Penulis: Muhammad Rifa’i
Editor: Meita Sandra
Penerbit: Garasi Yogyakarta
Cetakan: 2010
Tebal: 169 hlm.
Peresensi: Moh. Ridwan Rifa’i
Kiai Wahid Hasyim adalah putra dari Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari, salah satu pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) dan ayah dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Wahid Hasyim adalah salah seorang dari sepuluh keturunan langsung KH Hasyim Asy’ari. Silsilahnya dari jalur ayah bersambung hingga Joko Tingkir, tokoh yang dikenal dengan Sultan Sutawijaya yang berasal dari kerajaan Islam Demak. Sedangkan dari jalur ibunya, bersambung hingga Ki Ageng Tarub. Dan bila dirunut lebih jauh, kedua silsilah itu bertemu pada satu titik, yaitu Sultan Brawijaya V, yang menjadi salah satu raja kerajaan Mataram. Maka tidak heran jika pada akhirnya Wahid Hasyim menjadi seorang figur, panutan masyarakat, bahkan gelar pahlawan nasionalpun ia raih. Karena Wahid Hasyim dikenal sebagai sosok yang mempunyai banyak sumbangsih terhadap negara Indonesia, khususnya dalam memperjuangkan kemerdekaan.<>
Selain dikenal sebagai pejuang kemerdekaan, Wahid Hasyim aktif dibeberapa organisasi kemasyarakatan seperti MIAI, Masyumi, Liga Muslimin Indonesia, hingga di organisasi terbesar di Indonesia yakni Nahdlatul Ulama (NU). Di beberapa organisasi tersebut ia selalu dipercaya untuk menjadi Rais Akbarnya. Namun yang paling banyak memberikan sumbangsih dan mengabdi terhadap organisasi yaitu di jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi yang didirikan oleh ayahnya, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari.
Karirnya di NU dimulai dari pengurus ranting NU Cukir Jombang, ketua NU Cabang Jombang, hingga kemudian pada tahun 1940 dipilih menjadi anggota PBNU bagian Ma’arif (pendidikan). Dari sinilah, perjuangan di NU mulai banyak peningkatan sampai akhirnya pada tahun 1946 Wahid Hasyim diberikan amanah sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU menggantikan Kiai Ahmad Shiddiq.
Pada masa kepemimpinannya di NU, Wahid Hasyim tidak hanya berkiprah memajukan serta meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan. Beliau juga mampu berkiprah dalam perjuangan politik. Namun perjuangan politiknya bukan perjuangan politik pragmatis untuk memperoleh sebuah kekuasan dan kepentingan pribadi, melainkan ia mampu berkiprah memperjuangkan politik kebangsaan dan kerakyatan. Kiprah Wahid Hasyim di NU benar-benar mengabdi untuk NU, sehingga pada tahun 1939 atas nama wakil NU, ia mampu membawa NU masuk bergabung dalam MIAI sebuah perkumpulan dari berbagai organisasi Islam dalam satu wadah. Jadi, pada usia 25-26 tahun Wahid Hasyim sudah menjadi ketua pergerakan dengan skala nasional dalam dua organisasi.
Selain itu, Wahid Hasyim pernah mendirikan organisasi kepemudaan Islam. Dengan mengajak M Natsir dan Anwar Cokrominoto, mereka menggerakkan pemuda Islam yang militan, berani berjihad untuk agama, bangsa, dan tanah airnya. Gerakan ini ini diberi nama GPPI (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), yang lahir pada tanggal 2 Oktober 1945. GPPP ini lahir, sebagai organisasi gerakan kepemudaan Islam yang bergerak dalam lapangan politik dan memiliki kecenderungan radikal (hal. 37).
Sejak itulah, kita mengetahuai bahwasanya Wahid Hasyim adalah tokoh pergerakan yang mampu membangkitkan NU di pentas nasional. Ia juga mampu meningkatkan bidang pendidikan dan sosial-politik NU. Dengan semua ini, Wahid Hasyim bisa menunjukkan bahwa NU mempunyai kualitas dan bisa berkiprah walaupun warganya mayoritas berlatar belakang kalangan tradisionalis (pesantren).
Meskipun berlatar belakang dari kalangan tradisionalis, ia tetap konsisten, ikhlas, dan sabar dalam mengabdi pada NU. Dengan kekonsistenan, keikhlasan, dan kesabaran dalam mengabdi di NU, akhirnya NU memberikan sebuah “barokah” (nilai tambah), pada tahun 1949-1952 Wahid Hasyim diangkat menjadi Menteri Agama. Dengan bermodal perjuangan dan mengabdi pada bangsa Indonesia khususnya NU, akhirnya Wahid Hasyim mampu menjadi seorang yang sukses, diterima oleh banyak kalangan, memimpin organisasi terbesar di Indonesia seperti, jam’iyah Nadlatul Ulama (NU) dan organisasi terbesar lainnya yang berskala nasional hingga dipercaya menjadi Menteri Agama.
Buku “Biografi Singkat Kiai Wahid Hasyim” ini, menceritakan sejak ia lahir, pendidikan, kaya-karyanya, perjuangannya di Pesantren Tebuireng Jombang hingga pada saat aktif diberbagai organisasi keagamaan kemasyarakatan yang berskala nasional khususnya di jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU). Juga beberapa pemikirannya tercantum dalam buku ini, mulai tentang agama dan negara, politik, pergerakan, perjuangan umat Islam, pendidikan dan pengajaran, hingga tentang pemikiran Kementerian Agama.
Salah satu pemikiran Wahid Hasyim yang menarik dalam buku ini, adalah tentang pemikiran politiknya. Pemikiran dan gerakan politik Wahid Hasyim adalah kebangsaan, kerakyatan, membela negara mengayomi masyarakat. Politik bagi Wahid Hasyim bukanlah sebagai kendaraan untuk meraih sebuah kekuasaan dan jabatan, melainkan ia untuk mengabdi untuk negara, mengayomi masyarakat dari semua golongan. Namun kenyataannya sampai sekarang justru politik dianggap sebagai kendaraan untuk meraih kekuasaan, jabatan, demi kepentingannya sendiri.
Dari buku ini, setidaknya dapat menjadi langkah awal sejauh mana kita mengenal sosok dan latar belakang Wahid Hasyim. Agar supaya muncul penulis dan peneliti yang mampu menulis biografi para tokoh, Kiai, yang mempunyai banyak sejarah dan sumbangsih terhadap negara. Dengan harapan bisa diteladani oleh masyarakat khususnya para santri pondok pesantren. Semoga pejuangan yang dilakukan oleh Wahid Hasyim untuk Negara, masyarakat, khususnya warga nahdliyin bermamfaat dan barokah. Amin
Peresensi adalah, Mahasiswa semester akhir STITA Sumenep, saat ini aktif sebagai staf TU Madrasah Ibtidaiyah Nasy-atul Muta’allimin Candi Dungkek Sumenep Madura.
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
3
Bisakah Tetap Mencoblos di Pilkada 2024 meski Tak Dapat Undangan?
4
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
5
Ma'had Aly Ilmu Falak Siap Kerja Sama Majelis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan
6
Pencak Silat Pagar Nusa Jadi Mata Kuliah Ko-Kurikuler di Universitas Islam Makassar
Terkini
Lihat Semua