Opini HARLAH KE-95 NU

Kado untuk Ketua PCNU dan Nahdliyin Pamekasan

Senin, 2 April 2018 | 09:15 WIB

Oleh M Musleh Adnan

Terdapat dua hal yang menarik pada Harlah Ke-95 NU tahun ini. Pertama, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur berkomitmen memperingati hari lahir atau Harlah NU dengan perhitungan tahun hijriyah. Hal tersebut sebagai pengejawantahan aturan organisasi yang menegaskan bahwa hari lahir NU adalah 16 Rajab 1344 H bertepatan 31 Januari 1926 M.

Kedua, yang lebih menarik lagi adalah dimunculkannya kembali pernyataan tegas salah satu penggagas, pendiri, dan Rais Aam pertama PBNU KH Abdul Wahab Hasbullah:

Banyak pemimpin NU yang tidak menyadari kekuatannya sendiri sehingga menjadi korban golongan lain yang ingin menjadikan sebagai kuda tunggangan pihak lain dengan menggunakan dalih persatuan. Kita ikhlas berkorban untuk ukhuwwah dan persatuan yang jujur. Tapi kita menolak persatuan antara kusir dan kuda, sang kusir hanya duduk mengangkang sementara sang kuda berlari-lari menarik beban sambil menerima cambukan.

Tak berlebihan bila sosok KH Abdul Wahab Chasbullah yang dimunculkan di Harlah NU kali ini karena seperti yang tertulis dalam buku KH Wahab Chasbullah, Biografi Singkat 1888-1971, yang ditulis Muhammad Rifai (2010), antara lain disebutkan bahwa nafas pergerakan NU hampir tak bisa terlepas dari peran serta Kiai Wahab. Menurut Idham Chalid, Kiai Wahab berkeinginan menjadikan NU sebagai sebuah pesantren, yakni tempat beribadah, menuntut ilmu, bergotong royong, dan mengabdikan dirinya kepada masyarakat dengan menyumbangkan karya- karyanya yang bermanfaat.

"Kiai Wahab merupakan wujud NU dalam praktik. Suatu kombinasi integral antara ketakwaan, keilmuan, akhlak, dedikasi, dan karya baik besar maupun kecil. Organisasi ini lahir dari aspirasi pesantren, di antara kiai, dan di antara santri-santrinya yang terpencil jauh dari jangkauan penguasa dan pemimpin politik. Karena itu, kelahirannya tak menggetarkan kaum pergerakan serta politisi," tulis Muhammad Rifa'i.

Laju sebuah organisasi sangat ditentukan oleh pemimpinnya karena paling tidak fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi: pertama, dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin. Kedua, dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi.

Penulis sebagai salah satu warga NU yang hidup di Pamekasan sudah empat kali mengalami perubahan kepemimpinan mulai zamannya KH Abdul Hamid Mannan Munif, KH Khalilurrahman, KH Abd Ghaffar dan saat ini KH Taufiq. Dari keempat tokoh tersebut, satu-satunya tokoh yang memimpin NU di Pamekasan dalam usia yang terbilang cukup muda adalah KH Taufiq.

Ia anak pertama dari pasangan almarhum KH Hasyim Rofi'i dan Nyai Hj Musfiroh PP Sumber Anom Angsanah, Palengaan. Walaupun masih muda ia memiliki pengalaman organisasi yang mumpuni, sebelum menjabat sebagai Ketua PCNU Pamekasan ia adalah seorang aktivis kemahasiswaan tercatat pernah menjadi presiden Mahasiswa (BEM) IAI Tribakti lirboyo periode 2004-2005 dan juga menjadi pengurus cabang PMII kediri. Selain itu ia juga seorang penulis andal karena sempat menjadi wartawan dan redaktur pelaksana majalah Misykat Lirboyo dan berbagai pengalaman lainnya yang tentu tak dapat dituangkan dalam tulisan ini kesemuanya.

Memimpin NU di Pamekasan tak semudah menggawangi NU di kabupaten lain karena warga Pamekasan lebih dominan warga NU secara kultural daripada struktural (beramaliyah NU tapi enggan berjuang di NU sebagai pengurus NU) namun KH Taufiq tak pernah pupus harapan. Sebagai Ketua PCNU Pamekasan ia telaten dan gigih berkomitmen akan mengibarkan bendera NU di kota gerbang salam.

