Penulis : M.Syukron Maksum
Penerbit : Pustaka Marwa, Yogyakarta
Cetakan : I (Pertama), 2009
Tebal : 148 halaman
Peresensi : Humaidiy AS *)
Puasa merupakan salah satu ibadah yang paling universal, terdapat pada syari'at setiap umat dan bangsa sepanjang zaman, dan merupakan sumber kearifan, wisdom serta hikmah yang paling banyak diamalkan oleh banyak agama. Maka tidak heran bahwa perintah Allah kepada kaum beriman untuk berpuasa disertai keterangan bahwa puasa itu juga diwajibkan atas umat-umat terdahulu. Keterangan Ilahi ini sejalan dengan definisi tentang kaum yang bertaqwa, yang salah satu indikasinya, seperti dikutip dari al-Qur'ân surat al-Baqarah: 183 ialah percaya kepada kontinuitas dan kesatuan unsur-unsur yang benar dari semua warisan keagamaan sepanjang zaman dan di setiap tempat dimana manusia itu berada.<>
Seruan Allah yang didahului dengan sifat keimanan sebagai azas kebaikan dan sumber keutamaan, yang kemudian diakhiri dengan penyebutan “takwa” sebagai Spirit keimanan dan rahasia kemenangan seorang muslim, merupakan isyarah (petunjuk) yang jelas, bahwa puasa yang dikehendaki Allah, bukan semata-mata secara lahiriah menahan diri dari haus dan lapar saja, tetapi lebih dari itu, puasa adalah menahan diri dari segala hal yang dapat menodai keimanan dan segala hal yang tidak sesuai dengan keutamaan takwa dan pengawasan diri.
Buku berjudul Kedahsyatan Puasa, Jadikan Hidup Penuh Berkah yang ditulis oleh M. Syukron Maksum berusaha mengungkap hikmah dan rahasia besar di balik pensyariatan ibadah puasa, baik itu dari aspek medis yang berguna bagi kesehatan maupun sosial sebagai sarana mempersempit jurang kesenjangan.
Di samping itu, penulis juga memberikan tips-tips apa yang seharusnya dijalankan oleh orang yang berpuasa, agar puasanya benar-benar berkulitas. Yakni puasa dengan derajaat ketakwaan disisi Allah, bukan puasa sia-sia yang hanya sekedar menahan haus dan lapar semata. Lebih jauh, Korelasi antara puasa dengan ketakwaan setidaknya tercermin dari ungkapan Ali Abdul Wahid Wafi dalam bukunya, Buhuts al-Islam. bahwa puasa menuntut orang-orang yang menjalankannya (shậimửn) untuk menahan diri dari hasrat-hasrat biologis demi mengimplementasikan perintah Allah dan upaya mendekatkan diri pada-Nya. Tuntutan ini jelas tidak akan bisa terpenuhi tanpa keinginan tersebut (hal. 13).
Selain posisi istimewa di sisi Allah SWT yang diperoleh oleh seorang mukmin yang berpuasa, hikmah dari puasa juga teramat besar. Baik hikmah ruhani maupun jasmani, baik terhadap diri pribadi maupun kepada masyarakat luas.
Pada bulan Ramadhan misalnya, manusia dihadapkan pada perjuangan yang amat besar. Mereka menahan diri dari perbuatan yang biasa diperbuat, selain menahan diri dari "ritualitas" makan dan minum sebagai kebutuhan primer sejak fajar sampai terbenamnya matahari. Dan kalau sudah berbuka, dianjurkan untuk menahan diri dari makan dan minum yang berlebihan bahkan dianjurkan untuk membatasinya. Upaya ini merupakan cara untuk memelihara kesehatan jasmani. Bukankah masalah perut (makan dan minum) juga pemicu timbulnya penyakit jiwa semisal rakus dan tamak? Begitulah kira-kira apa yang dikatakan para sufi.
Kalau penyakit "rakus dan tamak" menimpa seseorang, akibat dan bahayanya bukan hanya terbatas pada lingkungan kecil tetapi lambat laun akan merambat dalam kehidupan berbangsa sehingga akan menimbulkan semangat kapitalisme yang kemudian bersifat ekspansif, yaitu mengeksploitasi milik orang lain akibat sifat serakahnya tersebut. Sehingga benar apa yang disinyalir Imam Ghazali dalam Ihya 'Ulumuddin-nya bahwa bencana paling besar dalam kehidupan manusia adalah nafsu perut.
Kalau kita melaksanakan puasa, kita akan mengadaptasi diri kita dengan mereka yang berekonomi lemah yang sering merasakan haus dan lapar, sehingga akan timbul rasa kasih sayang dan ketajaman rasa sosial yang akan menjadi pengalaman rohani tersendiri. Mungkinkah kasih sayang tidak tumbuh ketika pemandangan itu terjadi di depan mata kita?
Dalam batas yang paling rendah; setidak-tidaknya kehausan dan kelaparan yang diakibatkan puasa tersebut akan mengingatkan kita pada kaum fakir miskin sehingga termanifestasi dengan sedekah yang banyak sebagai tindakan konkrit dari rasa solidaritas sosial yang nantinya akan menjembatani antara the have dan the have not yang pada titik akhirnya akan tercipta sumber daya manusia yang mempunyai etika dan kepekaan sosial yang tinggi.
Maka tidak ada artinya puasa seseorang yang mencita-citakan kesalehan, tetapi pada saat yang sama ia terus saja mengupayakan kedholiman kepada sesama, mensiasti pembunuhan, memanipulasi harta untuk dikorupsi, atau tindak kejahatan lainnya. Itulah arti puasa sebenarnya yang menghimpun antara bentuk lahiriyah, yakni menahan diri dari segala hal yang membatalkan sekaligus penguatan spirit keimanan dengan meningkatkan kualitas dirinya dari noda dan dosa (hal. 105).
Selain membahas tentang berbagai hikmah dan rahasia besar di balik pensyariatan ibadah puasa, buku setebal 148 halaman ini menyajikan secara praktis dan menarik ihwal berbagai ritual puasa yang dijalanai umat Islam, baik puasa wajib di bulan Ramadhan maupun puasa sunnah yang dianjurkan seperti puasa senin-kamis, puasa Daud, puasa Hari-Hari Putih (Ayyamul Bidh), puasa Arofah dan lain sebagainya. Melihat keragaman isinya, buku saku ini tampaknya memang cukup relevan untuk membuka cakrawala pemahaman masyarakat umum kita tentang betapa besar dan agungnya hikmah berpuasa. Tidak hanya bagi diri individu dan sebatas aspek jasmani saja, tetapi juga bagi tatanan kehidupan sosial yang lebih luas.
Akhirnya, hanya puasa yang baik dan benar saja, sebagaimana diterangkan dalam al-Qur'ân dan Sunnah, yang dapat menghantarkan manusia kepada peningkatan nilai ruhaninya. Yaitu peningkatan ruhani dengan diketemukannya kembali fithrah masing-masing pribadi yang suci, yang akan membuat seorang pribadi menjadi manusia dengan kemanusiaan "in optima forma" setelah rampung menjalankan ibadat puasa itu.
*) Peresensi adalah Pustakawan pada MTs Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
3
Bisakah Tetap Mencoblos di Pilkada 2024 meski Tak Dapat Undangan?
4
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
5
Ma'had Aly Ilmu Falak Siap Kerja Sama Majelis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan
6
Membedakan Bisyarah dan Money Politics Jelang Pilkada
Terkini
Lihat Semua