Pustaka

Ahkamus Sulthaniyah: Kitab Tata Negara Abad Pertengahan

Rabu, 30 Oktober 2024 | 17:00 WIB

Ahkamus Sulthaniyah: Kitab Tata Negara Abad Pertengahan

Review kitab Ahkamus Sulthaniyah (NU Online - Ahmad Muntaha AM).

Kepemimpinan negara merupakan asas yang dapat meneguhkan prinsip-prinsip agama. Kepemimpinan negara juga menunjang kemaslahatan hidup, sehingga urusan umat tertata dengan baik.
 

Imam Al-Mawardi melalui kitabnya berjudul Ahkamus Sulthaniyyah memaparkan hukum-hukum ketatanegaraan dan otoritas keagamaan, sehingga prinsip-prinsip utama yang mengatur hukum-hukum ketatanegaraan bisa dimengerti dengan jelas.
 

Imam Al-Mawardi bernama lengkap Abu Hasan Ali bin Muhammad. Nama ‘Mawardi’ dinisbatkan pada pekerjaan keluarganya yang ahli dalam membuat ma’il waradi (air mawar) untuk kemudian dijual. Ia dilahirkan di Basrah Irak pada tahun 364 H/ 972 M.
 

Imam Al-Mawardi telah banyak mewarnai pemikiran keislaman dengan berbagai karyanya, dalam bidang tafsir, fiqih, dan serta sosial-politik. Adapun karyanya yang paling monumental adalah kitab Ahkamus Sulthaniyah (hukum-hukum ketatanegaraan). Hingga kini Ahkamus Sulthaniyah menjadi kitab rujukan paling popular bagi setiap orang yang mengkaji ilmu politik di kalangan umat Islam.
 

Latar Belakang Penulisan

Imam Al-Mawardi dalam mukadimah kitabmenceritakan alasannya menulis Ahkamus Sulthaniyah. Ia berkata:

 

Artinya, “Mengingat pentingnya hukum-hukum ketatanegaraan bagi pemerintah dan persinggungan hukum-hukum tersebut dengan hukum-hukum yang lain sehingga hal itu akan menyulitkan mereka untuk mempelajarinya, lantaran disibukkan oleh urusan negara dan rakyat, maka aku sempatkan untuk menulis kitab tentang hukum ketatanegaraan tersebut demi memenuhi perintah seseorang yang wajib ditaati.

 

Ia ingin mengetahui pendapat para fuqaha’ mengenai hak-hak yang mesti ia penuhi dan kewajiban-kewajiban yang harus ia jalankan agar ia mampu bersikap adil dalam memimpin dan memberikan keputusan. Lebih dari itu, ia juga ingin bersikap moderat dalam menerima dan memberi.” (Halaman 13).
 

Intinya, Al-Mawardi ingin membuat kitab tersebut karena pentingnya pembahasan yang ada kaitannya dengan hukum-hukum ketatanegaraan, sedangkan orang yang berkecimpung dalam dunia ketatanegaraan banyak yang tidak tahu-menahu hukum-hukumnya, karena sedikitnya waktu luang yang dimiliki oleh mereka.
 

Isi Kitab Ahkamus Sulthaniyah

Kitab karya Imam Al-Mawardi ini secara garis besar memaparkan hukum-hukum ketatanegaraan dan otoritas keagamaan, yang terbagi menjadi dua puluh bab. Adapun kedua puluh bab tersebut terperinci sebagai berikut:

  1. Pengangkatan imamah (kepemimpinan negara).
  2. Pengangkatan wizarat (para pembantu khalifah).
  3. Pengangkatan imarah ‘alal bilad (kepala daerah).
  4. Pengangkatan imarah jihad (panglima perang).
  5. Peperangan untuk kemaslahatan umum.
  6. Otoritas di bidang peradilan.
  7. Kepala seksi tindak kriminal.
  8. Kepemimpinan warga bernasab mulia.
  9. Kedudukan imam shalat.
  10. Pemimpin jamaah haji.
  11. Amil zakat.
  12. Pembagian perolehan harta fai dan ghanimah.
  13. Ketentuan jizyah dan kharaj.
  14. Ketentuan yang berlaku di daerah berbeda.
  15. Ihya’ul mawat (menghidupkan lahan mati) dan eksplorasi air.
  16. Hima dan irfaq ((proteksi lahan dan kepemilikan umum).
  17. Hukum iqtha’ (pemberian lahan milik negara).
  18. Diwan (administrasi) dan ketentuan hukumnya.
  19. Ahkamul jara’im (hukum tindak kriminal).
  20. Ketentuan seputar hisbah.
 

Hukum Mengangkat Pemimpin

Imamah (kepemimpinan) bertugas sebagai pengganti kenabian dalam melindungi agama dan mengatur kemaslahatan hidup. Berdasarkan ijma’ ulama, mengangkat seorang yang memiliki kredibilitas dalam menjalankan tugas imamah (kepemimpinan) hukumnya adalah wajib.
 

Hanya, terjadi silang pendapat di antara mereka mengenai status kewajiban tersebut, apakah berdasarkan akal atau syariat.
 

Sekelompok ulama berpendapat kewajiban mengangkat pemimpin berdasarkan akal, karena orang yang memiliki akal sehat akan tunduk kepada seorang pemimpin, yang mencegah mereka dari kezaliman dan menghindarkan mereka dari konflik serta permusuhan.Andaikan tidak ada pemimpin, tentunya hidup mereka diliputi tindak kejahatan, anarkis dan jauh dari moral.
 

Sekelompok ulama lain berpendapat kewajiban mengangkat pemimpin berdasarkan syariat, bukan berdasarkan akal. Pasalnya, seorang pemimpin berkewajiban mengawal urusan-urusan agama, meskipun akal tidak menganggap bahwa mengangkat pemimpin sebagai bentuk ibadah, yang akhirnya menetapkan bahwa mengangkat pemimpin itu tidak wajib.
 

Akal menurut pendapat ini hanya menetapkan bahwa setiap orang yang berakal sehat hendaknya melindungi dirinya dari bentuk kezaliman dan disharmonisasi, serta bersikap adil dalam memberikan pelayanan dan menjalin hubungan.
 

Dengan demikian, ia dapat mengatur hal tersebut dengan akalnya sendiri dan bukan dengan akal orang lain. Namun syariat menggariskan agar menyerahkan segala persoalan kepada pihak yang berwenang dalam urusan agama. (Halaman 15-16).
 

Kelebihan Kitab Ahkamus Sulthaniyah

Salah satu kelebihan buku terletak pada kepiawaian penulisnya dalam menyajikan paparan mengenai hukum-hukum ketatanegaraan, mengingat tema ini termasuk tema yang cukup jarang ditulis daam satu karya utuh.
 

Selain itu, dalam penulisannya, Al-Mawardi berpijak pada Al-Qur’an, As-Sunnah, ijma’ dan qiyas sebagaimana dalil yang lazim digunakan di kalangan mazhab Syafi’i. Pun juga, kepiawaiannya dalam menjelaskan berbagai pandangan mazhab yang berkaitan dengan sistem pemerintahan Islam menjadikan nilai plus bagi kitab ini.

 

Identitas Kitab 

Judul: Ahkamus Sulthaniyah 
Penulis: Imam Al-Mawardi (wafat 450 H) 
Penerbit: Darul Hadits  
Kota Terbit: Kairo  
Tebal: 376 halaman
 

Peresensi: M Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman, Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.