Pustaka

Mengakhiri Kekerasan Atas Nama Agama

Senin, 2 Mei 2011 | 01:46 WIB

Mengakhiri Kekerasan Atas Nama Agama
Judul Buku: Islam “Isme-Isme” Aliran dan Paham Islam di Indonesia
Penulis: Syarif Hidayatulah
Penerbit: Pustaka Pelajar
Cetakan : I, 2010
Tebal: 131 Halaman
Harga: Rp. 30. 000<>
Peresensi: RomelMasykuri*

Indonesia, seiring pasca bergulirnya Reformasi yang mengakibatkan pintu demokrasi di buka selebar-lebarnya, kita menyakiskan gencarnya wajah organisasi dan gerakan Islam  ermunculan dengan orientasi ideologis dan karakteristik yang berbeda-beda. Dari yang tradisional, moderat, hingga yang paling radikal, mereka semua berebut posisi untuk  mempengaruhi masyarakat. Menariknya, yang paling mendapat sorotan publik adalah organisasia Islam yang beraliran keras (radikalisme).

Fenomena kekerasan dan diskrimanasi atas nama Tuhan (agama) yang terjadi di Temanggung, Pandeglang, Banten dan kepada Ahmadiyah adalah sekian bukti bahwa tindakan yang mereka lakukan telah mendapatkan posisi tertentu di masyarakat, akan tetapi buruknya, mereka bukan menempatkan posisi yang baik di mata masyarakat, malah menjadi momok yang menakutkan dan mendapatkan stigma jelek dari masyarakat. Ironisnya lagi, agama Islam yang menjadi lokomotif mereka.

Benarkah Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbuat kekerasan dan kerusuhan hingga menyebabkan masyarakat resah?. Lantas Islam sebagai agama rahmatan lil-alamain (rahmat bagi seluruh alam), dimana relevansinya?. Inilah yang menjadi alasan dasar lahirnya buku: Islam “isme-isme”, Aliran dan Paham Islam di Indonesia, Karya Syarif Hidayatullah, untuk menyingkap fakta historis dan empiris lahirnya berbagai organisasi Islam di Indonesia. Acuannya agar masyarakat tidak terjebak dengan pemahaman dogmatis yang semu dan tiada mendasar.

Sejatinya tidak ada agama manapun di dunia ini yang menganjurkan pemeluknya untuk melakukan kekerasan, apalagi membunuh orang lain tanpa alasan yang jelas. Apabila di analisis lebih jauh, tindakan kekerasan itu berawal dari salah paham atas penafsiran ajaran agama, khususnya terhadap Islam. Dari salah paham itu kemudian menyebabkan pengetahuan yang tidak sesuai dengan kebenara asli yang di ajarkan. Akibatnya dalam bertindak mereka acapkali senonoh dan bahkan berujung pada tindakan yang represif.

Lebih jauh penulis memaparkan, klaim kebenaran yang berujung pada penghakiman terhadap orang yang berbeda sebagai “sesat” atau “kafir” menumbuhkan kebencian satu sama lain. Kebencian itu pula yang pada gilirannya memicu radikalisme. Atas nama kebenaran dan jihad suci yang diyakininya, tak segan-segan mereka melakukan tindak kekerasan yang tidak hanya merusak fasilitas publik, tetapi merenggut nyawa orang-orang tak berdosa. Sungguh suatu tindakan yang irasional. (hal 74)

Sudaah saatnya kita memfungsikan agama sesuai hakikatnya, memberi petunjuk kebenaran dan menciptakan keadilan dan kedamaian bagi pemeluknya. Islam sangat menghargai agama lain dalam bingkai perbedan, sebab inilah kehendak Tuhan.

Kader Muda PMII Ashram Bangsa Jogjakarta