Ragam Bentuk Maksiat: dari Tidak Taat Allah, Merusak Alam, hingga Monopoli Barang
NU Online · Selasa, 2 Desember 2025 | 13:45 WIB
Achmad Risky Arwani Maulidi
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kerusakan lingkungan yang ditandai dengan air tercemar, polusi udara, banjir dan lain-lain bermula dari hasrat mengusai bawaan manusia. Dalam konteks seperti ini, Al-Qur'an mewanti-wanti atau melarang manusia untuk bertindak semaunya sebagai khalifah di bumi.
Dalam Al-Qur'an, perbuatan merusak dibahasakan dengan fasad. Hal ini sebagaimana diulas Zainuddin Lubis dalam artikel berjudul Jangan Rusak Bumi! Ini 5 Ayat Ayat Al-Qur'an dan Tafsirnya yang Melarang Merusak Lingkungan Hidup.
Turunan istilah tersebut salah satunya terdapat dalam surat al-A'raf ayat 85. Menyoroti ayat itu, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam karyanya Marah Labid menafsirkan bahwa termasuk tindakan merusak lingkungan yakni tidak taat kepada Allah dan berbuat zalim kepada sesama.
"Seperti menipu saat jual beli, menghalalkan yang sebenarnya haram, dan saling membunuh," tulis Zain dikutip Selasa (2/12/2025).
Ayat lain yang menyinggung terma fasad yakni surah Al-A'raf ayat 56. Secara spesifik, M Quraish Shihab di dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan, ayat ini berpesan bahwa Allah secara tegas melarang manusia melucuti alam yang mengganggu mata rantai kehidupan.
"Maka manusia, sebagai khalifah di bumi, punya tanggung jawab untuk merawat dan menjaganya, bukan sebaliknya, merusaknya demi kepentingan sesaat," jelasnya.
Nabi Muhammad merupakan sosok yang terdepan anti terhadap kerusakan ekosistem lingkungan. Hal ini ditandai dengan adanya larangan untuk buang air di sumber air atau di tempat umum.
اتَّقُوا الْمَلَاعِنَ الثَّلَاثَةَ الْبَرَازَ فِي الْمَوَارِدِ وَقَارِعَةِ الطَّرِيقِ وَالظِّلِّ
"Takutlah kalian terhadap tiga hal yang terlaknat; buang air besar di sumber air, tengah jalanan, dan tempat berteduh," tulis Amin dalam Larangan Nabi terhadap Pencemaran Lingkungan.
Lebih lanjut, sebagai khalifah manusia diwajibkan untuk mengupayakan keadilan di bumi. Anjuran ini mendorong manusia untuk berlaku dan bersikap proporsional, baik dengan manusia atau alam raya.
Untuk menjaga keadilan itu, Islam melarang penghayatnya melakukan tindakan monopoli terlebih kebutuhan pokok. Monopoli dipahami praktik menyimpan barang untuk dijual kembali demi keuntungan yang lebih tinggi akibat perubahan harga pasar. Definisi monopoli (ihtikar) tersebut mengacu kepada pandangan Syekh Wahbah Zuhaili dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu.
Pengertian serupa tertera dalam UU Nomor 5 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Selama barang itu ditimbun dengan tujuan mengambil untung dari kelangkaan, di situlah praktik monopoli terjadi," terang Zain dalam Larangan Monopoli Pangan dalam Al-Qur'an.
Selain motif dibalik penyimpanan barang, alasan Islam memonopoli adalah dampaknya yang berpotensi membuat rakyat menderita. Dalam Al-Qur'an, larangan monopoli atau keculasan transaksional ini termaktub dalam surat Al-Muthaffifin ayat 1-3.
"Dalam konteks hari ini, penimbunan barang atau manipulasi suplai untuk menaikkan harga adalah bentuk lain dari kecurangan. Bedanya, yang dikurangi bukan timbangan beras, melainkan akses masyarakat terhadap kebutuhan pokok," jelasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
5
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua