Penulis : Fahrudin Nasrullah
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Terbitan : Mei 2009
Tebal : xxi+188 hal
Peresensi : M. Alif Mahmudi*
Bukan hal yang rahasia, saat ini bangsa kita mengalami problem berupa terkikisnya moral dan spiritual. Padahal, keduanya adalah kebutuhan primer manusia sebagai dasar pondasi membangun mentaltalitas bangsa. Hal semacam in penting, karena sangat mentukan dalam proses keberhasilan membangun bangsa dan negara ke depan.<>
Dalam konteks ini, ada banyak faktor yang menyebabkan terkikisnya moral dan spiritual bangsa. Akulturasi budaya, kurangnya penyaringan terhadap budaya luar yang masuk dan juga yang tak kalah penting adalah kurangnya pengkajian terhadap kisah-kisah penuh hikmah dari para pendahulu terutama masyayyikh (para kiai).
Dalam hal inilah penulis ingin menuturkan beberapa kisah yang penuh hikmah dari para pendahulu dan masyayyikh (para kiai), dengan harapan kembalinya moralitas dan spiritualitas yang akan mampu membangun mentalitas bangsa kita kedepan. Penulis menyadari, beberapa kisah sederhana yang di dalamnya memberikan suatu nilai moral maupun spiritual, kini hampir lenyap dimakan masa. Padahal hal tersebut adalah salah satu tiang dalam pembangunan mentalitas bangsa ke depan.
Dalam buku ini, pengarang mencoba menuangkan kembali suatu kisah sederhana yang penuh hikmah, dan di dalamnya dapat dijadikan suatu arahan dalam konteks moral dan spiritual bagi bangsa.
Dalam buku ini, pengarang menuangkan kisah-kisah sederhana dari para masayyikh (para kiai), yang bersifat edukatif.
"Tuangkan anggur dalam gelas tersebut ke dalam air di baskom. Dan air itu akan berubah warnanya, Tapi, tuangkan anggur yang sama ke dalam laut, maka warna laut tak akan berubah." (hlm:154)
Kutipan di atas, mengandung suatu nilai edukasi moral dan spiritual. Yang mana di zaman yang serba modern ini, nilai-nilai moral dan spiritual sudah banyak ditinggalkan, orang-orang kebanyakan hanya mengejar kesenangan sesaat semata, tanpa memperdulikan nilai-nilai moral. Sehingga banyak fenomana-fenomena amoral yang membuat hilangnya martabat dan jati diri bangsa. Untuk itu diperlukan suatu kesadaran untuk kembali mengkaji suatu makna yang terpendam dalam sebuah kisah ataupun cerita yang di dalamnya mengandung suatu nilai edukasi untuk kembali menata moral bangsa.
Banyaknya fenomena amoralitas yang tidak hanya dilakukan oleh masyarakat umum, bahkan dilakukan oleh pejabat Negara, dapat dijadikan satu barometer, betapa hancurnya moral banga kita, mulai dari kasus korupsi hingga kasus skandal wanita yang dilakkukan oknum pejabat negara. Dan hal tersebut menjadi parasit dalam pembangunan bangsa dan negara, dan menjadikan citrta dan harga diri bangsa di pandang rendah dalam pergaulan internasional, sehingga keberadaan bangsa kita kurang di perhitungkan. dan dampaknya, kita akan menjadi bangsa yang terpuruk.
Kasus-kasus amoral yang banyak terjadi, cukup memberikan kontribusi yang besar bagi kehancuran moral bangsa, dan tentunya hal tersebut sangatlah tidak kita inginkan. Karena, kita tidak mau dianggap sebagai bangsa yang tidak bermoral, dan tidak mempunyai jati diri.
Seharusnya hal tersebut dapat diminimalisir, jika kita mau mengkaji makna dari kisah-kisah yang mengandung suatu nilai yang dapat dijadikan asupan moral dan spiritual. Karena bagaimanapun juga, hal tersebut sangatlah di butuhkan dalam kehidupan untuk mencapai suatu kesejahteraan sosial, dan menjaga image bangsa.
Indonesia yang dulu terkenal dengan ragam budayanya, kini mulai tergusur. Budaya Indonesia yang terkenal dengan moralitasnya yang tinggi kini dipertanyakan. Akulturasi budaya, dan dalam konteks pemuda yang condong bergaya hidup ala barat, membuat terkikisnya moral kebangsaan. Sehingga nasib kebudayaan bangsa kini dipertanyakan masa depanya.
Tidak dipungkiri, perbuatan amoral kini juga telah merambah kaum santri, yang notabene mereka adalah kaum terdidik yang paling banyak dijejali pelajaran yang menyangkut tentang moralitas dan spiritualitas. Mereka yang seharusnya menjadi tameng atas terkikisnya moral bangsa malah mulai terpengaruh dengan hal-hal yang bersifat ke-duniawian.
Apa faktor-faktor permasalahan di atas? Jika kita kaji secara mendalam, salah satu faktornya adalah kurangnya pengkajian terhadap suatu kisah atau cerita yang di dalamnya mengandung aspek-aspek edukasi moril dan spirituil yang mana dapat membangun mentalitas bangsa ke depan.
Buku ini, cukup memberikan kontribusi dalam konteks di atas, dimana permasalahan-permasalahan di atas memerlukan kajian dari suatu kisah sederhana namun memberi makna. Buku ini telah menuangkan kembali makna yang hampir hilang tersebut.
Namun, dalam penyusunan cerita, buku ini masih tergolong kurang sistematis. Juga terdapat cerita yang kurang singkron dengan judul dalam cover. Meskipun begitu, buku ini sangat di perlukan untuk dijadikan tinjauan kembali bagi generasi penerus, sebagai salah satu media untuk membantu meminimalisir problematika di atas.
* Penulis adalah dewan penasihat dan instruktur pada KOMA (Komunitas Santri Jurnalistik Bahrul’ulum) tinggal di Lamongan
Terpopuler
1
Daftar Barang dan Jasa yang Kena dan Tidak Kena PPN 12%
2
Kronologi Santri di Bantaeng Meninggal dengan Leher Tergantung, Polisi Temukan Tanda-Tanda Kekerasan
3
Bisakah Tetap Mencoblos di Pilkada 2024 meski Tak Dapat Undangan?
4
Bahtsul Masail Kubra Internasional, Eratkan PCINU dengan Darul Ifta’ Mesir untuk Ijtihad Bersama
5
Ma'had Aly Ilmu Falak Siap Kerja Sama Majelis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan
6
Membedakan Bisyarah dan Money Politics Jelang Pilkada
Terkini
Lihat Semua