Wakil Ketua MPR: Kiai Noer Iskandar Pejuang Dakwah dan Pengembangan Pesantren
Ahad, 13 Desember 2020 | 11:05 WIB
Patoni
Penulis
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua MPR yang juga Ketua Ikatan Keluarga Alumni Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an (IKA Alumni PTIQ) Jakarta Jazilul Fawaid menyampaikan duka mendalam atas kabar meninggalnya KH Noer Muhammad Iskandar. Kiai Noer Iskandar melanjutkan kuliah di PTIQ setelah lulus dari Pesantren Lirboyo, Kediri pada 1974.
Jazilul Fawaid menuturkan, Kiai Noer Iskandar yang juga mantan fungsionaris DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan guru dan teladan bagi semua, khususnya keluarga alumni PTIQ yang telah sukses berjuang lewat jalur dakwah dan pengembangan pesantren.
"Saya Wakil Ketua MPR RI sekaligus atas nama Ketua Alumni dan Keluarga Besar Ikatan Alumni PTIQ Jakarta mengucapkan duka cita dan menjadi saksi bahwa KH Noer Muhammad Iskandar adalah orang baik," tuturnya, Ahad (13/12) dalam keterangan tertulisnya.
Seperti diinformasikan sebelumnya, Pendiri sekaligus Pengasuh Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya, Jakarta Barat KH Noer Muhammad Iskandar, wafat pada Ahad (13/12) sekitar pukul 13.41 WIB. Kiai Noer sebelumnya sempat menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Kiai yang juga mendirikan cabang Pesantren Asshiddiqiyah di 11 daerah ini merupakan putra kesembilan dari sebelas bersaudara, dari pasangan KH Iskandar dengan Nyai Robiatun. Kiai Noer Iskandar wafat pada usia 65 tahun. Beliau juga merupakan salah seorang pelopor pengembangan ekonomi pesantren melalui koperasi.
KH Noer Muhammad Iskandar memulai pendidikannya di pesantren tradisional Sumber Beras, Banyuwangi, Jawa Timur, yang langsung di asuh oleh ayahnya sendiri KH Iskandar.
Setelah menamatkan pendidikan dasar di madrasah ibtidaiyah, tahun 1967 beliau melanjutkan ke Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, yang pada waktu itu diasuh oleh KH Mahrus Aly.
Sebelum resmi mendirikan Pesantren Asshiddiqiyah, beliau aktif berdakwah. Bersama dengan beberapa teman, KH. Noer Muhammad Iskandar mendirikan Yayasan Al-Muchlisin di Pluit. Berbagai kegiatan pendidikan yang sudah mulai dirintis, terus ia tangani dengan sepenuh hati.
Bahkan, kegiatan yang berawal dari remaja Masjid Al-Muchlisin ini, telah berkembang menjadi Madrasah Diniyah, yang lambat laun mulai mendapat simpati masyarakat. Bukan hanya itu, undangan ceramah juga mulai berdatangan kepada dirinya.
Merintis pesantren dengan keprihatinan, kini di Kedoya, dari lahan wakaf yang seluas 2000 meter, telah berkembang menjadi 2,4 hektare. Pesantren Asshiddiqiyah di Batu Ceper, Tangerang sudah berkembang menjadi enam hektare.
Pesantren Asshiddiqiyah di Cilamaya menjadi 11 Hektare dan yang di Cijeruk, Bogor seluas 42 hektare. Semua cabang-cabang ini sudah dalam perencanaan besar untuk pengembangan Asshiddiqiyah masa depan.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua