Nasional MUNAS KONBES NU 2019

RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Lahir dari Banyaknya Korban

Senin, 11 Februari 2019 | 13:45 WIB

Jakarta, NU Online

Komisioner Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Riri Khariroh mengemukakan pentingnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.

Menurut Riri, kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia semakin meningkat dengan jenis-jenisnya yang beragam, seperti intimidasi, eksploitasi seksual, dan pemaksaan pelacuran. 

“Kekerasan seksual di Indonesia semakin hari semakin meningkat dan jenisnya semakin bervariasi. Terakhir, pengaduan-pengaduan yang ada berbasis siber,” kata Riri seusai mengisi Focus Group Discussion (FGD) di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (11/2).

Namun, sambungnya, hingga saat ini perlindungan terhadap korban kekerasan seksual masih belum maksimal dan tidak adanya payung hukum yang melindungi beberapa jenis kekerasan seksual.

“Itu (payung hukum yang ada) hanya perkosaan, itu pun dalam makna yang sangat sempit, terus kemudian pencabulan, tapi jenis-jenis kekerasan seksual yang lain tidak ada,” ucapnya.

Sehingga, menurutnya, ketiadaan payung hukum tersebut berdampak pada sejumlah kekerasan seksual yang terjadi tidak dapat dijerat secara hukum.

Kehadiran RUU ini sendiri disebutnya berbasis pada suara korban kekerasan seksual. Komnas Perempuan, katanya, menerima banyak laporan dari korban kekerasan seksual, yang kemudian didokumentasikan oleh pihaknya dan lembaga-lembaga lain terkait pelayanan perempuan yang menjadi korban. 

“Jadi sebenarnya, RUU ini betul-betul berbasis kepada pengalaman dari korban. Ini adalah suara korban, yang kemudian diramu untuk menjadi RUU,” jelasnya.

Selain itu, sambungnya, hingga kini Undang-Undang yang ada lebih fokus terhadap pelaku dan mengabaikan nasib korban. Atas dasar itu, RUU ini juga memberikan fokus tentang pemulihan korban.

“(UU yang ada) abai terhadap hak-hak korban, apalagi kekerasan seksual. Misalnya, ya udah pelaku perkosaan dipenjara. Tapi nasib korban seperti apa? Banyak korban perkosaan yang sekolah dikeluarkan dari sekolah karena dianggap menimbulkan aib. Kalau hidup di desa diusir dari desa. Itu terjadi secara massif, banyak sekali. Nah, di RUU ini, pasal pemulihan korban ini kemudain menjadi aspek dari enam elemen kunci yang kita tekankan,” terangnya.

Selanjutnya, yang tidak kalah penting dalam RUU ini, ialah tentang pencegahan. Ia mengemukakan bahwa pihaknya cukup banyak memberikan isi terhadap pasal dalam pencegahan di RUU ini.

Melalui RUU ini, pihaknya ingin agar kekerasan seksual tidak terjadi lagi dan masyarakat Indonesia dapat menghargai hak-hak perempuan.

“Kita tidak ingin kekerasan seksual terus-menerus terjadi dan bagaimana ke depan, masyarakat Indonesia lebih menghargai hak-hak perempuan agar kasus-kasus kekerasan seksual tidak terjadi lagi,” ucapnya. (Husni Sahal/Ahmad Rozali)