Review Buku Fiqh Tata Negara: Upaya Mendialogkan Sistem Ketatanegaraan Islam
Senin, 4 November 2024 | 06:00 WIB
M Ryan Romadhon
Kolomnis
Diskursus relasi agama dan negara kerap kali menjadi topik utama dalam banyak forum ilmiah, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Dari sudut subtansi, tema ini cukup penting dan strategis guna mencari pola hubungan sosial yang ideal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika tema ini selalu up to date diperbincangkan dalam rangka membingkai konsep ketatanegaraan dalam Islam, di tengah cepatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan dinamika sosial-kemasyarakatan.
KH Afifuddin Muhajir (Wakil Rais ‘Am PBNU) merupakan seorang ulama pesantren yang mampu melahirkan ide-ide besar dalam pembaharuan khazanah keislaman, terutama dalam bidang fikih dan ushul fikih.
Di antara pemikiran-pemikirannya dalam fikih tata negara adalah bahwa hadirnya Pancasila sebagai sebuah ideologi negara merupakan sebuah ijtihad para founding fathers republik ini yang dibuat untuk mempersatukan bangsa ini yang terdiri dari berbagai suku, golongan, dan agama.
Selain itu, Kiai Afif (sapaan akrab beliau) berpendapat bahwa kehadiran negara di tengah masyarakat merupakan hal yang wajib secara syar’i karena merupakan sebuah syarat atau instrumen demi terwujudnya kemaslahatan di tengah masyarakat, sehingga menaati pemerintah adalah sebuah kewajiban dan melawan terhadapnya.
Pemikiran-pemikiran dan ide-ide besar beliau mengenai fikih tata negara terwujud, dan dapat kita baca dalam salah satu karyanya yang berjudul, “Fiqh Tata Negara: Upaya Mendialogkan Sistem Ketatanegaraan Islam”.
Baca Juga
Apa Perbedaan Syariat Islam dan Fiqih?
Sekilas tentang Buku Fiqh Tata Negara
Menurut pengakuan Kiai Afif dalam pengantar buku ini, pada mulanya, buku berasal dari kumpulan beberapa makalah, yang sebagian besarnya telah beliau presentasi kan di berbagai forum ilmiah, seperti seminar, lokakarya, dan lain-lain.
Isi Buku Fiqh Tata Negara
Secara garis besar, buku karya Kiai Afif ini akan memaparkan hubungan Islam dan negara, melalui perspektif fikih yang mendalam. Dengan tetap mempertimbangkan realitas Indonesia sebagai negara Pancasila, buku ini berusaha menjembatani hubungan antara Islam dan negara. Bagaimanakah hubungan antara Islam dan negara? Adakah konsep negara Islam? Apakah Pancasila sesuai dengan Islam?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut kerap menjadi perdebatan di dunia intelektual Islam, seiring dengan munculnya gerakan Islam trans-nasional yang mengusung gagasan negara khilafah. Perdebatan tersebut dapat dimengerti lantaran Islam memang tidak memiliki konsep baku (fixed) dan detail menyangkut bentuk negara dan konsep pemerintahan.
Adapun paparan yang akan pembaca temukan dalam buku ini secara garis besar meliputi:
- Negara Pancasila dalam perspektif Fiqh Tata Negara
- System pemerintahan Khilafah dalam ketatanegaraan Islam
- Kehadiran negara dan mekanisme pengangkatan pemimpin
- Kemaslahatan rakyat sebagai acuan kebijakan negara
- Demokrasi dalam tradisi pemerintahan Islam
- Pluralisme agama dalam pola hubungan bernegara
- Lembaga peradilan dan asas kepastian hukum
- Hukum antara ketegaran dan kelenturan
- Islam Nusantara dan pola penerapan syariat
- Moderat sebagai cita rasa Islam Nusantara
Negara Pancasila dalam Perspektif Fiqh Tata Negara
Pasca jatuhnya kerajaan Islam terakhir, Turki Utsmani, pada abad ke-19 M, penjajahan Barat mulai memasuki wilayah-wilayah kekuasaan Islam. Isu negara bangsa dengan tingkat keragaman penduduk mulai banyak digulirkan oleh beberapa kalangan.
Berbagai tantangan dan harapan pun ikut mendorong mereka agar mencari penyelesaian, baik secara politis maupun akademis. Lalu, system syura atau demokrasi yang pernah tersemai pada periode pemerintahan keempat khalifah (khulafaur rasyidin) Kembali diembuskan dalam berbagai forum dan kesempatan.
