Nasional

Ustadz Yusuf Mansur Hadapi Covid-19: Tetap Bersyukur dan Bahagia

Kamis, 17 Desember 2020 | 08:01 WIB

Ustadz Yusuf Mansur Hadapi Covid-19: Tetap Bersyukur dan Bahagia

Ustadz Yusuf Mansur. (Foto: Tirto)

Jakarta, NU Online

Pendakwah Ustadz Yusuf Mansur (UYM) mengisahkan perjuangannya menghadapi Covid-19 yang dialaminya sejak pertama divonis positif melalui hasil tes swab pada 10 Desember lalu. Melalui postingan di Instagram pribadinya, ia mengaku sudah mulai membaik pada Rabu (16/12) pukul 16.20 WIB.


Meskipun sudah membaik, ia mengaku belum bisa menghela nafas panjang dan mengambil nafas dalam. Namun ia tetap bersyukur kepada Allah. “Alhamdulillah. Namun bahagia, penuh syukur, anteng, kalem, adem, yakin, (dan) sangat semangat,” kata UYM.


Kepada para pengikutnya, UYM meminta izin untuk bercerita melalui media sosial. Ia mengaku sedang mengalami drop. Ibarat baterai, terkena Covid-19, dayanya hanya tinggal 10 persen saja. Terlebih bila disertai batuk.


“Sebab paru-paru dan organ pendukung tidak normal. Itu bisa berasa sangat sakit. Saat ini pun nafas musti (harus) kayak diatur-atur. Dilatih pernafasan. Tetap benar-benar hanya exercise (latihan) super ringan,” ungkapnya melalui postingan yang sudah disukai 26 ribu lebih akun Instagram. 


UYM yang senang membaca Al-Quran dengan nada tilawah atau murattal ini, ketika tengah menghadapi Covid-19, harus membaca dengan pelan-pelan alias terbata-bata. Hanya kata per kata disertai mengambil nafas yang agak diatur.


“Baca seayat aja bisa capeknya minta ampun,” ungkap ulama muda Betawi yang kini menjabat sebagai Wakil Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta ini.


Selain itu, ia juga berlatih untuk tidur dengan bertelungkup. Padahal posisi tersebut biasa dilakukan dengan sangat mudah kala sedang sehat. Namun UYM mengaku saat telungkup, nafasnya tersengal dan batuk ringan. 


“Bisa sampai satu jam abis itu (latihan telungkup) yang (sebenarnya) bisa dihitung jari lamanya. Dan berbagai hal yang tidak enak, yang kalau saya ceritakan nanti saya tidak bahagia hehehe,” tutur UYM.


Ia mengaku, tujuan diceritakan hal tersebut adalah agar Covid-19 tidak dianggap remeh. UYM tetap mengimbau agar masyarakat tetap benar-benar mematuhi protokol kesehatan. “Maskeran terus, hindari kerumunan, cuci tangan, jaga jarak, hidup sehat. Dan banyak bersyukur, banyak bertaubat,” jelasnya.


Lebih lanjut UYM mengatakan bahwa sesuatu yang paling mahal adalah kebebasan. Bebas ingin ke kamar mandi, bebas ingin jalan ke sana dan ke mari, serta bebas mau begini dan begitu. Sebab dalam kasus yang dialaminya itu, UYM masih berada di tempat tidur.


“Agaknya masih sampai besok (atau) lusa minimal (terbaring di tempat tidur). Atau malah besoknya lagi, Sabtu,” ungkap Cicit Ulama Betawi Guru Mansur ini.

 

 

Tak hanya itu, ia menuturkan bahwa bertemu dengan keluarga juga merupakan faktor yang mesti diingat ketika hidup sembarang dengan potensi datangnya Covid-19. Menurutnya, siapa pun tidak pernah mengetahui bertemu dengan siapa yang membuat tertular virus mematikan ini. Dengan demikian, ia menyarankan untuk lebih berhati-hati. 


“Banyak zikir pagi sore. Sebab sepenuh-penuhnya itu zikir perlindungan dan kesehatan. Saya kena? Berarti saya kurang? Iya pastinya (kurang zikir). Kurang banget. Tapi segini sudah bagus banget,” ungkap UYM.


Sebab jika tidak berzikir, ia mengaku tidak akan mendapat pertolongan dari Allah pada 9 hingga 12 Desember lalu saat sedang berat-beratnya menghadapi Covid-19. Ditegaskan bahwa doa dari berbagai pihak adalah faktor yang membuat kondisinya saat ini membaik.


“Terutama doa dari orang-orang tua, keluarga di rumah, kawan-kawan dekat, para guru, para jamaah yang sudah datang dengan tulus ikhlas. Itu yang membuat saya masih bisa enteng,” ucap UYM.


“Waktu masih di rumah (tubuh) dipakai berdiri, jalan, dan sikat gigi rasanya seperti jalan naik gunung,” sambungnya.


Instropeksi diri


Ia mengajak masyarakat untuk berinstropeksi diri. Bahwa selama ini banyak menyelepekan dan menganggap remeh ketika mendapat nikmat banyak. Padahal saat nikmat yang dianggap remeh itu dicabut, seseorang baru akan sadar bahwa selama ini sangat jauh dari predikat hamba-Nya yang bersyukur. 


Ditambah pula terdapat banyak kedurhakaan-kedurhakaan, ketidaktaatan, ketidakrajinan ibadah, dan kemalasan beramal shaleh. Hal tersebut, kata UYM, merupakan faktor yang menjadikannya kerap menjadi hamba yang lupa diri, ingkar nikmat, lupa nikmat, lalai, dan tidak banyak mengingat Allah. Bahkan banyak atau sering melupakan-Nya.


“Dan kemudian dapatlah berbagai pengurangan. Termasuk lupa lagi dan lagi, menjaga betul nikmat kesehatan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ok, jaga diri dari Covid-19 ya. Berjuang. Kalau sudah maksimal (berjuang) tingga tawakkal (berserah diri),” terang UYM.


“Allah ya tetap tidak milih-milih (memberikan penyakit). Tapi setidaknya kita tidak membunuh diri kita sendiri,” imbuhnya. 


Saat mensyukuri nikmat karena diberikan Covid-19 ini, UYM mengaku kondisi tubuhnya mulai membaik. Dari kebersyukuran itu, ia justru mendoakan pasien lain yang berada persis di depan kamarnya. 


“(Saya) menyaksikan depan kamar saya persis sudah pakai ventilator (alat bantu pernafasan). Padahal waktu baru masuk sini saya lihat beliau masih videocall-an dengan keluarga, telponan, dan nampak ceria. Tapi kini beliau diventilator bak gedebong pisang,” katanya.


“Mohon doa untuk beliau dan siapa yang kena Covid-19. Di tempat lain, kata UYM, kabar kematian karena Covid-19 juga terus berdatangan. Benar-benar saya tulis ini sebagai pesan sayang,” tutupnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad