Jakarta, NU Online
Bisa dikatakan bahwa kesuksesan pemerintah menjalankan sistem perbankan di negara ini di antaranya merupakan buah dari keterlibatan NU. Sebab pada mulanya, program ini sempat ditolak oleh masyarakat dan tokoh ulama karena alasan riba. Pada saat itu NU hadir untuk menjelaskan pada masyarakat perihal status hukum perbankan dalam pandangan agama Islam.
Hal itu dikatakan KH Said Aqil Siraj di PBNU pada acara istighostah yang digelar Lembaga Dakwah PBNU Rabu (20/2). Peran NU kata Kiai Said menjadi kunci utama penerimaan masyarakat Indonesia yang saat itu menolak program perbankan karena dianggap bertentangan dengan hukum Islam.
āKetika Pemerintah menggalakkan perbankan, ada bank milik negara, ada bank swasta, Bank Perkreditan Rakyat dan lain-lain, para kiai masih nolak, masyarakat Islam juga masih ragu, ini bunga bank halal apa haram. Banyak yang mengatakan haram,ā kata Kiai Said bercerita.
Keraguan masyarakat dan ulama atas status bank berangsur memudar setelah NU membahas hukum bunga Bank dalam Muktamar NU. āBegitu Muktamar NU para kiai memutuskan bahwa bunga bank jatuhnya syubhat, makaĀ jalan agenda perbankan itu,ā kata Kiai Said.
Alasan lain yang dibangun adalah kekhawatiran jika uang dalam jumlah besar diletakkan di rumah masing-masing maka akan menimbulkan madlorot, misalnya khawatir aka nada pencurian dan perampokan. āApalagi uangnya banyak. Masa dua miliar ditaro di rumah, nanti ada maling, atau kebakaran,āimbuhnya.
Setelah keputusan diambil maka umat Islam merasa tenang dan berangsur mempercayakan hartanya di Bank. Namun bagi mereka yang khawatir akan bunga Bank, Kiai Said menyarankan untuk menyumbangkannya kepada mustadāafin. āNanti kalau ada bunganya diambil untuk bersedekah,ā pungkasnya.
Baca :Ā Ragam Pendapat Ulama tentang Hukum Bunga Bank
Pembahasan bunga bank, Munas Lampung 1992Ā
Masalah perbankan juga menjadi pembahasan dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Lampung, 1992. Kala itu para musyawirin masih berbeda pendapatnya tentang hukum bunga bank konvensional sebagai berikut; a. Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram, b. Ada pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba, sehingga hukumya boleh, c. Ada pendapat yang mengatakan hukumnya shubhat (tidak indentik dengan haram).
Pendapat pertama dengan beberapa variasi antara lain sebagai berikut: a. Bunga itu itu dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga hukumnya haram, b. Bunga itu sama dengan riba dan hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut sementara belum beroperasinya sistem perbankan yang Islami (tanpa bunga), c. Bunga itu soma dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut sebab adanya kebutuhan yang kuat (hajah rojihah).
Pendapat kedua juga dengan beberapa variasi antara lain sebagai berikut: a. Bunga konsumtif sama dengan riba, hukumnya haram, dan bunga produktif tidak sama dengan riba, hukumnya halal, a. Bunga yang diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama dengan riba, hukumnya halal, c. Bunga yang diterima dari deposito yang dipertaruhkan ke bank hukumnya boleh, d. Bunga bank tidak haram, kalau bank itu menetapkan tarif bunganya terlebih dahulu secara umum.Ā (Ahmad Rozali)
Terpopuler
1
Ketum PBNU: NU Berdiri untuk Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga
2
Harlah Ke-102, PBNU Luncurkan Logo Kongres Pendidikan NU, Unduh di Sini
3
Ansor University Jatim Gelar Bimbingan Beasiswa LPDP S2 dan S3, Ini Link Pendaftarannya
4
Badan Gizi Butuh Tambahan 100 Triliun untuk 82,9 Juta Penerima MBG
5
LP Ma'arif NU Gelar Workshop Jelang Kongres Pendidikan NU 2025
6
Banjir Bandang Melanda Cirebon, Rendam Ratusan Rumah dan Menghanyutkan MobilĀ
Terkini
Lihat Semua