Indonesia sebagai negara dengan tingkat keragaman penduduk yang sangat tinggi ikut mewacanakan bentuk dan dasar negara yang hendak dirumuskan. Setelah merdeka dari kungkungan penjajah pada tahun 1945, para pemuka dan founding father republik ini sepakat bahwa sistem pemerintahan yang akan digunakan adalah demokrasi, sementara Pancasila menjadi dasar dan ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ide pemikiran politik yang terkandung dalam Pancasila merupakan racikan sempurna yang dapat memberikan solusi bagi terwujudnya negara demokrasi dengan segmen penduduk yang sangat majemuk.
Para pendiri negeri ini mampu meramunya dengan sangat kreatif. Mereka mengambil jalan tengah antara dua pilihan ekstrem, yakni negara sekuler dan negara agama. Mereka menyusunnya dengan rumusan imajinatif, yakni negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebagaimana diketahui, kehadiran negara dalam pandangan Islam bukanlah tujuan (ghayah), melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan (washilah). Adapun tujuan berdirinya sebuah negara ialah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia secara lahir-batin, baik di dunia maupun akhirat.
Mengingat tidak adanya konsep baku tentang bentuk negara dan pemerintahan, maka teknis penyelenggaraan negara diserahkan kepada umat dengan tetap mengacu pada dalil-dalil universal ajaran agama dan prinsip maqashidusy syari’ah. Dengan demikian, landasan teologis dalam penyelenggaraan negara berupa seruan moral untuk mengapresiasi kemaslahatan dan kepentingan masyarakat.
Indonesia, dengan Pancasila sebagai dasarnya, selalu dinyatakan sebagai bukan Negara Islam (dawlah Islamiyyah). Namun, pada waktu yang sama, Indonesia juga disebut Darul Islam (daerah Islam).
NU melalui Muktamar-nya yang ke-11 di Banjarmasin, pada tanggal 19 Rabi’ul Awal 1355/9 Juni 1936, memutuskan bahwa Indonesia adalah Darul Islam. Keputusan ini merujuk pada kitab Bughyatul Mustarsyidin (hal. 21-26).
Kelebihan Buku Fiqh Tata Negara
Salah satu kelebihan buku ini terletak pada kepiawaian penulisnya dalam menjernihkan pemahaman perihal hubungan antara Islam dan negara, melalui perspektif fikih yang mendalam dengan tetap mempertimbangkan realitas Indonesia sebagai negara Pancasila.
Selain itu, kelebihannya juga terletak pada referensi yang dicantumkan secara akurat dari literatur klasik maupun kontemporer sebagai catatan kaki (footnote). Pun juga, kajian dalam buku ini diperkaya dengan beberapa kaidah fikih yang memiliki relevansi dengan konteks masalah (furu’) yang dibahas.
Demikian resensi buku Fiqh Tata Negara. Dengan retorika yang cerdas dan elegan, buku ini sangat menarik untuk dibaca oleh semua kalangan dari semua tingkatan, baik oleh praktisi hukum tata negara, atau bahkan orang awam sekalipun. Buku ini cukup inspiratif untuk para pemula yang ingin memahami secara serius tentang fikih tata negara. Wallahu a’lam.
Identitas Buku
- Judul: Fiqh Tata Negara Upaya Mendialogkan Sistem Ketatanegaraan Islam
- Penulis: KH Afifuddin Muhajir
- Tahun Terbit: 2017
- Penerbit: Ircisod
- Tebal : 248 hlm
- ISBN: 978-602-7696-32-7
Peresensi: M. Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo, Jawa Tengah
Terpopuler
1
Kolaborasi LD PBNU dan LTM PBNU Gelar Standardisasi Imam dan Khatib Jumat Angkatan Ke-4
2
Cara Wudhu di Toilet agar Tidak Makruh
3
LAZISNU Gelar Lomba dengan Total Hadiah Rp69 Juta, Ini Link Pendaftarannya
4
Gus Yahya Ceritakan Awal Mula Kiai Ali Maksum Merintis Pengajian Kitab di Pesantren Krapyak
5
Hukum Gugat Cerai Suami karena Nafkah Batin
6
Hukum Khatib Tidak Berwasiat Takwa dalam Khutbah Kedua
Terkini
Lihat Semua