Tragedi Kemanusiaan, Wujud Kegagalan Memahami Perbedaan
NU Online · Selasa, 19 Maret 2019 | 02:00 WIB
Tragedi penembakan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru pada Jumat (15/3) lalu tentu memukul rasa kemanusiaan masyarakat dunia.
Ahmad Syafiq, Ketua Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities Universitas Indonesia (AWCPHUI), menilai hal ini menjadi kegagalan memahami perbedaan yang tengah terjadi saat ini.
“Tragedi bagi kemanusiaan selalu merupakan risiko ketika kegagalan memahami perbedaan jadi sindrom yang makin luas dan makin dalam,” kata Syafiq kepada NU Online pada Senin (18/3).
Menurutnya, kondisi yang sudah sedemikian ini menjadi tantangan bagi institusi agama, politik, dan LSM guna mengurangi ekses negatif dan bahkan mencegah kebrutalan atas nama kebencian kepada golongan tertentu tidak lagi terjadi.
“Pendekatan kenegaraan menyangkut teritori, keimigrasian, dan pengungsi perlu segera disusun ulang dan disepakati. Pendekatan moral dan kebudayaan harus terus diperjuangkan,” terangnya.
Akademisi asal Buntet Pesantren ini juga mengingatkan agar perbedaan mestinya menjadi upaya untuk saling mengenal satu sama lain. Hal itu demi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
"Al-Quran jelas menyatakan bahwa perbedaan itu seharusnya membuat kita saling mengenal (li-ta’aarafuu), dan juga diingatkan agar kita selalu berkompetisi hanya untuk dan dalam kebaikan (fastabiqul-khairaat)," ungkapnya.
Kekerasan pada sesama manusia, kata Syafiq, harus dihilangkan dari sistem genetik kita, dan digantikan dengan DNA perdamaian. (Syakir NF/Muhammad Faizin)
Terpopuler
1
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
2
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
5
KH Said Aqil Siroj Usul PBNU Kembalikan Konsesi Tambang kepada Pemerintah
6
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
Terkini
Lihat Semua