputat, Tangerang Selatan pada Jumat (13/12/2024) 


Libas, demikian ia akrab disapa, secara tegas mengatakan bahwa Gus Dur mengalami pemakzulan bukan secara konstitusional, melainkan secara politik. Meski rasa kecewa menghantam sebagian besar pendukungnya, pemakzulan Presiden Gus Dur membawa "keberkahan" bagi bangsa Indonesia. 


Sebab, bagaimanapun jejak historis pelengseran itu menjadi titik tolak untuk memperketat undang-undang pemakzulan meski dengan segala tantangan yang dihadapi.


"Nah kalau kita lihat UU yang terbaru untuk pemakzulan presiden, itu sangat susah sekali. Itu pelajaran konstitusional, pelajaran negara yang lahir dari (pemakzulan) Presiden Abdurrahman Wahid," ujarnya.


Ia juga menuturkan bahwa pencabutan Tap MPR semakin menguatkan perjuangan Gus Dur sebagai pembela para penyandang disabilitas. Gus Dur, menurutnya, adalah presiden yang mengarusutamakan keadilan kaum difabel di kancah politik.


Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Irine Hiraswari Gayatri mengatakan pencabutan Tap MPR berimbas pada pengembangan narasi rekonsiliasi nasional. Upaya itu bertujuan agar masyarakat Indonesia dapat  melihat realitas sejarah secara objektif.


"Jadi kita dipaksa objektif, bagian mana yang harus dikutuk, tidak boleh terulang dan yang harus diapresiasi," ungkap Irine.


Di samping itu, ia menilai bahwa pencabutan TAP MPR harus dimanfaatkan sebagai bahan reflektif terhadap penafsiran ulang narasi sejarah yang berkesan menjerat sejumlah tokoh pemimpin negara.


"Tapi langkah ini (pencabutan TAP MPR) juga merefleksikan sebuah upaya untuk menghilangkan stigma-stigma politik," tegasnya.


Kegiatan yang dipandu Redaktur Islami.co Dedik Priyanto itu juga dihadiri Virdika Rizky Utama, penulis buku "Menjerat Gus Dur".