Pustaka

Al-Qur'an, Tafsir Bung Karno dan Pancasila

Kamis, 1 Juni 2017 | 07:38 WIB

Bulan Juni adalah bulannya Bung Karno. Sang Proklamator lahir di tanggal 6 Juni dan wafat 21 Juni. 1 Juni juga menjadi Hari Lahir Pancasila, yang ditandai dengan pidato bersejarah Bung Karno di depan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang isinya menjadi cikal-bakal Pancasila.

Di samping itu, bulan Juni 2017 ini bertepatan dengan bulan Ramadhan, di mana merupakan bulan suci Islam yang pada tanggal 17 Ramadhan menjadi hari diturunkannya Al-Quran (Nuzulul Qur’an). Dalam kalender hijriyah, di bulan Ramadhan ini pula Kemerdekaan RI tercapai, yakni tepatnya 9 Ramadhan 1364 H.

Momentum istimewa bagi Indonesia dan Islam ini dimanfaatkan tokoh muda nahdliyin yang sekaligus Wakil Bupati Trenggalek, Muchamad Nur Arifin untuk me-launching buku baru sekaligus buku perdananya yang berjudul “Bung Karno “Menerjemahkan” Al-Quran” diterbitkan oleh Penerbit Mizan. Arifin merupakan Pengurus Lesbumi PBNU dan Ketua Bidang Kominfo Ansor Jawa Timur.

Dalam bukunya ini, Arifin mengupas tuntas pemikiran Bung Karno tentang nilai-nilai dasar ideologi keindonesiaan. Namun berbeda dengan buku tentang Bung Karno yang lainnya, buku ini menggunakan perspektif tafsir Al Quran. Secara khusus buku ini memotret pemikiran Bung Karno tentang kebangsaan dan keislaman dalam bingkai ayat-ayat Al Quran. Ini kekhasan yang jarang kita temukan dalam buku-buku tentang pemikiran Bung Karno yang lainnya.

Buku ini dengan tegas menampilkan sosok Bung Karno yang nasionalis sekaligus religius. Pada diri dan pemikiran Bung Karno terkonvergensi keindonesiaan sekaligus keislaman. Bagi Bung Karno, bertuhan itu sekaligus berindonesia, dan berindonesia itu sekaligus berislam. Jadi, tak ada pengkotak-kotakan atas semua itu. Semuanya bersinergi membentuk sebuah filosofi, visi, dan nilai-nilai bersama. Semua nilai itu tercakup dalam Pancasila.
 
Oleh karena itu, menurut Prof. Mahfud M.D, buku ini penting untuk menjelaskan kepada publik tentang keislaman gagasan-gagasan Bung Karno. “Sebab masih banyak yang salah paham seakan-akan Bung Karno adalah tokoh yang sangat sekular yang tak peduli pada agama. Padahal, pandangan dan langkah-langkahnya sangat agamis,” tuturnya.

Buku ini hadir pada saat yang tepat: saat keislaman dan keindonesiaan dipertentangkan, Pancasila versus Khilafah. Di tengah maraknya kalangan hingga ormas muslim radikal yang mempertentangkan Pancasila dan Islam sembari menawarkan gagasan khilafah atau syariat Islam bagi negeri ini. 

Buku ini menyuntikkan kembali kesadaran tentang betapa berharganya nilai-nilai kebangsaan dan keislaman kita. Bahwa semua itu sudah tuntas dirumuskan oleh para founding fathers kita. Tak ada lagi dikotomi antara Indonesia dan Islam. Keduanya lebur, sinergis, sekaligus beyond, seperti yang bisa kita lihat pada figur Bung Karno.
 
Oleh karena itu, komentar Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj, “buku ini lahir pada waktu yang tepat untuk menjelaskan kepada rakyat Indonesia bahwa asas-asas bangsa ini, terutama Pancasila selaras dan koheren dengan pesan-pesan Al-Quran dan nilai-nilai Islam.”

Dalam satu subbab khusus, buku ini juga mengupas tentang titik temu Bung Karno dan Nahdlatul Ulama (NU): ijtihad kebangsaan Bung Karno bertemu dengan ijtihad keislaman NU di “terminal” bernama Pancasila. Sesuatu yang disebut oleh penulis buku ini sebagai sinergi yang apik: tokoh besar nasionalis bertemu dengan ormas besar religius dalam sebuah gagasan yang menyatukan kedua latar belakangnya tersebut, yakni nasionalisme-religius. Perpaduan yang memberikan kontribusi tak ternilai bagi Indonesia.

Identitas buku:
Judul : Bung Karno “Menerjemahkan” Al-Quran
Penulis : Muchamad Nur Arifin
Penerbit : Mizan
Terbit : Juni, 2017
Peresensi: Husen Ja'far, peneliti dan esais, mengeloka komunitas @SejarahRI.