Nasional

Sekjen PBNU: Pemerintah Harus Lebih Perhatikan Pendidikan Pesantren

Senin, 2 Mei 2016 | 10:28 WIB

Sekjen PBNU: Pemerintah Harus Lebih Perhatikan Pendidikan Pesantren

Sekjen PBNU HA. Helmy Faishal Zaini

Jakarta, NU Online
Pemerintah harus lebih memperhatikan pendidikan pesantren. Utamanya di tengah semakin maraknya ideologi asing yang gencar masuk ke Indonesia dewasa ini. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PBNU HA. Helmy Faishal Zaini saat dikonfirmasi soal momentum Hari Pendidikan Nasional, Jumat (2/5) di Jakarta.

Menurut pria kelahiran Cirebon itu, pemerintah harus lebih memperhatikan pesantren-pesantren yang notabene merupakan pilar penjaga tegaknya ideologi Pancasila. Pesantren adalah benteng ideologi yang kokoh dan bisa diandalkan guna menampik ideologi serta gerakan-gerakan yang cenderung ektrim.

“Saya teringat dr. Soetomo pendiri Budi Oetomo yang suatu ketika pernah berdebat dengan Sutan Takdir Alisjahbana. Menurut dr. Soetomo, pendidikan otentik Nusantara adalah pesantren. Santri-santri itu adalah anak-anak yang dididik dengan otentitas pendidikan ala Nusantara,” tandas Helmy

Dalam buku Polemik Kebudayaan, Akhdiat K. Miharja merekam perdebatan menarik yang melibatkan tokoh-tokoh penting kebudayaan dan pendidikan Indonesia antara dr. Soetomo dan Sutan Takdir Alisjahbana. Dalam perdebatan yang cenderung polemis tersebut secara tegas dr. Soetomo yang merupakan lulusan sekolah milik Belanda saat itu menyatakan bahwa pesantren adalah lembaga otentik khas milik orang-orang Nusantara. Menurutnya kita tidak perlu minder dan ragu sehingga harus berpaling dan memuja pendidikan asing yang justru tidak cocok dengan karakter dan kepribadian bangsa.

dr. Soetomo mengatakan “Pesantren adalah konservatorium petriotisme dan nasionalisme Indonesia, andaikata tidak ada pesantren, andaikata tokoh-tokoh Indonesia hanya mendapatkan pendidikan barat, kiranya sulit mengajak mereka untuk memerdekakan Indonesia”.

Dalam bingkai dan momentum Hari Pendidikan Nasional kali ini, Helmy meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan pesantren. “Perhatian pemerintah pada kaum santri sudah baik. Hal itu misalnya ditandai dengan adanya pengakuan negara atas peran santri pada saat resolusi jihad yang kemudian ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2015 lalu sebagai Hari Santri. Hal yang baik patut disyukuri dan dipertahankan, namun yang lebih utama lagi adalah meningkatkan apa yang sudah dirasa dan dinilai baik tersebut agar lebih bermanfaat. Ke depan kami mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kabijakan-kebijakan yang pro terhadap pesantren,” tambah Helmy. (Fariz Alniezar)