Obituari

Abah Adang Cipulus, Kiai Jago Silat yang Rajin Mengaji

Rabu, 5 Agustus 2020 | 17:30 WIB

Abah Adang Cipulus, Kiai Jago Silat yang Rajin Mengaji

Ustadz Hasan saat sowan kepada Abah Adang Cipulus. (Foto: Istimewa)

Subang, NU Online
Kepergian Kiai Adang Badrudin meninggalkan duka dan kenangan tersendiri bagi Hasanudin, salah seorang santrinya. Banyak pelajaran dan kenangan yang dialaminya selama tujuh tahun mondok di Pesantren Al-Hikamussalafiyah, Cipulus, Wanayasa, Purwakarta.


"Pelajaran yang bisa kita ambil dari Abah Adang Cipulus adalah kita jangan pernah berhenti mengaji," ucap pria yang akrab disapa Ustadz Hasan itu usai mengikuti rapat reboan di Kantor PCNU Subang, Rabu (5/8).


Diceritakan Ustadz Hasan, ia mondok di Pesantren Cipulus setelah lulus MTs. Masuk tahun 1990 dan keluar tahun 1997. Saat itu, kepemimpinan pesantren dipegang oleh Mama Ajengan Izzudin, mertua sekaligus saudara sepupu Abah Adang.

Baca juga: Mama Ajengan Adang Badrudin, Karya, dan Wasiat NU


"Selama ada Mama, Abah Adang tidak pernah putus mengaji. Beliau tidak malu ngaji bareng saya dan santri-santri senior lain," ucap Ustadz Hasan yang saat ini menjadi Ketua MWCNU Pagaden Barat, Subang.


Padahal, kata dia, waktu itu Abah Adang sudah menjadi kiai yang sering ceramah keliling kampung. Bahkan, tidak jarang diundang ke luar daerah. Namun, hal itu tidak menjadi alasan baginya untuk berhenti mengaji.


"Kitab yang dikaji yaitu Ihya' Ulumiddin, Fathul Wahab, tafsir, dan kitab lainnya," kenang Ustadz Hasan.


Cinta NU
Menurut dia, Abah Adang sangat mencintai NU. Kecintaannya kepada NU dituangkannya dalam bebarapa lantunan syair yang ia gubah dalam kitab syi'iran dan mengandung nilai-nilai religius serta Ke-NU-an. Saat ini, lantunan syi'iran tersebut sudah banyak ditemukan di YouTube.


"Beliau juga aktif di NU. Bahkan, pernah jadi Rais PCNU Purwakarta dan Ketua Dewan Syuro DPW PKB Jawa Barat," imbuhnya.


Abah Adang juga mencetuskan jargon sunda: Ulama nu mawa, urang nu milu (ulama yang membawa, kita yang ikut). Artinya, kita cukup ikut arahan ulama. Karena dengan begitu kita tidak perlu repot mencari dalil-dalil. Semuanya sudah disiapkan oleh para ulama NU. 

 

"Dalil muludan, rajaban, ziarah dan sebagainya semua sudah disiapkan. Kita tinggal membaca dan mengkajinya saja," ucap Ustadz Hasan.


Ia mengaku sangat dekat dengan Abah Adang. Ia pernah menjadi rais asrama selama dua tahun. Saking dekatnya dengan Abah Adang, ia pernah mencukur rambutnya dan pada momen tersebut ia berpesan agar jangan dulu menikah.


"Nanti kamu nikahnya dua tahun lagi," kata Ustadz Hasan menirukan amanat dari Abah Adang.



 

Setelah dua tahun, Abah Adang menemukan santri yang dianggap cocok menjadi pendamping hidup Ustadz Hasan. Tidak lama kemudian keduanya dinikahkan, semua biayanya ditanggung Abah Adang.


Ustadz Hasan juga mengaku dijadikan penghubung Abah Adang dengan masyarakat Subang apalagi ketika akan mengisi acara, Abah Adang selalu menghubungi Ustadz Hasan.


"Setelah ditelepon Abah, saya langsung menuju lokasi untuk konfirmasi acara dan mengkondisikan agar panitia memasang bendera NU dan Banser. Abah sangat suka dengan bendera NU dan Banser," ungkapnya.


Jago silat
Selain ahli di bidang ilmu agama, Abah Adang juga dikenal jago ilmu silat. Hingga akhir hayatnya, beliau disegani berbagai kalangan termasuk para jawara. Saat muda, ia pernah berguru kepada seorang pendekar tunanetra di daerah Wanayasa.


"Gurunya itu bisa memadamkan api dalam jarak satu meter. Kalau yang lain satu minggu, satu bulan baru bisa, beliau satu hari sudah langsung bisa," katanya.


Bahkan, kata dia, kalau Abah Adang sedang istirahat tidak boleh dibangunkan dengan tergesa-gesa. Apalagi sambil teriak. Sebab, hal itu pernah terjadi beliau langsung bangun dengan posisi siap pasang kuda-kuda.


"Waktu ada ninja saat zaman reformasi, para santri juga dibekali ilmu kanuragan, yang melatihnya langsung Abah sendiri," tuturnya.


Cerita lain, beberapa tahun ke belakang pernah terjadi konflik antar kampung kebetulan pihak kepolisian tidak bisa mendamaikan konflik tersebut. Saat itu Abah turun tangan memediasi dengan mempertemukan para pentolan kampung tersebut di Pesantren Cipulus. 

 

"Mereka ditanya kamu anak siapa, kakeknya siapa dan gurunya siapa. Setelah semuanya menjawab, Abah Adang langsung menjelaskan bahwa semuanya masih satu guru dan sejak saat itu sampai hari ini semuanya jadi kondusif," paparnya.


Lebih lanjut, Ustadz Hasan menjelaskan bahwa Abah Adang dikenal sebagai kiai yang mampu menyeimbangkan kehidupan duniawi dan ukhrawi. Sebab, sejak awal Abah Adang merintis beberapa usaha di bidang perkebunan, peternakan dan perdagangan.


"Abah tidak mau toma (mengharapkan pemberian orang lain, red). Makanya, beliau punya beberapa usaha ," pungkasnya.


Kontributor: Aiz Luthfi
Editor: Musthofa Asrori