Nasional

Uji Materi ke MK, Pemohon Minta Hapus Pensiunan DPR karena Tak Adil dan Bebani Negara

NU Online  ·  Jumat, 10 Oktober 2025 | 12:30 WIB

Uji Materi ke MK, Pemohon Minta Hapus Pensiunan DPR karena Tak Adil dan Bebani Negara

Sidang Mahkamah Konstitusi. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

 

Dua pemohon dengan Perkara Nomor 176/PUU-XXIII/2025 yakni Psikolog Lita Linggayani Gading dan Advokat Syamsul Jahidin melakukan uji materi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 di Ruang Sidang Pleno MK pada Jumat (10/10/2025).

 

Pemohon menilai bahwa pemberian pensiun kepada anggota DPR, yang masa jabatannya hanya lima tahun, adalah tidak adil dan membebani keuangan negara.

 

“Frasa ‘anggota DPR’ dalam pasal a quo menciptakan ketimpangan. Bagaimana mungkin jabatan lima tahun mendapatkan pensiun seumur hidup bahkan bisa diwariskan, sementara rakyat biasa harus bekerja puluhan tahun?” ujarnya melalui daring.

 

Ia mencatat bahwa beban APBN akibat sistem pensiun DPR ini mencapai Rp226,015 miliar. Sebagai pembayar pajak, Pemohon merasa mengalami kerugian nyata dan potensial akibat penggunaan dana publik yang tidak proporsional.

 

Tak hanya itu, Syamsul ini juga menyinggung kualitas dan kontribusi anggota DPR, terutama fenomena banyaknya figur publik atau artis yang masuk ke parlemen meski dianggap minim kompetensi.

 

“Contohnya Raden Wulansari (Mulan Jameela), ia duduk di Komisi VII yang membidangi energi, teknologi, dan lingkungan, padahal latar belakangnya hanyalah sebagai penyanyi. Ini tidak selaras dengan fungsi legislasi dan pengawasan DPR,” tegasya.

 

Menanggapi hal itu, Ketua MK Suhartoyo, meminta Pemohon untuk memperjelas dan memperkuat argumentasi permohonannya.

 

“Apakah alasan penghapusan pensiun hanya karena banyak artis masuk DPR, atau karena masa jabatan pendek? Harus dielaborasi lebih dalam,” katanya.

 

Kemudian, Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah juga mempertanyakan legal standing Pemohon, khususnya keterkaitan profesi psikolog terhadap pokok permohonan.

 

“Ini Ibu Lita sebagai psikolog yang kemudian ini ikut berbicara soal pensiun Anggota DPR. Nanti ditampung dulu, nanti dicatat, ada risalah, nanti diperbaiki,” katanya.

 

Sementara Hakim Daniel menyarankan Pemohon untuk meninjau kembali Putusan MK Nomor 41/PUU-XI/2013, karena norma serupa pernah diuji. Jika tidak hati-hati, permohonan bisa dianggap nebis in idem (perkara yang sama tidak boleh diajukan dua kali).

 

“Harusnya bisa searching di putusan-putusan MK apakah norma ini pernah diajukan. Karena norma ini pernah diajukan maka harus dipastikan supaya memenuhi ketentuan Pasal 60 UU MK dan Pasal 72 PMK 7 Tahun 2025 supaya tidak nebis in idem,” terangnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang