Jakarta, NU Online
Cucu Syekh Abdul Qodir al-jilani, yakni Syekh Syarif Muhammad Fadhil al-Jilani mengemukakan bahwa semua imam mazhab bertasawuf dengan tarekat yang hakiki.
“Semua imam bertasawuf dengan tarekat yang hakiki karena tasawuf yang hakiki merupakan ilmu yang hakiki,” kata Syekh Fadhil saat mengisi Maulid Nabi Besar Muhammad di halaman Gedung PWNU DKI Jakarta, Ahad (30/12).
Ia menyebutkan bagaimana Imam Malik mengemukakan pentingnya bertasawuf, yakni ‘Barangsiapa bertasawuf tanpa berfiqih maka dia zindiq. Barangsiapa berfiqih tanpa bertasawuf maka dia fasik. Barangsiapa menggabung keduanya maka dia akan sampai pada hakikat’.
Begitu juga dengan Imam Syafi’I yang hijrah ke Mesir kemudian bertemu dengan Sayyidah Nafisah, perempuan yang tidak hanya menguasai pengetahuan keislaman, tetapi juga seorang pemberani, sekaligus hamba yang rajin beribadah dan asketis.
“Secara otomatis ketika Imam Syafi’i nyantri ke Sayyidah Nafisah, Imam Syafi’i mengambil tasawuf dari Sayyidah Nafisah,” ucap syekh kelahiran Qurtalan Timur, Turki itu.
Kedua imam madzhab yang lain, yakni Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hanbal juga disebutnya sebagai imam yang menjalani tasawuf hakiki. “Mereka semua pengikut guru-guru tasawuf hakiki,” jelasnya.
Sementara tuduhan sebagian orang yang menyatakan bahwa ulama tasawuf hanya berkutat dengan tasbih (wirid) dan tidak membangun dunia keilmuan merupakan kekeliruan. Sebab, para ulama tasawuf seperti Imam al-Ghazali, Imam Ibnu Hajar al-Atsqalani, Imam al-Juwaini, dan Syekh Abdul Qadir al-Jilani mempunyai madrasah sebagai media mengembangkan keilmuan.
“Semua ulama-ulama tasawuf mempunyai madrasah, pesantren, universitas yang menjadi media mengajarkan ilmunya. Bukan seperti dugaan sebagian manusia yang mengatakan bahwa tasawuf kerjaannya hanya muter tasbih, bukan seperti itu,” ucapnya.
Bahkan, sambungnya, Syekh Abdul Qadir al-Jilani melalui lembaga pendidikannya telah melahirkan banyak ulama mumpuni dan kredibel yang tidak hanya condong kepada agama, tetapi juga di bidang sains.
“Lulusan dari madrasah al-Qadiriyah di Baghdad pada saat itu tidak hanya melahirkan ulama yang condong kepada agama saja, tetapi juga melahirkan ulama-ulama yang mahir di bidang teknologi,” jelasnya. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)