Pertama-tama menghidupkan lagi badan-badan otonom yang sebelumnya terkesan mati suri, sekaligus berupaya menyosialisasikan NU melalui media dengan membuat media online PCNU Pamekasan dan menjalin hubungan baik dengan media lain khususnya di Pamekasan. Hal ini tampak sekali pengaruhnya di warga NU lapisan bawah akan lebih mengenal sejatinya NU daripada mendengar dan membaca isu tak bermartabat (sebagaimana banyak terjadi belakangan ini menyerang dan akan menghancurkan NU).

Penataan kembali Kantor PCNU sehingga pengurus PCNU betah di kantor. Apalagi saat ini sudah dibuka cafe yang sering kali dijadikan tempat santai sembari membicarakan masa depan NU Pamekasan. NU bisa besar bila kepengurusan di tingkat bawah hidup (ranting dan MWCNU). Sejak KH Taufiq menjadi Ketua PCNU, ia berupaya meningkatkan intensitas harmoni silaturahmi ke tingkat bawah dengan turba (turun ke bawah) dan bimbingan administrasi dengan cara semacam "akreditasi" oleh tim yang telah dibentuk sebelumnya oleh PCNU. Semua itu sebagai wujud dalam menjalankan amanah pendiri NU KH Hasyim Asy'ari dalam Muqaddimah Qanun Al-Asasi li Jam'iyyah Nadhah Al-Ulama:

فالإتحاد وارتباط القلوب ببعضها وتضافرها على أمر واحد واجتماعها على كلمة واحدة من أهم أسباب السعادة

(مقدمة القانون الاساسي لجمعية نهضة العلماء)

Artinya, "Persatuan dan kesamaan rasa dalam hati satu sama lain saling membantu dalam satu urusan (tujuan yang sama) serta berkumpul dalam satu kalimat  termasuk sesuatu yang paling besar dan sebab tumbuhnya kebahagiaan."

Usaha tersebut hasilnya sangat fantastis di mana daerah pantai utara Pamekasan yang semula kurang mengenal NU perlahan-lahan mengalami perubahan signifikan bisa berjuang bersama di Nahdlatul Ulama dengan dinakhodai sosok muda KH Taufiq.

***

Seperti yang ditulis di media resmi NU (NU online) oleh A Khairul bahwa Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi sosial keagamaan (jam’iyah) terbesar di Indonesia. Awal kelahiran NU sendiri tidak dapat dilepaskan dari kehadiran dua faktor utama, yakni realitas keislaman dan realitas keindonesiaan. Pada realitas keislaman NU lahir sebagai suatu wadah bergabungnya para ulama dalam memperjuangkan Tradisi Pemahaman dan Pengalaman Ajaran Islam yang Sesuai dengan Kultur Indonesia.

NU dilahirkan oleh ulama pesantren sebagai wadah persatuan bagi para ulama serta para pengikutnya guna mempertahankan paham Ahlussunah wal Jama’ah yang berarti pengikut Nabi Muhammad SAW. Sedangkan, dalam realitas keindonesiaan, kelahiran NU merupakan bagian dari pengaruh politik etis yang diterapkan Belanda dalam konteks perjuangan mewujudkan kemerdekaan.

Walaupun pada tahun 1983, atas hasil Munas ke-86, telah diputuskan bahwa NU sudah tidak lagi berkecimpung di dalam politik dan menjadi organisasi keagamaan yang murni. Namun sering kali NU dibawa ke dalam kepentingan politik praktis. Tak berlebihan bila Kiai Taufiq berjanji tegas jika saja ia terlibat politik praktis akan mundur dari kepemimpinannya sebagai ketua PCNU Pamekasan. Subhanallah.

Selamat bertugas kiai, doa kami menyertai perjuangan Anda.


Penulis lahir di Jember dan besar di PP Nurul Jadid Paiton. Ia kini tinggal di Pamekasan, mengasuh PP Nahdlatut Ta’limiyah Karang Anyar, Pamekasan. Ia aktif berdakwah sebagai muballigh dan dipercaya sebagai Wakil Ketua LDNU Pamekasan.