Lamongan, NU Online
ISIS merupakan kelompok radikal yang mengatasnamakan Islam di Suriah. Namun, kelompok itu menurut Dosen UIN Surabaya M Najih Arromadloni sudah membajak Islam dengan balutan agama dan isu khilafah.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pemateri dalam Halaqah Kepesantrenan di Pesantren al-Mizan Lamongan, Sabtu, (7/4).
Pria yang juga sebagai kandidat Doktor UIN Jakarta itu menceritakan pengalamannya ketika tinggal di Suriah sewaktu menjalani pendidikan S-1 di sana. Saat Ia datang pertama kali, menurutnya negara itu termasuk negara yang makmur.
“Saya datang tahun 2009, dulu Suriah negara yang makmur dan sejahtera, pendidikan dan kesehatannya sejahtera. HDI (Human Development Index) nya juga urutan 111,” tambahnya.
80 ribu warga negara Indonesia pada saat itu menurutnya mencari uang di Suriah, negaranya termasuk negara yang aman. Namun, sejak awal Maret tahun 2011, kekacauan mulai terjadi. Saat itu pria yang juga penulis Harakatuna Media itu masih di sana sampai tahun 2012.
“Malamnya habis perang, paginya sudah kerja lagi. Itu hebatnya orang-orang di sana. Perang dan desing peluru sudah biasa,” tambahnya.
Saat ISIS mulai mengacau menurutnya bahan makanan pun bisa meningkat mencapai 500 kali lipat, bahkan menurutnya sampai ada ulama yang memperbolehkan masyarakatnya memakan daging kucing. Hal itu dikarenakan begitu sulitnya mendapatkan bahan makanan di sana.
Kesalahan orang-orang radikal yang dapat ikut terjerumus ke ISIS itu menurutnya karena salah kaprah memaknai kata jihad di dalam Al-Qur'an.
Pria yang akrab disapa Najih itu menuturkan, ada sebanyak 39 kali kata jihad, tetapi hanya 10 kali yang mengatakan perang. Jadi menurutnya jihad tidak dapat didefinisikan secara literal sebagai perang.
Kemudian pria kelahiran Brebes itu mengisahkan Nabi Muhammad ketika melewati orang yang sedang mengasah pisau. Di depannya, ada hewan yang siap untuk disembelih.
“Rasul menegur kepada pria itu, mau menyiksa hewan itu berulang-ulang kamu?”, ceritanya.
Bagaimana mungkin Islam membolehkan berjihad dengan jalan membunuh orang, mengasah pisau di depan hewan yang mau disembelih saja menurutnya sudah termasuk penganiayaan yang ditegur.
“Terorisme itu musuh agama dan kemanusiaan, terorisme tidak punya agama,” pungkasnya.
Halaqah Kepesantrenan merupakan rangkaian kegiatan dari Tour De Pesantren yang diadakan oleh Harakatuna Media. Kegiatan ini rencananya akan diadakan seluruh penjuru Indonesia dengan sasaran pondok pesantren, universitas, dan sekolah-sekolah dalam upaya menangkal radikalisme dan terorisme. (M Ilhamul Qolbi/Muiz)