Jakarta, NU Online
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi seseorang menyebarkan konten hoaks di sosial media. Pertama karena ketidaktahuan sehingga informasi yang dia terima dianggap sebagai kebenaran dan langsung disebarkan begitu saja melalui berbagai platform misalnya ke grup WhatsApp atau platform Chatting lainnya.
“Ini karena mereka ini merasa berita yang mereka terima itu dianggapnya penting tanpa mereka harus mengecek dulu ke sumber yang bersangkutan, baik sumber primernya maupun sumber sekunder yang sudah mengirimkan berita tersebut,” kata produser film, Annisa Putri Ayudya beberapa waktu lalu.
Lalu kedua mengandung unsur drama. Menurutnya, tidak bisa dipungkiri bahwa masyaarkat Indonesia menyukai dengan ‘drama’. Sehingga konten yang menurutnya menarik tidak diferivikasi dan langsung dibagikan dengan tujuan untuk membikin opini di komunitasnya bahwa si penebar berita itu adalah orang yang paling tahu duluan mengenai informasi tersebut
“Jadi masih ada gensi tentang keterupdatean dari masyarakat Indonesia. Yang merasa palin up to date informasi itu adalah sesuatu yang mewah atau previllage tertentu. Sehingga kadang-kadang orang tersebut lupa untuk memastikan bahwa berita yang dia sampaikan ternyata tidak sepenuhnya benar,” ujar mantan presenter berita ini.
Lalu yang ketiga menurutnya bisa jadi memang hoaks itu sengaja disebar karena memang ada tujuan tertentu termasuk bertujuan jahatv untuk memecah persatuan dan persaudaraan bangsa.
“Saya tidak bisa mengerti apa-apa keinginannya, apa tujuannya dia menyebarkan hoaks itu. Tentunya balik ke orangnya masing-masin,” katanya.
Untuk itu menurutnya perlunya mengedukasi masyarakat untuk cerdas dalam mengkonsumsi informasi yang beredar melalui medsos, baik mulai dari keluarga, sesama teman, institusi-institusi formal.
Dugaan ketiga mengenai produsen hoaks dengan maksud tertentu diamini oleh Pendiri Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho. Dikutip dari Gatra.com, Septiaji tidak menampik keberadaan lembaga yang dengan sengaja memproduksi konten hoaks.
"Industri hoaks itu ada. Dia tidak peduli kontennya apa, yang penting orang nge-klik. Seribu klik dapat sekian dolar. Dan kami beberapa kali menemukan pelaku hoaks yang dibayar puluh juta," katanya.
Aji menambahkan, Facebook menjadi media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan hoaks bahkan mengungguli Twitter.
"Sementara yang paling banyak
menjadi agen penyebar hoaks itu usianya 35 tahun ke atas. Sedangkan kaum muda
(di bawah 35 tahun) tidak demikian, hanya saja kelompok ini belum bisa
membedakan informasi mana yang benar dan tidak benar," katanya. (Ahmad
Rozali)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
2
Keputusan Libur Ramadhan Menunggu Surat Edaran Lintas Kementerian
3
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
4
Khutbah Jumat: Mari Bangkitkan Semangat Mempelajari Ilmu Agama
5
Komnas Haji: Pengurangan Petugas Haji 2025 Jadi Tantangan dan Titik Krusial
6
Ketum PBNU: NU Berdiri untuk Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga
Terkini
Lihat Semua