Taliban Tampilkan Wajah Moderat, Kiai As’ad: Mereka Harus Mengendalikan Al-Qaeda dan ISIS
Kamis, 19 Agustus 2021 | 09:52 WIB
Aru Lego Triono
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kelompok militan Taliban Rabu (18/8) kemarin melakukan konferensi pers pertamanya usai menduduki ibu kota Kabul, Afghanistan. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, secara tegas menyatakan bahwa Taliban berjanji menampilkan wajah moderat dan bakal membentuk pemerintahan Islam inklusif dengan melibatkan semua pihak, termasuk memberikan penghormatan terhadap hak-hak perempuan.
Pengamat intelijen KH As’ad Said Ali menuturkan, janji-janji perubahan yang disampaikan kelompok Taliban masih perlu diuji konsistensinya.
“Wajah yang ditampilkan adalah moderat. Apakah akan moderat terus, tergantung beberapa hari ke depan ini. Apakah benar-benar akan melibatkan semua pihak dan apakah benar-benar melakukan penghormatan HAM terutama wanita, pelepasan tahanan-tahanan itu terlaksana atau tidak. Kita lihat ke depan,” kata H As'ad Said Ali dalam diskusi publik "Kemenangan Taliban di Afghanistan dan Implikasinya" yang digelar LAKPESDAM PBNU, Kamis (19/8/2021).
Wakil Ketua PBNU 2010-2015 ini sendiri belum mendengar soal sikap eksklusif Taliban terhadap Al-Qaeda dan ISIS. Sebab berdasarkan informasi yang diperoleh, pasukan Al-Qaeda masih tersebar di 15 provinsi di Afghanistan.
“(Pimpinan ISIS) Abdurrahman Al-Baghdadi sebelum turun jabatan juga mengatakan bahwa medan jihad yang baru nanti adalah Afghanistan,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu.
Ditegaskan, jika Taliban benar-benar ingin menampilkan wajah moderat maka harus mampu mengendalikan Al-Qaeda dan ISIS di sana. Sebab di wilayah-wilayah perbatasan bukan dikuasai militer tetapi kabilah-kabilah atau suku-suku yang susah ditembus oleh tentara.
“Implikasinya masih kita lihat. Apakah ini permainan skenario Amerika atau kecelakaan? Menurut saya tidak (kecelakaan) karena dibuka biro politik Taliban Akhundadza tahun 2013 di Doha, sudah sekian tahun dan artinya ada persiapan yang matang. Jadi, corong propaganda Amerika menggerakkan Arab Spring ya dari Qatar itulah,” terangnya.
Implikasi ke Indonesia
Soal implikasinya terhadap Indonesia, Kiai As’ad menuturkan bahwa aliran keagamaan Taliban di Afghanistan tidak jauh beda dengan Muslim Indonesia karena menganut paham Asy’ariyah-Maturidiyah, bermadzhab Imam Hanafi, dan mempraktikkan tasawuf.
Sedangkan implikasi ke kelompok radikal tergantung kemampuan Taliban itu sendiri. Jika kemenangan Taliban saat ini muncul begitu saja, tanpa persiapan atau tidak ada skenario sama sekali, maka mereka akan menghadapi berbagai persoalan dan mungkin akan mengalami nasib seperti Mujahidin.
“Sekian tahun (Mujahidin) tidak bisa menertibkan apalagi menjamin kesejahteraan negara. Saya berkali-kali ke sana betapa miskinnya negara itu, compang-camping, banyak orang cacat, pendidikan terlantar sehingga tentara pun yang direkrut itu kebanyakan tidak sekolah, maka dalam waktu singkat dihancurkan oleh itu (Taliban),” ujar Kiai As’ad.
Saat ini, informasi yang diperoleh dari Nahdlatul Ulama Afghanistan (NUA), situasi di sana mencekam karena hukum dan ketertiban (law of order) belum ditegakkan lantaran masih masa transisi, sehingga perlu waktu satu pekan agar hukum benar-benar ditegakkan.
Menurut Kiai As’ad, Afghanistan jadi rebutan negara-negara adikuasa di dunia baik di sektor ekonomi maupun politik. Saat kelompok Mujahidin menjabat pemerintahan, Amerika meminta 15 pangkalan militer, sedangkan Inggris tiga, dan Prancis satu pangkalan militer untuk mengincar tambang-tambang yang ada di sana, termasuk minyak dan emas.
Afghanistan selama ini memang dikenal sebagai negara kaya dengan tambang dan sumber daya alam (SDA) melimpah. Survei Geologi Amerika Serikat 2010 lalu mengidentifikasikan adanya cadangan sumber daya mineral yang kemudian diperkirakan bernilai 1 triliun dolar.
Selain sumber daya emas, perak dan platinum, Afghanistan memiliki cadangan bijih besi, uranium, zinc, tantalum, bauksit, batubara dan gas alam serta tembaga dalam jumlah yang signifikan. Terutama untuk tembaga, di mana keberadaan cadangan di Afghanistan menjadi penting karena langkanya penemuan cadangan baru di tambang-tambang seluruh dunia.
Beberapa laporan mengatakan Afghanistan berpotensi menjadi “Arab Saudi-nya litium,” karena memiliki cadangan bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan telepon selular dan baterai mobil listrik.
Namun faktanya, kekurangan logistik dasar seperti jalan-jalan beraspal dan jalur kereta api yang dibutuhkan untuk mengangkut konsentrat tembaga atau bijih besi, korupsi yang meluas,buruknya birokrasi dan meningkatnya aksi pemberontakan yang meletakkan sebagian besar negara tersebut di luar kekuasaan negara, telah menurunkan upaya-upaya untuk membangun sebuah industri pertambangan yang resmi.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Zunus Muhammad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua