Nasional

Strategi Calon Ketua Kopri Atasi Problem Kaderisasi dan Pengembangan Iptek

Sabtu, 6 Juli 2024 | 18:00 WIB

Strategi Calon Ketua Kopri Atasi Problem Kaderisasi dan Pengembangan Iptek

Logo Kongres XXI PMII 2024 di Palembang. (Foto: instagram @pmiiofficial)

Jakarta, NU Online

Delapan calon ketua Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) beradu gagasan dalam debat kandidat ketiga yang digelar di Pusat Studi Jepang (PSJ) Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Sabtu (6/7/2024). Debat kandidat ini menjadi rangkaian kegiatan Kongres XXI PMII yang akan berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan, pada Agustus 2024 mendatang.


Pada debat ketiga, berbagai masalah dan solusi strategis dalam mengembangkan Kopri, terutama dalam bidang kaderisasi dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi ditanyakan para panelis kepada kandidat.


Kandidat asal Merangin Romalia menceritakan bahwa kendala besar kader Kopru yang ia temui di beberapa daerah salah satunya Ternate adalah budaya patriarki yang masih kuat dan minimnya akses internet.


“Salah satu kendala terbesar di beberapa wilayah, salah satunya Ternate, adalah pandangan masyarakat terhadap perempuan dan akses internet yang minim,” ungkap Romalia. 


Sebagai solusi, Romalia menyarankan agar Kopri memperbanyak pelatihan kepemimpinan untuk meningkatkan peran aktif kader Kopri di masyarakat. Ia juga menekankan pentingnya menjalin komunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan kader di daerah dapat mengetahui kondisi Kopri di tingkat nasional.


“Solusinya adalah Kopri harus banyak melakukan pelatihan kepemimpinan agar Kopri bisa turut andil di masyarakat. Beberapa kader Kopri daerah juga terhambat karena tidak bisa mengetahui kondisi Kopri di nasional. Solusinya harus jalin komunikasi dengan stakeholder,” jelasnya.


Senada dengan itu, Kandidat Kopri asal Indramayu Mamay Muthmainnah menyebut bahwa budaya patriarki baik secara kultur maupun sistem masih menjadi salah satu penghambat potensi kader PMII dan Kopri selama ini. Oleh karena itu, ia menggagas adanya instrumen otonomisasi sebagai solusi.


“Status inilah yang menghambat mengapa kader Kopri tidak mampu berkembang secara ruang akses dan kesempatan. Hal ini sangat terintegrasi dengan fakta bahwa Kopri menjadi badan semi otonom maka solusinya adalah otonomisasi,” kata Mamay.


Kandidat asal Jakarta Timur, Robiyatul Adawiyah menyoroti krisis budaya membaca di kalangan Kopri. Mengacu pada riset UNESCO tahun 2020, Indonesia berada di peringkat ke-5 dalam hal berkomentar namun hanya di peringkat ke-61 dalam hal membaca. 


“Ini menunjukkan bahwa kita memiliki budaya komentar yang kuat di tengah krisis membaca dan hal ini diadopsi oleh kader PMII dan Kopri saat ini yang dikenal sebagai generasi instan,” ungkap Wiwi.


Ia menekankan perlunya strategi yang mengarahkan perempuan agar berdaya dan mampu menyelesaikan masa pendidikannya dengan baik. “Ke depan dari segi SDM akan dibuat lebih baik dalam ruang strategis dan profesional,” ujarnya.


Nadya Alfi Roihana, kandidat asal Bandung mengungkapkan bahwa selama ini Kopri belum memiliki basis data yang jelas mengenai potensi kader karena kader tersebar di 270 cabang dan 30 PKC. “Kita tidak pernah tahu potensi kader karena tidak ada basis data. Ini ke depan yang akan kita kerjakan, basis data yang kita pegang akan kita kembangkan,” ujarnya.


Ia meyakini dengan jumlah kader yang banyak dan berbagai program pendidikan yang ada di Kopri, mulai dari Mapaba, PKD, PKL, PKN SIG, SKK hingga SKKN, relevansi Kopri dalam isu-isu perempuan sangat kuat. 


Menurut Nadya, penting bagi Kopri untuk bisa memimpin dalam ruang strategis di masa depan. "PR-nya adalah sejauh mana usaha Kopri ke depan agar kadernya bisa leading dalam ruang strategis,” jelas Nadya.


Fatirahma Hanipa  kandidat asal Cianjur mengungkapkan salah satu indikator yang menghambat Kopri berkembang pesat yaitu kolaborasi dan fungsional yang tidak sesuai dengan minat bakat atau keahlian dari kader.


“Ke depan ia akan menyiapkan kegiatan leadership training sesuai dengan keahlian dari setiap kader, sehingga setiap bidang dalam leadings sektor kopri bisa mewakili itu “Kopri tidak lagi hanya menjadi guru paud, dosen,” kata Hanipa.


Kandidat asal Makassar, Fitrah Juniarti mengatakan bahwa Kopri harus menjadi ruang bagi perempuan untuk menciptakan tools yang mendorong perempuan dapat memimpin di berbagai ruang. Misalnya, menyiapkan Kopri untuk menjadi ketua umum PB PMII dan berbagai pelatihan. 


“Saya juga mencanangkan program social development goals berupa pelatihan kewirausahaan, mentoring bisnis, dan akan mengampanyekan kesehatan gizi bagi perempuan dan anak, membuat pelatihan kepemimpinan dan public speaking, workshop advokasi dan kebijakan publik, serta mentorship,” ungkapnya.


Rhofitania, kandidat asal Balikpapan mengungkapkan bahwa teknologi sangat mendukung dalam dunia pendidikan bahkan dapat menjadi solusi bagi Kopri. Berangkat dari pengalaman pribadinya yang pernah membuat barcode check-in ketika kongres PMII saat Covid di lima zona. 


“Teknologi sangat membantu bagi organisasi kita. Rencana saya akan membuat E-Kopri yang akan menjadi sentral karya-karya  sesuai dengan kebutuhan Kopri hari ini,” kata Rhofi.


Kandidat asal Ciputat Wulan Aliyatus Sholikhah menilai bahwa persoalan di tubuh Kopri adalah keterampilan yang belum terafiliasi karena tidak ada wadah pemasaran yang tepat.


“Mungkin kita pintar membuat konsep serangkaian pelatihan tapi tidak pandai dalam memasarkan kegiatan tersebut. Ini menjadi PR bersama bagaimana kader di cabang dan wilayah membutuhkan sentuhan dan turun tangan langsung berhadapan dengan mereka dan apa yang mereka butuhkan,” tandas Wulan.