Opini

Pesan Perdamaian dalam ‘Assalamualaikum’

Senin, 16 April 2018 | 10:15 WIB

Oleh M. Zidni Nafi' 

Mengucapkan salam berupa "Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh" telah menjadi kebiasaan sehari-hari umat Islam tatkala berjumpa teman atau mengawali pembicaraan maupun tulisan. Selain sudah membumi sebagai budaya dan etika bersosial, salam pada dasarnya memang memiliki landasan syariah. Ada banyak riwayat hadits tentang ajaran salam. Salah satunya yakni suatu ketika Ibnu Umar bertanya kepada Rasulullah tentang amalan Islam yang paling baik. Lantas Rasul menjawab:

تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ

"Memberi makan, mengucapkan Salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal." (HR Bukhari dan Muslim)

Selain berupa solidaritas sosial memberi makan bagi yang membutuhkan, dalam konteks hadits ini Rasul juga menekankan  dengan jelas betapa menurut Islam, salam mempunyai posisi yang vital. Di dalam proses interaksi sosial, salam disampaikan tanpa pandang bulu, meskipun memang ada perbedaan pendapat di kalangan ulama soal siapa saja yang boleh diberi salam. Terlepas dari perdebatan itu, yang jelas semuanya menyepakati bahwa maksud salam adalah doa dan komitmen yang baik.

Mengurai Makna Salam

Pada satu sisi, jika ditulis secara standar struktur bahasa Arab, salam yang lengkap seharusnya ditulis السلام ورحمةالله وبركاته عليكم, yang berarti "(Semoga) keselamatan/perdamaian/keamanan/kesejahteraan dan rahmat Allah serta berkah-Nya (terlimpah) kepada kalian". Sebab menggunakan estetika bahasa (balaghah), maka tersusun menjadi السلام عليكم ورحمةالله وبركاته. Mayoritas ulama berpendapat bahwa mengucapkan salam diutamakan dalam redaksi yang lengkap ini.

Ada konsekuensi makna di balik susunan salam tersebut. Di antaranya adalah السلام عليكم  itu berarti doa dan komitmen keselamatan/perdamaian/keamanan/kesejahteraan antarsesama manusia. Dalam kata lain, السلام itu bisa diwujudkan oleh sesama manusia.

Sedangkan  ورحمة الله itu murni pemberian Allah, berupa apakah? Bisa berupa apa pun dan kepada siapa pun, karena rahmat merupakan otoritas Allah sebagai Sang Maha Pengasih dan Penyayang. Dalam konteks kebangsaan Indonesia, rahmat Allah misalnya bisa berbentuk sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Agar tidak menjadi sumber konflik dan bencana bagi masyarakat, maka perlu dikelola dengan baik yang nanti bisa menjadi berkah untuk masyarakat. Inilah makna dari وبركاته, karena inti dari berkah adalah ziyadah al-khair (menambah kebaikan).

Pesan Damai untuk Kita

Selain sebagai doa, pengucapan salam juga merupakan sebuah ikhtiar untuk menjaga hubungan yang harmonis antarsesama makhluk ciptaan Tuhan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad:

لَا تَدۡخُلُونَ الۡجَنَّةَ حَتَّى تُؤۡمِنُوا، وَلَا تُؤۡمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلَا أَدُلُّكُمۡ عَلَى شَيۡءٍ إِذَا فَعَلۡتُمُوهُ تَحَابَبۡتُمۡ؟ أَفۡشُوا السَّلَامَ بَيۡنَكُمۡ

“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kalian suatu perbuatan jika kalian melakukannya, maka kalian akan saling mencintai? Sebarkan salam di antara kalian.” (HR. Muslim, 54)

Dalam hadits ini dengan tegas Nabi memerintahkan kepada umatnya untuk menyebarkan salam. Bukan hanya mengucapkannya, namun yang menjadi inti dari hadits di atas adalah spirit kandungan di dalam ucapan salam itu sendiri, apa saja? Sebagaimana variasi makna as-salam, dalam bahasa kita bisa bermakna damai, selamat, aman, atau sejahtera.

Menyadari Pergeseran Salam

Masalahnya, ucapan "assalamualaikum..." dewasa ini cenderung hanya sebagai budaya, kebiasaan, atau formalitas sehari-hari. Bahkan mungkin tidak sedikit yang malah tidak mengetahui maknanya. Tidak heran apabila seusai mengucapkan salam, ada sebagian orang yang dengan mudah menebarkan kebencian, caci maki, fitnah dan bahkan sampai melakukan kekerasan fisik yang tidak ada legitimasi dari ajaran agama.

Ini yang barangkali jauh-jauh hari menjadi kekhawatiran Nabi, tatkala umatnya lupa akan nilai, pesan, dan tujuan yang terkandung dalam salam. Oleh karenanya, saat ini kita mestinya harus tahu dan sadar bahwa ketika mengucapkan "Assalamualaikum...", sama saja dalam benak kita mengatakan, "Saya menjaga keselamatanmu, maka kamu harus menjaga keselamatanku. Mari kita jaga perdamaian bersama."

Di tengah situasi yang penuh dengan fitnah, adu domba, konflik dan perang seperti saat ini, sungguh indah apabila kita menyebarkan salam kepada siapa pun. Perbedaan dan keragaman beragama atau selera politik itu terlalu 'mahal' apabila digadaikan dengan perpecahan apalagi peperangan. Makanya perbedaan haruslah dikelola dan "perdamaian" adalah harga hati!

Seperti yang sudah diketahui bersama, memberi salam hukumnya sunah, sedangkan menjawab salam hukumnya wajib. Dengan kata lain, "Ketika saya mengajak damai, anda wajib untuk menerima damai juga". Untuk itu, kalau sudah tahu dan sadar nilai, tujuan dan pesan perdamaian di balik Salam, akankah kita segera tulus untuk mengucapkan Assalamualaikum?


Penulis adalah kader PMII cabang kota Bandung dan Penulis buku "Menjadi Islam, Menjadi Indonesia"